NU berdiri pada 31 Januari 1926 M bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H di Surabaya, Jawa Timur. Sehingga, menurut penanggalan Qamariyah atau Hijriah, NU saat ini tengah memasuki usia 100 tahun atau 1 abad.
Sejarah Berdirinya NU
Dilansir dari laman NU Online, kelahiran NU berawal dari kegigihan kalangan pesantren gigih dalam melawan kolonialisme. Perlawanan dilakukan dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916, Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran) pada tahun 1918.
Organisasi pergerakan dibentuk sebagai wahana pendidikan sosial politik dan keagamaan kaum santri.
Ada pula Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Penjajahan maupun kungkungan tradisi membuat keterbelakangan Bangsa Indonesia, baik secara mental maupun ekonomi. Hal ini lantas menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa melalui jalan pendidikan dan organisasi.
Di sisi lain, Raja Arab Saudi pada masa itu, Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bawah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto.
Namun sebaliknya, gagasan ini mendapat pertentangan dari kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Karena memiliki sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren lantas dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925. Akibatnya, kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Tak patah semangat, dengan minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, kalangan pesantren pun membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz. Komite ini diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud akhirnya mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis. Juga untuk mengantisipasi perkembangan zaman.
Maka setelah berkoordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H pada kalender Hijriah, bertepatan dengan 31 Januari 1926 pada kalender Masehi. Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
Usai resmi berdiri, KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi atau prinsip dasar organisasi ini. Setelah itu juga dirumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.
Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Tema dan Logo Harlah 1 Abad NU
Menyambut hari lahir (Harlah) 1 abad NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengangkat tema "Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru". Pilihan tema itu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW tentang lahirnya pembaharu di setiap 100 tahun atau satu abad.
"Allah SWT setiap 100 tahun membangkitkan di kalangan umat ini pembaharu," kata Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menerjemahkan sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, sebagaimana dilansir dari NU Online, Minggu (29/1/2023).
Selain tema, PBNU juga telah meluncurkan logo peringatan 1 Abad NU pada 2022 lalu. Logo ini dibentuk oleh konfigurasi angka 1 berwarna hijau dan stilisasi angka 2 berbentuk pita berwarna keemasan yang memberi nuansa selebrasi.
Logo ini memiliki makna yang sangat mendalam. Tentunya, sejalan dengan tema peringatan Harlah 1 Abad NU.
Berikut makna dan filosofi logo Harlah NU 2023:
- Angka 1 berwarna hijau menunjukkan seabad kiprah NU dalam menegakkan diri sebagai organisasi umat Islam terbesar.
- Bentuk pita memberi kesan gerakan yang tumbuh, sedangkan melingkupi angka 1 melambangkan visi dan proyeksi NU untuk mendigdayakan NU dalam menjemput abad keduanya dengan kebangkitan baru sebagaimana tema yang diangkat.
- Warna emas pada pita mencerminkan optimisme dan melambangkan visi mulia yang hendak diraih.
Logo peringatan Harlah 1 Abad NU tahun 2023 dapat diunduh secara langsung di sini.
(alk/hmw)