Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan Zainuddin Amali mengundurkan diri secara informal sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Keputusan ini berkaitan dengan rangkap jabatan Amali usai terpilih Wakil Ketua Umum PSSI.
"Secara resmi, secara tertulis belum. Informal sudah," kata Jokowi kepada wartawan di Jakarta Selatan, dilansir dari detikNews, Selasa (21/2/2023).
Namun Jokowi mengaku baru akan memikirkan pejabat baru di Menpora ketika sudah bertemu dengan Amali. Dia belum berspekulasi soal sosok Menpora baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gantinya nanti kalau sudah ada resminya saya bicara," ujar Jokowi.
Sebelumnya, Amali mengaku telah melapor kepada Presiden Jokowi soal posisinya sebagai Waketum PSSI. Amali menyebut Jokowi telah mengizinkannya fokus menjadi pengurus PSSI.
"Beliau menyampaikan kepada saya, saya diizinkan untuk fokus dan konsentrasi fokus kepada sepakbola," kata Amali di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (20/2).
Amali mengatakan dirinya sudah menyampaikan kepada pengurus PSSI untuk fokus mengurus sepakbola. Presiden Jokowi memahami keinginan Amali.
"Dan beliau menyerahkan kepada saya, karena saya menyampaikan kepada teman-teman, saya harus memilih," ujar Amali.
Rangkap Jabatan Menpora Disoroti
Sebelumnya Ketua Komisi X dari fraksi PKB Syaiful Huda turut menyoroti Menpora Zainuddin Amali yang juga menjadi Waketum PSSI. Rangkap jabatan ini dinilai bisa memicu konflik kepentingan.
"Jadi memang yang terkait langsung kira-kira di mata publik berpotensi terjadi conflict of interest memang Pak Menpora," urai Huda kepada wartawan, Sabtu (18/2).
Huda lantas memaparkan potensi konflik kepentingan terhadap Menpora Zainuddin Amali yang juga sebagai Waketum PSSI.
"Karena secara fatsun beliau sebagai Menpora kan membawahi semua cabang olahraga, sementara sebagai wakil ketua umum PSSI beliau berarti beliau hanya ngurusi terkait sepakbola, padahal posisi beliau sebagai Menpora mengurusi semua cabang olahraga," tutur dia.
Menurut Huda, Jokowi bisa memberikan penilaian terhadap kinerja 2 menteri yang merangkap jabatan itu. Jika kinerja keduanya terganggu, otomatis perlu mundur di salah satu jabatan yang diemban.
"Tentu kita kembalikan ke presiden ya, apakah dengan jabatan baru 2 menteri ini mengganggu kinerja atau tidak. Karena memang ini betul-betul subjektivitas presiden untuk mengukur, memastikan apakah yang bersangkutan perlu mundur atau tidak," imbuhnya.
(sar/asm)