Peringatan Rektor Unhas ke Dekan FEB-7 Profesor soal Polemik Pengunduran Diri

Peringatan Rektor Unhas ke Dekan FEB-7 Profesor soal Polemik Pengunduran Diri

Tim detikSulsel - detikSulsel
Jumat, 04 Nov 2022 07:40 WIB
Prof Jamaluddin Jompa.
Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa. Foto: (dok. istimewa)
Makassar -

Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Jamaluddin Jompa memberikan peringatan kepada Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan tujuh guru besarnya soal polemik pengunduran diri. Jamaluddin menegaskan pentingnya saling menghargai.

"Dekan memiliki kewenangan untuk tidak (memberikan dosen) mengajar sekalipun. Itu haknya dekan. Karena dia dipilih oleh masyarakatnya, ditetapkan oleh rektor," jelas Jamaluddin Jompa kepada detikSulsel, Kamis (3/11/2022).

Di sisi lain, Jamaluddin menegaskan hak prerogatif tersebut juga tidak boleh dilakukan sembarangan. Dekan tetap perlu memiliki dasar yang jelas agar keputusannya dapat dipertanggungjawabkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dekan juga harus mempertanggungjawabkan itu. Kenapa dia tidak memberi lagi tugas (mengajar) kepada yang bersangkutan," tegasnya.

"Kalau di dalamnya dia enggak senang misalnya karena dianggap tidak perfom itu haknya dekan. Tentu kita bisa klarifikasi. Yang bersangkutan (dosen) juga berhak untuk meminta klarifikasi kenapa," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Dia kemudian mengingatkan kepada para dosen untuk tetap saling menghargai. Menurut Jamaluddin, leadership di sebuah organisasi merupakan sesuatu yang penting agar dapat berjalan dengan baik dan sehat.

"Tapi tidak bisa dianggap ini sejajar. Kalau semua anak buah merasa menjadi bos kan kacau," ucapnya.

"Saya bilang, leadership dekan harus dihargai. Demikian pula saya minta dekan untuk menerapkan prinsip-prinsip organisasi yang sehat, yang kemudian inklusif, adil terhadap semua," katanya.

Saling Memaafkan

Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa sebelumnya telah mengungkapkan jika para guru besar sudah saling memaafkan dengan Dekan FEB Prof Abdul Rahman Kadir. Namun pihaknya masih tetap melakukan upaya perbaikan.

"Saya sudah minta kemarin untuk saling memaafkan. Ya mereka sudah saling memaafkan walaupun barangkali masih ada luka-luka yang tersisa, tapi kami akan memantau ini untuk perbaikan ke dalam," kata Jamaluddin kepada detikSulsel, Kamis (3/11).

Jamaluddin juga menegaskan ketujuh guru besar tersebut tidak mengundurkan diri sebagai dosen di Unhas. Mereka hanya menyatakan diri untuk berhenti mengajar saja.

"Saya sudah pertemukan kemarin. Dan mereka juga tidak menyatakan mundur jadi dosen. Hanya mundur untuk mengajar. Itu juga saya sampaikan bahwa tidak ada istilah untuk mengundurkan diri mengajar karena itu penugasan," tegasnya.

Dia pun mengakui persoalan ini masih perlu dituntaskan dengan baik. Makanya, dia menyerahkan hal ini untuk diselesaikan di internal fakultas.

"Memang belum tuntas 100 persen ya. Saya masih harus terus mendesak semua pihak untuk carilah solusi internal. Sebagai pendidik kan kita harus lebih bijak, lebih cool," ujarnya.

Simak pengakuan guru besar di halaman selanjutnya.

Pengakuan Guru Besar FEB Unhas

Kasus mundurnya tujuh guru besar FEB Unhas awalnya disebut dipicu kebijakan dekan fakultas. Sejumlah guru besar mengaku dipaksa meluluskan mahasiswa S3 di Program Studi (Prodi) Manajemen.

Intervensi itu diungkap beberapa guru besar melalui surat pengunduran dirinya yang akhirnya bikin heboh. Dalam surat pengunduran diri itu disampaikan adanya kebijakan dekan yang memaksa untuk memberikan nilai kepada mahasiswa yang tidak layak mendapatkannya.

Adapun ketujuh guru besar tersebut ialah Prof Muhammad Idrus Taba, SE., M.Si, Prof Dr Idayanti Nusyamsi, SE, MSi, Prof Dr Siti Haerani, SE, MSi, Prof Dr Cevi Pahlevi, SE, MSi, Prof Dr Haris Maupa, SE, MSi, Prof Dr Muhammad Asdar, SE, MSi, dan Prof Dr Mahlia Muis, SE, MSi, CIPM.

Prof Dr Siti Haerani, SE, MSi dalam surat pengunduran dirinya mengungkapkan bahwa ada intervensi dekan dalam pemberian nilai mahasiswa S3. Dia diminta meluluskan mahasiswa yang tidak pernah mengikuti perkuliahan tanpa alasan yang jelas.

"Adanya intervensi Dekan dalam pemberian nilai mahasiswa mata kuliah yang saya ampu pada Program S3 dimana saya diminta untuk meluluskan mahasiswa yang sama sekali tidak memenuhi syarat untuk diluluskan (nol kehadiran padahal perkuliahan dilakukan secara online, tidak ada tugas, tidak ikut ujian, tidak ada komunikasi dengan dosen, baik melalui chat WhatsApp pribadi maupun group, untuk menyampaikan alasan ketidakhadirannya pada perkuliahan) hingga keluarnya nilai di akhir semester, justru yang sibuk mencarikan alasan yang tak masuk akal dan mengada-ada adalah Dekan FEB sendiri," tulis surat pengunduran diri Prof Siti Haerani.

Buntut dari intervensi tersebut, Siti Haerani mengaku diberi hukuman dari fakultas. Hukuman tersebut berupa tidak dilibatkan dalam kegiatan mengajar, membimbing, dan menguji tanpa alasan akademis dan pertimbangan yang rasional.

"Tanpa alasan akademis dan pertimbangan yang objektif dan rasional, Dekan FEB telah sewenang-wenang 'menghukum saya' secara tidak pantas, tidak adil dan tak beretika atas kasus no 1 di atas dengan cara tak melibatkan saya sama sekali pada kegiatan mengajar, membimbing dan menguji mulai pada semester Akhir TA 2021-2022 hingga saat ini. Hal ini amat sangat menciderai perasaan saya sebagai dosen, Guru Besar yang bisa dianggap tidak kompeten oleh mahasiswa dan rekan dosen," ungkapnya.

Halaman 2 dari 2
(asm/hmw)

Hide Ads