Hari Dongeng Nasional diperingati pada 28 November setiap tahun. Seperti diketahui, dongeng menjadi salah satu budaya yang mengakar di Indonesia.
Hari Dongeng Nasional dideklarasikan pada 28 November 2015 oleh oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) saat itu, Anies Baswedan di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta. Tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Dongeng Nasional merujuk pada tanggal lahir Drs. Suyadi atau lebih dikenal dengan Pak Raden.
Dilansir dari laman resmi Kemdikbud, hari kelahiran Pak Raden ditetapkan sebagai Hari Dongeng Nasional untuk meneladani sosoknya yang memiliki rasa cinta tak terhingga pada anak-anak. Selain itu, Pak Raden dinilai sebagai sosok multitalenta, yang tak hanya pintar mendongeng, namun juga melukis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Momentum deklarasi Hari Dongeng Nasional diikuti oleh para pegiat dongeng di Indonesia di berbagai wilayah. Deklarasi Hari Dongeng Nasional dan acara dongeng bersama pun saat itu dilakukan serentak di Aceh, Medan, Lampung, Palembang, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Nusa Tenggara Barat, Bali, Saparua, Ambon, Sidrap, Majene, Pinrang, Makasar, dan masih banyak lagi.
Sosok Pak Raden
Drs. Suyadi lebih dikenal sebagai sosok Pak Raden dari seri anak-anak Si Unyil. Ia memiliki penampilan khas dengan memakai baju adat Jawa dan blangkon serta berkumis lebat.
Pak Raden biasanya muncul ketika Unyil dan teman-temannya melakukan kekeliruan dan Pak Raden datang untuk memarahi dan memberi petuah kepada mereka.
Drs. Suyadi atau Pak Raden sendiri merupakan sosok yang menciptakan serial Si Unyil. Dikutip dari dokumen lampiran berjudul "Masa Kecil Pak Suyadi Alias Pak Raden: Kalau Mandi Lebih Banyak Menyanyi" yang ditulis Ade Susanto disebutkan bahwa Suyadi alias Pak Raden dilahirkan di sebuah kota kecil Puger, di sebelah selatan Jember, Jawa Timur.
Pak Raden lahir pada 28 November 1932. Dalam keluarga R. Sabekti Wiryokusumo, Pak Raden muncul pada urutan ketujuh, serta masih mempunyai dua orang adik.
Meskipun lahir di Jember, Pak Raden lahir dan dibesarkan di Surabaya. Pak Raden mengatakan dia seringkali mengaku sebagai orang Surabaya atau arek Suroboyo yang dikenal pemberani.
Pada saat usianya 5 tahun, Pak Raden mulai sekolah pada jenjang taman kanak-kanak (TK). Sejak sekolah, menggambar sudah menjadi kegemarannya.
Saking gemarnya dia menggambar, Pak Raden selalu menggambar kapan saja dan di mana saja. Melihat kegemaran sang anak pada dunia menggambar, ayah Pak Raden lantas memfasilitasi dengan memberikan kertas dan pensil warna untuk menggambar.
Selain suka menggambar, Pak Raden juga menyukai mainan lilin. Lilin yang dimainkan itu biasanya dibentuk menjadi orang-orangan.
Ketika usianya tujuh tahun, Pak Raden bersekolah di ELS (Europese Lagere School). ELS merupakan sekolah setingkat SD yang diperuntukkan khusus untuk anak-anak berkulit putih, atau anak Indonesia dari golongan tertentu.
Saat bersekolah di ILS, hanya Pak Raden dan seorang teman perempuannya yang bernama Hartati yang berkulit coklat. Semua gurunya orang Belanda serta bahasa pengantar yang digunakan juga bahasa Belanda, namun ketika di rumah Pak Raden tetap berbicara dengan bahasa Jawa halus dengan kedua orang tuanya.
Setelah masuk di ELS, kegemaran Pak Raden terhadap menggambar terus meningkat. Saat itu Pak Raden bahkan sudah mulai meniru-niru ilustrasi di buku cerita.
Masa kecil Pak Raden banyak dihabiskan dengan bermain, sama seperti anak-anak pada umumnya. Meskipun lebih sering bermain, Pak Raden tetap berprestasi di Sekolah dan selalu menjadi juara kelas.
Pada tahun 1942, Jepang menyerbu Indonesia sehingga semua sekolah-sekolah Belanda ditutup. Tak lama berselang, Pak Raden kembali bersekolah setelah di kampung-kampung didirikan sekolah swasta. Di sinilah Pak Raden mulai belajar bahasa Jawa dan beberapa kesenian Jawa.
Tahun 1945, kekacauan kembali menimpa tanah air ketika Sekutu mendarat di Indonesia. Perang yang terjadi di mana-mana mengharuskan keluarga Pak Raden mengungsi ke Madiun dan tinggal di rumah kakeknya.
