LBH Manado Temukan Dugaan Pelanggaran HAM Saat Eksekusi Lahan Petani Minahasa

Sulawesi Utara

LBH Manado Temukan Dugaan Pelanggaran HAM Saat Eksekusi Lahan Petani Minahasa

Trisno Mais - detikSulsel
Rabu, 09 Nov 2022 23:23 WIB
Eksekusi lahan di Minahasa, Sulut berakhir ricuh.
Foto: Eksekusi lahan di Minahasa, Sulut berakhir ricuh. (dok. istimewa)
Minahasa -

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado menemukan dugaan pelanggaran HAM dalam eksekusi lahan warga Kalasey Dua di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut) oleh Pemprov Sulut. LBH menyebut eksekusi lahan warga tersebut dilakukan tanpa putusan hukum tetap.

"Penggusuran paksa itu dilakukan tanpa adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap terhadap lahan perkebunan seluas 20 hektare, padahal lahan tersebut sedang dikuasai oleh petani Kalasey Dua sejak awal kemerdekaan," kata Ketua LBH Manado Frank T Kahiking dalam keterangan tertulis diterima detikcom, Rabu (9/11/2022).

Frank mengatakan SK hibah Gubernur Sulut kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang menjadi landasan penggusuran itu pun sedang disengketakan. Bahkan sengketa tersebut saat ini dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penggusuran dilakukan dengan pengawalan kurang lebih 100 anggota Polresta Manado. Dua unit excavator meratakan tanaman warga berupa kelapa, pisang, dan tanaman hortikultura lainnya.

"Akibatnya, petani kehilangan sumber mata pencarian dan sumber makanan untuk keluarga," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Frank menuturkan dalam penggusuran tersebut aparat melakukan kekerasan fisik terhadap warga dan menembakkan gas air mata. Menurutnya 8 orang petani mengalami pemukulan hingga cacian dengan sebutan binatang.

"Para korban mengalami luka memar, luka robek, kaki pincang, dan trauma psikis. Di mana 2 orang korban merupakan perempuan dan 2 orang lainnya adalah lansia," katanya.

Aparat bahkan bertindak lebih jauh dengan melakukan penangkapan terhadap 46 orang warga. Sebanyak 6 orang di antaranya adalah petani, 14 orang perempuan, dan 2 orang jurnalis.

"Aparat polisi menangkap warga secara acak lalu ditarik secara paksa, mereka dibawa ke Polresta Manado dan diinterogasi oleh penyidik di Satreskrim Polresta Manado," terangnya.

Selanjutnya aparat juga menghalangi 2 orang pengacara publik pada saat melakukan pendampingan terhadap petani. Keduanya hendak menemui pimpinan anggota kepolisian yang berada di lokasi.

"Mereka lalu ditarik paksa oleh sejumlah 4 anggota Satpol PP kemudian dinaikan ke mobil dinas Polresta Manado dan dibawa ke Polresta Manado," imbuhnya.

Saat ini, sebanyak 40 anggota Polresta Manado dan Satpol PP melakukan penjagaan dengan menduduki pos-pos yang ada di lokasi penggusuran. Akibatnya, beberapa petani menjadi takut dan belum berani melakukan aktivitas di sekitar lahan perkebunan.

"Mereka mengalami trauma akibat peristiwa penggusuran yang dilakukan aparat kepolisian dan satpol PP," katanya.

Dari peristiwa penggusuran tersebut LBH Manado mencatat telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia antara lain, hak hidup, hak atas standar hidup yang layak, hak atas pangan, hak atas pekerjaan, hak bebas dari penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi, hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak atas rasa aman dan bebas dari ancaman dan intimidasi.

"Pelanggaran itu dilakukan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri oleh Gubernur Sulut, Menteri Parekraf RI, Kapolresta Manado, Kabag Ops Polresta Manado, Kasat Reskrim Polresta Manado, Komandan Brimob Polresta Manado, Kasatpol PP Sulut, serta anggota Polresta Manado dan anggota Satpol PP Sulut," pungkasnya.




(hsr/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads