Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado mencatat sejumlah dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam eksekusi lahan warga Kalasey Dua di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut) oleh Pemprov Sulut. Sejumlah dugaan pelanggaran HAM itu dilakukan di saat bersamaan.
Sejumlah dugaan pelanggaran HAM yang dicatat LBH Manado antara lain, hak hidup, hak atas standar hidup yang layak, hak atas pangan, hak atas pekerjaan, hak bebas dari penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi, hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak atas rasa aman dan bebas dari ancaman dan intimidasi.
Ketua LBH Manado Frank T Kahiking mengatakan penggusuran yang dilakukan Pemprov Sulut tersebut tanpa dasar pustusan hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penggusuran paksa itu dilakukan tanpa adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap terhadap lahan perkebunan seluas 20 hektare, padahal lahan tersebut sedang dikuasai oleh petani Kalasey Dua sejak awal kemerdekaan," kata Ketua LBH Manado Frank T Kahiking dalam keterangan tertulis diterima detikcom, Rabu (9/11/2022).
Lebih lanjut Frank menjelaskan bahwa SK hibah Gubernur Sulut kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang menjadi landasan penggusuran itu pun sedang disengketakan. Bahkan sengketa tersebut saat ini dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung.
Penggusuran Dikawal 100 Anggota Polisi
Penggusuran dilakukan dengan pengawalan kurang lebih 100 anggota Polresta Manado. Dua unit excavator meratakan tanaman warga berupa kelapa, pisang, dan tanaman hortikultura lainnya.
Hal ini mengakibatkan para petani di wilayah tersebut kehilangan sumber mata pencarian. Selain itu, aparat juga diketahui melakukan kekerasan fisik terhadap masyarakat setempat yang mengakibatkan 8 orang terluka.
"Akibatnya, petani kehilangan sumber mata pencarian dan sumber makanan untuk keluarga," ujarnya.
"Para korban mengalami luka memar, luka robek, kaki pincang, dan trauma psikis. Di mana 2 orang korban merupakan perempuan dan 2 orang lainnya adalah lansia," katanya.
Polisi Tanggap 46 Warga hingga Jurnalis
Aparat bahkan bertindak lebih jauh dengan melakukan penangkapan terhadap 46 orang warga. Sebanyak 6 orang di antaranya adalah petani, 14 orang perempuan, dan 2 orang jurnalis.
"Aparat polisi menangkap warga secara acak lalu ditarik secara paksa, mereka dibawa ke Polresta Manado dan diinterogasi oleh penyidik di Satreskrim Polresta Manado," terangnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya.
"Mereka lalu ditarik paksa oleh sejumlah 4 anggota Satpol PP kemudian dinaikan ke mobil dinas Polresta Manado dan dibawa ke Polresta Manado," imbuhnya.
Saat ini, sebanyak 40 anggota Polresta Manado dan Satpol PP melakukan penjagaan dengan menduduki pos-pos yang ada di lokasi penggusuran. Akibatnya, beberapa petani menjadi takut dan belum berani melakukan aktivitas di sekitar lahan perkebunan.
"Mereka mengalami trauma akibat peristiwa penggusuran yang dilakukan aparat kepolisian dan satpol PP," katanya.
Dugaan Pelanggaran HAM dari Gubernur hingga Kepolisian
Frank menyebutkan pelanggaran HAM yang dilakukan kepada Kalasey Dua tidak hanya melibatkan Gubernur Sulut. Tetapi juga ikut di dalamnya Menteri Parekraf RI hingga pihak kepolisian Sulut.
"Pelanggaran itu dilakukan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri oleh Gubernur Sulut, Menteri Parekraf RI, Kapolresta Manado, Kabag Ops Polresta Manado, Kasat Reskrim Polresta Manado, Komandan Brimob Polresta Manado, Kasatpol PP Sulut, serta anggota Polresta Manado dan anggota Satpol PP Sulut," pungkasnya.
Simak Video "Video: Eksekusi Lahan di Polman Ricuh, Polisi Dilempari Molotov"
[Gambas:Video 20detik]
(alk/hsr)