Siswa SMPN 1 Kalukku di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) diwajibkan membayar iuran untuk pembangunan lapangan sekolah sebesar Rp 150 ribu. Orang tua (ortu) siswa lantas keberatan atas kebijakan ini.
Salah satu orang tua siswa, Rabiatul mengaku pembayaran iuran senilai Rp 150 ribu memberatkan orang tua siswa. Dia menuding sekolah bakal menahan ijazah siswa jika tidak membayar iuran tersebut.
"(Iuran) per siswa Rp 150 ribu dari kelas 1-3. Dengan alasan dana BOS-nya kurang Rp 70 juta untuk buat lapangan upacara. (Siswa) diwajibkan bayar kalau tidak ijazahnya tidak dikasih," ungkap Rabiatul kepada detikcom, Sabtu (4/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rabiatul lantas mempertanyakan pengelolaan dana BOS yang harusnya dipakai pihak sekolah untuk biaya membangun lapangan.
"Yang saya pertanyakan ke mana dana BOS-nya, baru pembayarannya (iuran siswa) wajib," terangnya.
Kepsek SMP Ngaku Hasil Keputusan Bersama
Sementara itu, Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 1 Kalukku Nawawi Yusuf mengaku iuran Rp 150 ribu untuk setiap siswa merupakan hasil keputusan bersama orang tua. Hal tersebut sudah melalui rapat bersama orang tua siswa.
"(Pembayaran iuran) berdasarkan keputusan orang tua siswa sendiri," kata Nawawi saat dikonfirmasi, Sabtu (4/2).
Kendati demikian, Nawawi tidak menampik ada beberapa orang tua siswa yang tidak hadir saat keputusan itu ditetapkan meski telah diundang.
"Iya diundang semua, kecuali memang yang tidak datang, ada beberapa orang yang tidak datang itu," imbuhnya.
Lebih lanjut Nawawi menjelaskan, anggaran pengerjaan lapangan sekolah yang dimaksudkan memang tidak termuat dalam dana BOS. Sehingga pihaknya meminta bantuan melalui iuran wajib para siswa.
"Kemudian pembiayaan untuk yang kita mintakan itu tidak dimuat dalam dana BOS," jelasnya.
Kepsek Bantah Tahan Ijazah Siswa
Selain itu, Nawawi juga membantah tudingan akan menahan ijazah siswa yang tidak membayar iuran Rp 150 ribu. Ia menyebut informasi yang diterima orang tua siswa itu bukan dari pihak sekolah.
"Begitu info-info tidak jelas (sumbernya)," kata Nawawi.
Nawawi mengatakan para siswa yang dimintai iuran Rp 150 ribu terdiri dari kelas 1 sampai 3. Dia kemudian menyebut para siswa tersebut belum memiliki ijazah.
"Bagaimana mau dikasih karena belum ada ijazah. Belum ada ijazahnya (siswa)," terangnya.
Ia juga menegaskan bahwa iuran yang diminta ke para siswa tersebut bukanlah pungutan liar (pungli). Ia menegaskan pembayaran iuran berdasarkan hasil rapat bersama orang tua siswa dan pihak sekolah.
"Bukan pungutan itu, karena berdasarkan keputusan orang tua siswa sendiri," terangnya.
(alk/sar)











































