22 Rumah di Sulbar Retak gegara Tanah Bergerak, Warga Ramai-ramai Mengungsi

22 Rumah di Sulbar Retak gegara Tanah Bergerak, Warga Ramai-ramai Mengungsi

Abdy Febriady - detikSulsel
Selasa, 15 Nov 2022 17:22 WIB
Fenomena tanah bergerak di Mamasa, Sulbar.
Foto: Dokumen Istimewa
Mamasa -

22 Unit rumah warga di Desa Rantetangnga dan Kelurahan Tawalian, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) retak akibat fenomena tanah bergerak. Kondisi ini memaksa sebagian pemilik rumah untuk mengungsi.

"Penyebabnya karena intensitas hujan betul-betul hampir setahun ini, itu air masuk semua ke sela retakan, sehingga mengakibatkan tanah bergerak," ujar Buntu Minanga, seorang warga setempat kepada wartawan, Selasa (15/11/2022).

Fenomena tanah bergerak mulai terjadi sejak Rabu lalu (9/11) lalu. Fenomena ini berdampak ke pemukiman warga di Desa Rantetangnga dan Kelurahan Tawalian, Kecamatan Tawalian, Mamasa, Sulbar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Buntu, dari 10 rumah warga di Kelurahan Tawalian yang terdampak fenomena tanah bergerak, lima di antaranya telah ditinggal pergi pemiliknya yang mengungsi ke rumah sanak keluarga. Kelima rumah tersebut terancam ambruk, akibat retakan pada bagian lantai dan dinding.

"Untuk di Kelurahan Tawalian ada sekira sepuluh rumah yang terdampak, ada lima keluarga yang sudah mengungsi ke rumah keluarga," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Sementara di Desa Rantetangnga, tercatat ada sedikitnya 12 rumah warga terdampak fenomena tanah bergerak. Selain itu, satu rumah ibadah juga ikut mengalami kerusakan. Bahkan satu rumah telah ditinggal pergi pemiliknya.

"Perkampungan yang berada di Desa Rantetangnga, belasan rumah yang kena dampak, termasuk satu rumah ibadah," ujar Kepala Dusun Rantetangnga, Bartolomeus yang dikonfirmasi terpisah.

Fenomena tanah bergerak di Mamasa, Sulbar.Fenomena tanah bergerak di Mamasa, Sulbar. Foto: Dokumen Istimewa

Selain karena curah hujan tinggi, Bartolomeus menyebut fenomena tanah bergerak ini terjadi karena ketiadaan saluran air di sekitar pemukiman warga. Tanah pemukiman menjadi labil usai diguyur hujan deras.

"Karena ketiadaan drainase, yang kedua adalah karena barangkali curah hujan begitu tinggi di kabupaten Mamasa," tuturnya.

Bartolomeus berharap kepada pemerintah untuk segera melakukan upaya penanganan, mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan.

"Harapan kami sebagai masyarakat, kami mohon kepada pemerintah, supaya turun tangan untuk membantu masyarakat yang ada di wilayah Rantetangnga, khususnya di wilayah Limbong Lopi yang begitu terdampak pergerakan tanah yang kita lihat secara langsung bersama-sama," pungkasnya.




(hmw/asm)

Hide Ads