Guntur Hamzah resmi dilantik menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan guru besar besar Unhas Aswanto yang dicopot DPR RI. Istana Negara pun buka suara terkait kontroversi pencopotan Aswanto jadi hakim konstitusi.
"Jadi pertama ya dalam sistem ketatanegaraan kita ini kan ada lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan presiden tidak bisa mengubah keputusan yang sudah ditetapkan lembaga negara yang lain dalam hal ini adalah DPR," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno di Istana Negara, Jakarta Pusat, dilansir dari detikNews, Rabu (23/11/2022).
Menurut Pratikno, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa mengubah keputusan dari lembaga lain. Kebijakan ini sudah ditetapkan oleh DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi presiden tidak bisa mengubah keputusan yang telah ditetapkan oleh DPR, dalam hal ini adalah pengusulan penggantian hakim MK," sambung Pratikno.
Pratikno menerangkan ada kewajiban administratif presiden untuk menindaklanjuti keputusan DPR ke dalam Keppres sebagaimana diatur dalam UU MK. Langkah Jokowi menerbitkan Keppres pengangkatan Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi merupakan kewajiban administratif.
"Jadi atas dasar itu kemudian presiden sudah menerbitkan Keppres Nomor 114 Tahun 2022," jelas Pratikno.
Pratikno mengatakan pelantikan digelar hari ini lantaran kesibukan Jokowi. Sebelumnya Jokowi mengikuti serangkaian agenda padat mulai dari KTT ASEAN, KTT G20, hingga KTT APEC.
Sebelumnya, Guntur Hamzah resmi menjadi hakim konstitusi di Istana Negara pada Rabu (23/11) pagi. Guntur membacakan sumpah jabatan di depan Presiden Jokowi.
"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta berbakti kepada nusa dan bangsa," demikian petikan sumpah yang dibacakan Guntur.
Aswanto merupakan hakim MK sejak 21 Maret 2014 hingga 21 Maret 2019. Pada periode kedua, Aswanto mengadili dan menyetujui UU MK yang memperpanjang masa jabatannya sehingga menjadi pensiun pada 21 Maret 2029.
Untuk jabatan struktural, Aswanto adalah Wakil Ketua MK sejak 26 April 2018. Aswanto mengenyam pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Unhas tahun 1986 dan merupakan guru besar Ilmu Pidana Unhas.
Pertimbangan MK Soal Penggantian Aswanto
Sebagaimana diketahui, penggantian hakim konstitusi Aswanto oleh DPR bermula saat MK memutus putusan judicial review UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Dalam putusan itu disebutkan hakim konstitusi diperpanjang dari 5 tahun menjadi 15 tahun atau pensiun di usia 70 tahun.
Lalu bagaimana status hakim konstitusi yang aktif sebagaimana tertuang dalam Pasal 87 huruf b UU 7/2020? Apakah mengikuti UU baru atau UU lama?
Nah, dalam pertimbangannya, MK menyatakan perlu meminta konfirmasi ke pihak pengusul, yaitu DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung (MA). Apakah akan tetap atau dilanjutkan. Berikut pertimbangan lengkap MK yang dikutip detikcom, Selasa (11/10/2022):
Menimbang bahwa setelah jelas bagi Mahkamah akan niat sesungguhnya (original intent) dari Pembentuk Undang-Undang dalam pembentukan UU 7/2020, maka Mahkamah berpendapat ketentuan Pasal 87 huruf b UU 7/2020 tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pembacaan atas rumusan Pasal 87 huruf b UU 7/2020 menurut Mahkamah harus dipahami semata-mata sebagai aturan peralihan yang menghubungkan agar aturan baru dapat berlaku selaras dengan aturan lama.
Bahwa untuk menegaskan ketentuan peralihan tersebut tidak dibuat untuk memberikan keistimewaan terselubung kepada orang tertentu yang saat ini sedang menjabat sebagai hakim konstitusi, maka Mahkamah berpendapat diperlukan tindakan hukum untuk menegaskan pemaknaan tersebut. Tindakan hukum demikian berupa konfirmasi oleh Mahkamah kepada lembaga yang mengajukan hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat.
Konfirmasi yang dimaksud mengandung arti bahwa hakim konstitusi melalui Mahkamah Konstitusi menyampaikan pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatannya yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi kepada masing-masing lembaga pengusul (DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung).
Atas putusan MK yang dibacakan pada 20 Juni 2022 itu, Ketua MK lalu mengirimkan surat pemberitahuan kepada DPR, Presiden dan MA soal putusan itu. Atas permintaan konfirmasi itu, DPR menyatakan tetap melanjutkan dua utusannya yaitu Wahiduddin Adams dan Arief Hidayat. Sedangkan Aswanto diganti Guntur Hamzah.
"Keputusan DPR tersebut adalah tindakan konstitusi DPR sebagai respons terhadap tindakan hukum yang dilakukan oleh MK dengan mengirimkan Surat Kepada DPR RI Nomor 3010/KP.10/07/2022 perihal Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Tentang Uji Materi Terhadap UU MK Nomor 7 Tahun 2020," kata anggota Komisi III DPR, Habiburokhman.
Menyusul DPR, MA juga menjawab surat dari MK itu. Mahkamah Agung (MA) menilai surat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sah sehingga MA menjawabnya. Dalam suratnya, Ketua MK meminta pemberitahuan tentang konfirmasi terkait status 3 hakim konstitusi dari MA, apakah dilanjutkan atau dikocok ulang.
"Surat MK itu kami terima dan fahami sebagai tindak lanjut dari perubahan UU MK Nomor 7/2020 jo putusan MK terkait hakim MK untuk konfirmasi berupa pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatan hakim konstitusi dari usulan MA," kata jubir MA, Andi Samsan Nganro, kepada wartawan, Rabu (19/10/2022).
Karena menilai surat pemberitahuan tentang konfirmasi itu sah, MA membahasnya dalam Rapat Pimpinan MA pada 12 Oktober 2022.
"Maka surat tersebut dibahas di dalam Rapat Pimpinan MA. Dalam Rapim tersebut hasilnya disepakati untuk menjawab surat tersebut sebagaimana surat Ketua MA a quo," ujar Andi Samsan Nganro.
Hasil Rapim MA itu menyepakati melanjutkan tiga hakim MK dari unsur MA.
(sar/asm)