Psikolog meminta masyarakat untuk berhenti menyebarluaskan rekaman pesan suara atau voice note (VN) ibu rumah tangga (IRT) inisial B (37) yang tega membunuh kedua anaknya dan ditemukan tewas tergantung. Hal ini lantaran itu bisa berdampak negatif dan menjadi pemicu kasus serupa pada golongan orang tertentu.
Rekaman suara itu merupakan pesan terakhir B kepada suaminya yang dikirim melalui pesan Whatsapp, sesaat sebelum ia ditemukan tewas di rumahnya bersama 2 anaknya. Belakangan rekaman suara berbahasa Bugis itu ramai dibagikan di media sosial lengkap dengan terjemahannya.
Psikolog Pendalaman Klinis, Remaja, dan Keluarga Istiana Tajuddin mengatakan persepsi orang yang mendengar rekaman wasiat tersebut tidak bisa dipastikan. Begitu pula kondisi mental setiap orang yang mendengarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak pernah tahu bagaimana persepsinya orang ketika mendengarkan rekaman itu. Kita tidak pernah paham orang yang mendengar itu dalam kondisi bagaimana," jelas Istiana Tajuddin kepada detikSulsel, Rabu (21/9/2022) malam.
Sehingga, menurutnya rekaman tersebut bisa saja justru menjadi referensi bagi orang-orang dengan kondisi psikologis tertentu. Terutama bagi orang yang mengalami kelelahan psikologis yang berat.
"Jadi bisa saja orang yang mendengar menjadikan itu sebagai referensi untuk menyelesaikan masalahnya juga, ketika mungkin dia dalam kondisi kelelahan psikologis yang cukup berat juga," kata Istiana.
Masyarakat Indonesia, lanjut Istiana, umumnya memiliki kultur "cocoklogi", yakni menyamakan kondisi orang lain dengan dirinya. Sehingga hal ini memungkinkan orang dengan kondisi kelelahan mental melakukan "cocoklogi" untuk melakukan langkah penyelesaian serupa dengan IRT berinisial B tersebut.
Sehingga ia menilai rekaman tersebut berbahaya jika terus disebar dan didengar berulang. Untuk itu, ia mengimbau agar pengguna media sosial lebih bijak untuk tidak semakin menyebarluaskan rekaman tersebut.
Selain itu, Ia juga meminta agar pengguna media sosial tidak mengulang-ulang mendengar isi rekaman yang ada.
"Sebaiknya tidak ikut menyebarluaskan. Terus kemudian tidak terus mengulang-ulang. Karena kita punya kerentanan psikologis yang berbeda-beda," imbaunya.
Di sisi lain, dua anak IRT berinisial B yang masih hidup juga menjadi perhatian Istiana. Pasalnya, rekaman tersebut juga akan mempengaruhi psikologi sang anak.
"Jangan sampai kita masyarakat yang menciptakan penyakit psikologis yang semakin berat pada orang-orang tertentu," pesannya.
Ia juga berpesan agar semua orang bisa lebih peduli dengan kondisi mental diri sendiri dan sekitarnya.
"Mungkin saja orang di sekitar kita butuh didengar tapi kita terlalu sibuk dengan diri sendiri atau dunia luar," pungkasnya.
(alk/asm)