Dejavu merupakan suatu momen ketika seseorang mengalami suatu kejadian dan merasakan seolah-olah kejadian itu sudah pernah dialami sebelumnya. Hampir semua orang di muka bumi pernah merasakan yang namanya dejavu.
Dilansir dari detikEdu, dari data yang diambil dari Psychology Today, didapati bahwa sebanyak 70% populasi dunia pernah mengalami dejavu. Fenomena dejavu ini bisa terjadi dengan sangat cepat dan dapat terjadi kapan saja.
Fenomena dejavu yang dialami tentunya kerap menimbulkan rasa penasaran, bagaimana sebenarnya fenomena ini bisa terjadi dan apa alasannya hingga terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menjawab rasa penasaran tersebut, simak berikut ini penjelasan tentang dejavu sebagaimana dikutip dari buku Neurosains Menjiwai Sistem Saraf dan Otak karya Muhammad Akil Musi, buku The Deja Vu Experience karya Alan S Brown dan laman Science Daily.
Pengertian Dejavu
Kata dejavu diambil dari bahasa Prancis déjà-vu yang memiliki arti sudah pernah melihat. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis bernama Emile Boirac pada tahun 1876.
Sementara itu, Neppe dalam buku The Deja Vu Experience, mendefinisikan dejavu sebagai sebuah kesan yang secara subyektif tidak pantas terkait keakraban pengalaman saat ini dengan masa lalu yang tidak terdefinisi.
Mengacu pada literatur, ada beberapa jenis penjelasan yang dikaitkan dengan dejavu. Secara teknis, dejavu memiliki arti sudah pernah melihat, sedangkan jika diartikan secara umum, dejavu diartikan sebagai sudah pernah mengalami.
Dalam Medical Daily, dijelaskan bahwa dejavu terjadi karena adanya sebuah tipuan otak alih-alih terjadi karena kita pernah mengalami kejadian tersebut sebelumnya.
Penyebab Dejavu
Untuk bisa mengungkap alasan terjadinya fenomena dejavu, diperlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini sulit mengungkapkannya karena tidak ada stimulus yang jelas yang dapat diidentifikasi yang memunculkan pengalaman dejavu seperti yang disampaikan oleh Michelle Hook, asisten profesor di Departemen Neuroscience dan Experimental Therapeutics, Texas A&M University School of Medicine.
Sedangkan, dari penelitian yang dilakukan oleh Akira O'Connor dari University of St Andrews di Inggris, dijelaskan bahwa dejavu merupakan sebuah pikiran yang terjadi karena otak secara sengaja membuat kesalahan memori.
Ini dilakukan oleh salah satu bagian otak yang bertujuan untuk memeriksa memori dengan cara mengirimkan sebuah sinyal yang akan ditanggapi otak. Sinyal tersebut berupa sebuah konflik antara hal yang pernah dialami dan hal yang kita pikir pernah kita alami.
Kemudian, ada juga studi lain yang menyebutkan bahwa dejavu terjadi sebagai sebuah peringatan sebelum terserang epilepsi. Pendapat ini berlandaskan laporan klinis bahwa beberapa pasien epilepsi lobus temporal mengalami dejavu.
Lobus temporal merupakan bagian di otak yang berfungsi sebagai tempat untuk membuat dan menyimpan memori. Hubungan antara dejavu dan lobus temporal memang belum diketahui, namun petunjuk terkait hubungan kedua hal tersebut adalah pada pasien penderita epilepsi lobus temporal.
Para ilmuwan juga mendapati sebuah temuan yang menyatakan bahwa peristiwa dejavu disebabkan oleh kerusakan listrik otak. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan individu sehat juga bisa mengalami dejavu.
Hal ini dikarenakan impuls listrik abnormal yang berkontribusi terhadap terjadinya epilepsi juga dapat terjadi dengan orang sehat. Contohnya ketika seseorang mengalami kejang otot pada saat sedang tertidur.
Fenomena dejavu yang dialami individu sehat biasanya dikaitkan dengan ketidakcocokan dalam jalur saraf otak. Ini bisa terjadi karena otak terus berusaha menciptakan seluruh persepsi tentang dunia di sekitar kita dengan masukan yang terbatas.
Sejumlah peneliti mengungkapkan, dejavu yang dialami orang sehat merupakan kesalahan di otak. Kesalahan ini tercipta ketika neuron pengenalan dan keakraban menyala sehingga menyebabkan otak salah menafsirkan masa kini sebagai masa lalu.
(urw/alk)