Saat Pak Raden tinggal di rumah kakek selama tiga tahun, dia sempat melanjutkan sekolah ke tingkat SMP. Saat SMP, Pak Raden banyak menghabiskan waktunya di sanggar kesenian Jawa bernama Siswosukulo saat pulang sekolah.
Kegemaran Pak Raden terhadap dunia seni pun semakin berkembang. Di sanggar kesenian tersebut, Pak Raden mulai belajar menari dan mendalang.
Selama mengungsi, keluarga Pak raden ditimpa musibah, bapaknya jatuh sakit dan meninggal dunia. Sesampai di Surabaya, rumah mereka telah hangus dibakar oleh sekutu karena dijadikan markas para pemuda.
Meskipun kehidupan keluarga Pak Raden kala itu kurang beruntung, Pak Raden masih bisa melanjutkan sekolah ke Voorbereidend Hoger Onderwijs. Sekolah tersebut merupakan sekolah tingkat SMA atau sekolah persiapan masuk perguruan tinggi.
Kuliah Seni di ITB dan Mulai Belajar Melukis
Pak Raden selanjutnya melanjutkan pendidikannya, dia belajar Seni Rupa di Institut Teknologi Bandung (ITB) setelah tamat SMA. Selama berkuliah, Pak Raden juga banyak berkecimpung di dunia kesenian, kegemarannya adalah menonton pertunjukan dan belajar kesenian.
Pak Raden beruntung karena saat itu mendapat tempat untuk menyalurkan hobinya di sebuah sanggar di Jalan Naripan yang bernama Sanggar Jiwa Mukti. Selain ke sanggar, Pak Raden kala itu juga sering bermain di kelompok-kelompok teater, salah satu tempat yang paling sering didatangi oleh Pak Raden adalah Studi Klub Teater Bandung.
Saat kuliah di ITB, Pak Raden juga mulai belajar melukis. Selama kuliah, Pak Raden mampu memenuhi kebutuhannya berkat kepiawaiannya dalam menggambar, dia bahkan mendapat beasiswa untuk belajar film animasi di Prancis.
Membuat Film Si Unyil
Sejak dulu, Pak Raden mempunyai cita-cita menjadi seorang seniman seperti Walt Disney. Sejak kecil dia juga ingin menjadi dalang. Belajar membuat animasi saat di Perancis menjadi pembuka jalan baginya untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Saat di Paris, Pak Raden pernah praktek membuat sebuah iklan animasi untuk obat jerawat. Sepulangnya ke Indonesia, dia juga beberapa kali terlibat dalam pembuatan film kartun, karya Pak Raden dengan durasi paling panjang saat itu adalah dongeng klasik berjudul Timun Mas yang durasinya sekitar 17 menit.
Suatu ketika, dia diajak oleh Pak Kurnaen untuk membuat film Si Unyil. Sebenarnya tokol Unyil sudah ada di benak Pak Karnaen sejak tahun 1965.
Pak Karnaen kemudian meminta Pak Raden untuk merancang bentuk-bentuk boneka, kostum, serta desain lainnya untuk mewujudkan film Si Unyil. Kemudian lahirlah "Si Unyil ke Rimba" yang saat itu masih hitam putih dan masa putar hanya 10 menit.
Saat itu, film pendek Si Unyil terbilang berhasil sehingga Penas yang saat itu bernama PFN (Perum Film Nasional) meminta agar film Si Unyil dibuat lagi dengan durasi 60 menit. Sayangnya film yang rencananya diputar di sekolah-sekolah itu musnah karena Penas kebanjiran.
Untungnya, lahir rencana untuk mengangkat Si Unyil menjadi serial televisi. Pak Raden merasa cukup tertantang karena saat itu film anak-anak yang tayang di TVRI rata-rata buatan luar negeri.
Menjelang pembuatan Si Unyil, mendadak Pak Raden mendapat undangan dari Toyota ke Jepang bersama Kak Seto. Akhirnya, pembuatan Si Unyil baru dimulai sepulangnya Pak Raden dari Jepang, hari pertama pembuatan film itu 13 November 1979.
Seiring dengan perjalanannya film Si Unyil pun kian digemari, bahkan sempat diputar di bioskop. Tokoh-tokoh dalam film Si Unyil kemudian ditambahkan.
Pada mulanya semua tokoh dalam film Si Unyil karakternya baik. Karena itulah muncul ide untuk menciptakan tokoh antagonis, hingga lahir lah tokoh Pak raden yang menjadi tokoh antagonis pertama dalam film Si Unyil.
Saat itu, beberapa orang dicoba untuk mengisi suara tokoh Pak Raden. Namun, justru suara Pak Suyadi alias Pak Raden yang dianggap cocok untuk mengisi suara tokoh tersebut.
(urw/alk)