Keluarga MS (26), jemaah umrah asal Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkap kejanggalan proses hukum soal tudingan pelecehan seksual terhadap wanita asal Lebanon. Kejanggalan itu mulai dari bukti CCTV hingga tidak hadirnya korban saat persidangan.
"Setiap hari kami kontak sama dia dalam durasi dua menit, saya tanyakan semua. Dia bilang waktu di persidangan tidak ada CCTV yang ditunjukkan," ungkap kakak MS, Rosmini kepada detikSulsel, Minggu (22/1/2023).
Selain itu, selama persidangan korban yang disebut wanita asal Lebanon juga tidak pernah hadir. Sehingga tidak ada kesaksian langsung dari korban terkait dugaan pelecehan yang dilakukan MS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Andaikan ada perempuan Lebanon itu yang ditunjukkan sebagai korban, saya akan minta maaf pada perempuan tersebut jika memang saya melakukan kesalahan yang mungkin saya tidak sengaja, karena memang tidak berniat melakukan pelecehan. Saya itu ke Tanah Suci pengen umrah, hanya itu," ujar Rosmini mengutip pernyataan MS.
Dia juga mengatakan aparat penegak hukum setempat tidak pernah mengabari pihak keluarga saat MS akan menjalani sidang. Padahal MS sudah meminta hal tersebut ke polisi dan telah disetujui.
"Yang jelasnya adik saya ini sudah divinonis, sudah dijatuhi hukuman 2 tahun dan denda Rp 200 juta," ujarnya.
Selain itu, Rosmini mengatakan keluarga juga sempat meminta MS untuk didampingi penerjemah dari KJRI Jedah. Polisi disebutnya sudah menyetujui, namun nyatanya penerjemah yang dihadirkan bukan dari KJRI.
"Sampai di pengadilan, ternyata yang jadi penerjemah itu bukan konsulat dari Indonesia, bukan KJRI yang menjadi pendamping adik saya, justru orang-orang yang ada di persidangan itu semuanya menjerat adik saya," bebernya.
MS Divonis 2 Tahun Penjara
Sebelumnya, Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kemenag Sulsel Ikbal Ismail mengatakan MS telah menjalani sidang putusan atas kasus pelecehan seksual tersebut. MS divonis hukuman penjara selama 2 tahun.
"Sementara ini sudah jatuh hukuman dua tahun dan denda 50.000 riyal atau sekitar Rp 200 juta," beber Ismail kepada detikSulsel, Jumat (20/1).
Dia menambahkan, meski putusan sudah diberikan kepada MS, KBRI di Arab Saudi tetap akan melakukan pendampingan. Namun, dia mengaku sulit untuk membuat MS lepas dari hukuman.
"Ya mendampingi terus sampai mudah-mudahan ada keringanan lagi. Tapi (itu) apabila ada bukti-bukti baru yang mematahkan dari hasil kesaksian Askar. Ada CCTV, (jadi) itu yang susah itu," ujarnya.
Selain itu, Ismail juga mengatakan pemerintah juga sulit untuk berkomunikasi dengan korban. Pasalnya korban langsung pulang ke negaranya setelah menjalani ibadah umrah.
"Kalau jemaah umrah langsung pulang kan jadi agak susah. Hanya pihak KBRI sementara mencari cara. Yang jelas KBRI kita ada usaha," imbuhnya.
(asm/ata)