Niat puasa Rajab sekaligus qadha atau mengganti puasa Ramadhan perlu diketahui karena ada ketentuan tertentu berkaitan dengan amalan tersebut. Ketentuan melaksanakan puasa Rajab sekaligus qadha puasa Ramadhan ini telah dijelaskan dalam sejumlah dalil.
Puasa Rajab dapat dilaksanakan sejak mulai masuk bulan Rajab yang merupakan bulan ketujuh dalam kalender Islam. Awal bulan Rajab 1444 Hijriah jatuh pada tanggal 23 Januari 2023 Masehi.
Waktu pelaksanaan puasa Rajab adalah selama masih masuk bulan tersebut. Namun perlu menjadi catatan bahwa puasa ini tidak boleh dilakukan selama 1 bulan penuh karena hukumnya menjadi makruh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika ingin berpuasa selama bulan Rajab, maka dapat dilakukan pada hari-hari utama dalam bulan Rajab seperti pada ayyâmul bîdh atau pertengahan bulan, hari Senin, Kamis, dan Jumat.
Puasa Rajab juga dapat dilaksanakan secara selang-seling. Jika sehari berpuasa, maka besoknya tidak, dan begitu seterusnya.
Niat Puasa Rajab
Sebelum melaksanakan puasa Rajab, tentunya seseorang perlu berniat terlebih dahulu. Niat puasa Rajab ini bisa dilafalkan secara lisan maupun diucapkan dalam hati pada malam hari hingga sebelum masuk waktu imsak.
Adapun niat puasa Rajab yang dibaca pada malam hari, yaitu:
نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَجَبَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Rajaba sunnatan lillâhi ta'âlâ.
Artinya:
"Aku berniat puasa Rajab, sunah karena Allah ta'âlâ."
Selain dibaca pada malam hari, niat puasa Rajab juga boleh dibaca pada saat siang harinya jika seseorang lupa niat pada malam hari. Membaca niat puasa Rajab bisa dilakukan dari pagi hari sampai sebelum tergelincirnya matahari selagi seseorang belum melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Adapun niat puasa Rajab yang dibaca pada siang hari, yaitu:
نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا الْيَوْمِ عَنْ أَدَاءِ شَهْرِ رَجَبَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi 'an adâ'i syahri rajaba lillâhi ta'âlâ.
Artinya:
"Saya niat puasa sunnah bulan Rajab hari ini, sunnah karena Allah ta'âlâ."
Niat Puasa Rajab Sekaligus Qadha Ramadhan
Dikutip dari laman NU Online, ketika seseorang masih mempunyai utang puasa Rajab, maka diperbolehkan untuk meng-qadha-nya bersamaan dengan puasa sunnah Rajab.
Bagaimana bacaan niatnya?
Puasa Rajab sama dengan puasa sunnah lainnya, sah hukumnya jika dilakukan dengan niat berpuasa secara mutlak tanpa menentukan jenis puasanya, cukup dengan melafalkan niat "Saya niat berpuasa karena Allah", tidak harus ditambahkan "karena melakukan kesunahan puasa Rajab".
Sedangkan, jika hendak qadha puasa Ramadhan, maka wajib ditentukan jenis puasanya karena tergolong puasa wajib.
Adapun niat puasa qadha Ramadhan, yaitu:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.
Artinya:
"Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."
Jika, ingin menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa qadha Ramadhan, maka hukumnya sah atau diperbolehkan, pahala keduanya pun bisa didapatkan. Bahkan menurut Syekh al-Barizi, walapun eseorang hanya niat mengqadha puasa Ramadhan, secara otomatis pahala berpuasa Rajab bisa didapatkan.
Hal ini sebagaimana yang didasarkan dari keterangan dalam kitab Fathul Mu'in beserta hasyiyahnya, I'anatuth Thalibin sebagai berikut:
وبالتعيين فيه النفل أيضا فيصح ولو مؤقتا بنية مطلقة كما اعتمده غير واحد (وقوله ولو مؤقتا) غاية في صحة الصوم في النفل بنية مطلقة أي لا فرق في ذلك بين أن يكون مؤقتا كصوم الاثنين والخميس وعرفة وعاشوراء وأيام البيض أو لا كأن يكون ذا سبب كصوم الاستسقاء بغير أمر الإمام أو نفلا مطلقا (قوله بنية مطلقة ) متعلق بيصح فيكفي في نية صوم يوم عرفة مثلا أن يقول نويت الصوم ( قوله كما اعتمده غير واحد) أي اعتمد صحة صوم النفل المؤقت بنية مطلقة وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة ويوم الخميس انتهى
Artinya:
Dan dikecualikan dengan persyaratan ta'yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardhu, yaitu puasa sunah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama. Ucapan Syekh Zainuddin, meski puasa sunah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura' dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunnah mutlak. Ucapan Syekh Zainuddin, dengan niat puasa mutlak, maka cukup dalam niat puasa Arafah dengan niat semisal, saya niat berpuasa. Ucapan Syekh Zainuddin, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama, maksudnya lebih dari satu ulama berpegangan dalam keabsahan puasa sunah dengan niat puasa mutlak. Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab Al-Asna demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan.
Dalam kitab Al-I'ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila bertepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis. (Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha, Fathul Mu'in dan Hasyiyah I'anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman: 224).
(urw/asm)