Jamur Mematikan Paling Berbahaya di Dunia, Awas Tertipu!

Jamur Mematikan Paling Berbahaya di Dunia, Awas Tertipu!

Tim detikINET - detikSulsel
Sabtu, 11 Feb 2023 22:10 WIB
jamur beracun
Ilustrasi (Foto: IFL Science)
Jakarta -

Ilmuwan baru saja temukan fakta yang menakutkan mengenai jamur paling berbahaya di dunia. Diketahui, jamur ini tidak lagi bereproduksi seperti dulu, dengan kemampuan tersebut dapat membantu jamur berpindah ke tempat yang baru.

Dilansir dari detikINET, jamur dikenal sebagai salah satu tanaman yang sifatnya beracun. Namun, sebagian besar racun itu hanya menyebabkan rasa yang tidak nyaman sementara pada fisik, ketika dikonsumsi oleh manusia.

Dari 90% kasus kematian akibat jamur, hanya ada satu spesies yang menjadi penyebabnya, yakni Amanita phalloides atau yang disebut jamur death cap (topi kematian). Jamur ini berasal dari Eropa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini para peneliti sudah mengetahui bagaimana jamur berbahaya ini melakukan penyebaran ke seluruh Amerika Utara. Kecepatan dan kemudahan yang ada, menyebabkan kematian di sepanjang jalan penyebarannya, karena orang mengira jamur ini lezat saat diolah, tapi nyatanya malah mematikan.

Di Eropa, A. phalloides menciptakan generasi baru dengan menggabungkan genom satu sama lain. Ternyata, jamur tersebut tidak membutuhkan pasangan untuk bereproduksi.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, dalam sebuah studi yang dipimpin oleh para peneliti di University of Wisconsin-Madison di A. phalloides di AS telah menemukan jamur yang bisa menghasilkan spora menggunakan kromosom satu individu.

Penemuan tersebut berdasarkan pada genom 86 jamur yang telah dikumpulkan di dua wilayah, yakni di California sejak 1993 dan sebagian Eropa sejak 1978. Di antara sampel yang ada, genos pada A. phalloides kelihatannya mampu bereproduksi baik secara seksual maupun aseksual setidaknya selama 17 tahun, dan mungkin selama 30 tahun.

Dalam makalah terbaru yang ditulis para peneliti dijelaskan bahwa, pada tahun 2014 beberapa spesimen dikumpulkan dari dua tempat yang berbeda, dan ditemukan materi genetik yang terkandung sama persis, secara efektif menjadikannya jamur individu yang sama. Individu lain dikumpulkan sebanyak dua kali, yang pertama pada tahun 2004, dan yang kedua dilakukan 10 tahun berikutnya.

"Strategi reproduksi yang beragam dari A. phalloides kemungkinan memfasilitasi penyebarannya yang cepat, mengungkapkan kesamaan yang mendalam antara invasi tumbuhan, hewan, dan jamur," tulisnya.

Diketahui, spora aseksual dapat terbentuk ketika jamur mereplikasi set kromosomnya sendiri menjadi dua paket yang identik. Sedangkan spora seksual terbentuk ketika dua 'orang tua' yang berbeda masing-masing memberikan satu set kromosom mereka kepada keturunannya.

Terdapat banyak spesies jamur yang melakukan reproduksi melalui spora seksual dan aseksual, tergantung pada keadaan. Namun, hingga penemuan baru-baru ini belum ada yang tahu bahwa A. phalloides adalah salah satunya.

Reproduksi seksual memungkinkan spesies berevolusi dan beradaptasi dengan cara memperkenalkan lebih banyak variasi genetik ke dalam suatu populasi. Akan tetapi pada mode aseksual, jamur individu dapat menyebar dengan cepat dan bertahan selama bertahun-tahun dengan sendirinya.

Ketika spora jamur berada pada permukaan yang sekat, maka spora tersebut akan berkecambah dan mulai berbuah. Spora aseksual bisa menyebarkan jamur individu secara jauh dan luas, tanpa memerlukan pasangan kawin atau keturunan yang berbeda secara genetik.

Mulanya, jamur A. phalloides berasal dari Eropa Utara. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, jamur jenis ini mampu menyerang habitat baru di bagian lain Eropa, serta Amerika Utara dan Australia. Hal tersebut bisa terjadi karena terjadi reproduksi aseksual.

Para peneliti menemukan Gen dalam spora aseksual yang dikumpulkan di California sejak tahun 1993 hingga 2015, hasilnya tidak memiliki perbedaan yang jauh dengan spora yang dihasilkan oleh spesies yang sama dan di wilayah yang sama.

Berdasarkan model teoritis, hal ini menunjukkan bahwa A. phalloides merupakan individu yang mampu bertahan selama bertahun-tahun dengan mereplikasi diri mereka sendiri sampai mereka menemukan A. phalloides lain untuk dikawinkan.

"Beberapa keturunan jamur ini kawin, sementara yang lain tidak, dan siklusnya berulang," demikian hipotesis para peneliti.

Jamur jenis ini tidak sama dengan beberapa jamur lainnya yang sering menandakan toksisitasnya dengan warna-warna cerah, penampilan yang death cap. Jamur lainnya cukup mudah untuk menipu manusia atau hewan peliharaan yang mencari camilan enak di hutan atau taman.

Dengan hanya mengkonsumsi setengah jamur beracun ini, sudah bisa mematikan seseorang. Dalam waktu enam jam setelah memakan jamur tersebut, tanpa perlu intervensi medis potensi gagal hati akan segera muncul.

Penyebaran death cap merupakan risiko yang serius bagi kesehatan manusia dan hewan. Pada tahun 2016 lalu, selama wabah death cap lokal yang sangat parah di San Francisco, sebanyak 14 kasus keracunan pada manusia dikaitkan dengan jamur. Biasanya di AS, kasus semacam ini hanya ada beberapa tahun.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan para ilmuwan, saat ini wawasan mengenai penyebaran death cap yang terjadi di Amerika Utara sudah lebih baik. Kemungkinan mereka dapat menyusun strategi untuk menahan risiko tersebut.




(asm/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads