Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Enrekang mengklaim telah merealisasikan 86 persen dari total pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp 400 miliar yang dikelola. Meski serapan PEN sudah tinggi, sejumlah jalan penghubung desa masih rusak.
"Pemanfaatan dana PEN yang sebesar Rp 400 miliar lebih itu sudah mencapai 86 persen. Dimana peruntukannya itu sekitar 70 persen untuk perbaikan jalan antardesa di Enrekang," kata Bupati Enrekang, Muslimin Bando kepada detikSulsel, Selasa (23/8/2022).
Muslimin merincikan, beberapa sektor pencapaian memakai dana PEN, yakni perbaikan jalan 96,7%, jembatan 10,7%, pembangunan pasar 90,9%, bidang kesehatan 100% dan pembangunan sarana olahraga 100%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sudah lihat dampaknya, banyak masyarakat sudah terbantu dengan adanya PEN ini. Dulunya jalan rusak yang sulit dilalui, sekarang lancar, hasil kebun lebih cepat sampai diperjualbelikan," ungkapnya.
Muslimin menambahkan, pihaknya tidak lagi fokus pembangunan fisik tahun depan. Muslimin berdalih perbaikan jalan yang diakomodir lewat dana PEN bisa dituntaskan seluruhnya tahun ini.
"Mungkin ada sedikit-sedikit, kalau kita ada Dana Alokasi Khusus (DAK). Ini sudah bagus semua, jadi tidak terlalu fokus ke sana lagi," beber Muslimin.
Namun saat ini sejumlah jalan penghubung desa masih rusak. Di antaranya, jalan poros Desa Ledan Kecamatan Buntu Batu ke kecamatan Bungin. Jalan ini pun sempat viral setelah sejumlah anak sekolah SMA Negeri 8 Enrekang melewati jalan rusak yang penuh lumpur tersebut.
Kepala Desa Ledan, Marwan mengutarakan, dirinya sudah melaporkan kondisi jalan tersebut ke Pemkab Enrekang. Namun, hanya dijanji diperbaiki menggunakan dana bantuan provinsi.
"Tahun ini sebenarnya sudah dijanji untuk diperbaiki katanya memakai dana bantuan provinsi. Tapi ditunda tahun depan, saya juga tidak tahu kenapa," ucapnya.
Tak hanya itu, warga lingkungan Sudda, Kecamatan Enrekang hingga saat ini juga belum memiliki akses jembatan. Sehingga warga setiap harinya harus menyeberangi sungai menggunakan sampan agar bisa mencapai wilayah perkotaan Enrekang.
"Sudah puluhan tahun kita begini. Sudah lama sekali. Kalau warga mau ke pasar harus naik perahu, begitu setiap hari," kata salah seorang warga Sudda, Said.
Sekiranya kurang lebih ada 100 kepala keluarga (KK) di lingkungan Sudda. Mayoritas pekerjaan warga bertani, berkebun, dan berternak, kemudian hasilnya akan dijual ke pasar di Kota Enrekang.
Tak hanya itu, lingkungan Sudda sama sekali tidak memiliki sekolah, sehingga setiap paginya anak-anak harus berjuang untuk mendayung perahu menyeberangi sungai agar sampai ke sekolah di wilayah perkotaan.
"Tidak ada sekolah atau pasar. Kalau air sungainya deras anak-anak tidak ke sekolah," ungkap Said.
(sar/asm)