Pasien COVID-19 Siap-siap Berbayar, Penanganan Tak Dianggarkan di APBN 2023

Berita Nasional

Pasien COVID-19 Siap-siap Berbayar, Penanganan Tak Dianggarkan di APBN 2023

Tim detikX - detikSulsel
Selasa, 27 Des 2022 18:18 WIB
Seorang tenaga kesehatan membuang baju hazmat usai bertugas merawat pasien di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa(15/6/2021). Menurut Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran Mayjen TNI Tugas Ratmono, pihaknya menambah jumlah kapasitas tempat tidur menjadi 7.394 dari 5.994 akibat tingginya penularan COVID-19 di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nz
Seorang tenaga kesehatan membuang baju hazmat usai bertugas merawat pasien di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa(15/6/2021). Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Jakarta - Penanganan COVID-19 tidak lagi masuk dalam APBN 2023. Dengan begitu, vaksinasi dan biaya pengobatan pasien COVID-19 tidak lagi ditanggung oleh negara.

Dilansir detikX, Selasa (27/12/2022), belakangan penambahan kasus COVID-19 di Indonesia terbilang landai. Tren pertumbuhan kasus positif juga mengalami penurunan dalam empat pekan terakhir.

Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan penambahan kasus dari sebelumnya mencapai 20-60 ribu per pekan atau 8.000 per hari menjadi hanya 10 ribu kasus per pekan atau 1.400 kasus per hari.

Wiku menjelaskan, secara teori, hawar COVID-19 di Indonesia saat ini sudah memasuki status endemi. Hal ini karena penambahan kasus positif COVID-19 di Indonesia sudah terkendali cukup lama, yakni sejak Maret 2022.

Namun demikian, lanjutnya, status ini belum bisa dinyatakan secara terbuka lantaran masih menunggu keputusan dari World Health Organization (WHO) dan kondisi dari negara-negara lain.

"Kalau secara global sudah terkendali, karena sudah banyak negara endemi, maka pandeminya akan dicabut. Tapi sekarang belum, meskipun Indonesia kasusnya sudah terkendali seperti endemi," ungkap Wiku kepada reporter detikX pekan lalu.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan saat ini pemerintah masih menunggu hasil kajian dari Kemenkes dan Satgas COVID-19 untuk menetapkan pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

"Tergantung kajiannya. Kalau selesai, kita harapkan akhir tahun selesai. Sero survey dan kajiannya dan kajiannya," tutur Jokowi di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, dilansir detikX, Senin (26/12).

Untuk diketahui, Sero survey atau survei serologi adalah kajian untuk menentukan kondisi imun tubuh masyarakat di suatu wilayah atau negara.

Rencana Jokowi mencabut status PPKM menimbulkan beberapa pertanyaan, salah satunya terkait biaya pengobatan pasien COVID-19. Pasalnya, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020, yang menjadi dasar aturan pembiayaan tersebut, tidak menjelaskan secara terperinci sampai kapan biaya pengobatan COVID-19 bakal ditanggung negara.

Sementara, UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara untuk mengatasi pandemi sudah secara tegas membatasi fokus biaya penanganan COVID-19 hanya berlaku sampai akhir 2022. Pemerintah dalam hal ini bakal kembali membatasi defisit fiskal produk domestik bruto (PDB) menjadi 3 persen pada 2023 dan seterusnya.

Sebelumnya, dalam beleid ini, defisit fiskal diperbolehkan lebih dari 3 persen untuk penambahan biaya penanganan COVID-19.

Seorang pejabat Kemenkes menyebut pengobatan pasien COVID-19 pada 2023 tidak lagi ditanggung negara. Pasalnya, anggaran Kemenkes 2023 sudah tidak lagi memasukkan penanganan COVID-19 sebagai salah satu program prioritas. Dengan kata lain, biaya pengobatan pasien COVID-19 pada 2023 tidak lagi ditanggung Kemenkes.

"Pokoknya anggaran yang kita punya itu di luar COVID-19. Karena memang sesuai dengan UU No 2 Tahun 2022 penanganan COVID-19, kan, selesai di tahun 2022. Kecuali kalau ada sesuatu, kita bisa bikin lagi. Cuma posisi saat ini begitu," tutur pejabat Kemenkes ini kepada reporter detikX pekan lalu.

Dari sumber tersebut mengatakan anggaran Kemenkes dipangkas dari sebelumnya Rp 178,7 triliun pada 2022 menjadi hanya Rp 85,5 triliun pada 2023. Dalam anggaran terbaru ini, Kemenkes tidak lagi memasukkan rencana pembelian vaksin, insentif tenaga kesehatan, hingga klaim biaya pengobatan pasien COVID-19.

Dengan begitu, nantinya, selain pasien tidak lagi ditanggung, vaksin COVID-19 tidak lagi menjadi barang gratisan. Masyarakat perlu membayar Rp 150-200 ribu untuk sekali vaksin. Namun ketentuan ini hanya berlaku bagi mereka yang ingin melakukan vaksin keempat dan vaksin pertama saja.

Simak selengkapnya di sini.


(asm/nvl)

Hide Ads