Legislator DPRD Bone menyoroti Kepala Desa (Kades) Waji yang melaksanakan penjaringan perangkat desa usai empat bawahannya dipaksa mundur. Padahal persoalan pemecatan paksa masih sementara proses dimediasi di DPRD.
"Intinya akan ada risiko jika melakukan penjaringan tanpa melewati tahap RDP (rapat dengar pendapat) di DPRD," anggota Komisi I DPRD Bone Fahri Rusli kepada detikSulsel, Rabu (6/7/2022).
Menurutnya persoalan pemecatan perangkat desa itu harus diselesaikan lebih dulu. Hal ini sudah menjadi bagian aspirasi yang masuk di DPRD yang mesti dicari solusinya dan harus menunggu rekomendasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena jika dalam RDP kita merekomendasikan pemecatan yang dilakukan melanggar regulasi, maka hasil penjaringan ini bisa batal demi hukum," tuturnya.
Fahri menerangkan, DPRD bukan sebagai eksekutor, posisinya bagaimana mencari jalan terbaik. Namun, kalau langsung melakukan penjaringan berarti sudah menghiraukan aspirasi yang masuk di DPRD.
"Laporan yang masuk ke DPRD masalah pemerintahan desa mulai dari penerima BLT yang dikeluarkan, baru perangkat desa yang dipecat. Sekarang melakukan penjaringan, jangan sampai ada hal di dalam pemecatan melanggar regulasi bisa batal demi hukum. Karena rekomendasi dari DPRD adalah kekuatan hukum," tegasnya.
Sementara diketahui Kepala Desa Waji sudah melakukan penjaringan perangkat desa. Sejauh ini sudah ada 26 orang yang ikut seleksi dan meloloskan 12 orang.
Kepala Desa Waji Setta berdalih penjaringan perangkat ini untuk mengisi kekosongan di pemerintahannya sejak Januari-Juni 2022 lalu. Mulai dari sekretaris desa hingga perangkat-perangkat di bawahnya.
"Pemerintahan desa tidak boleh dibiarkan kosong. Makanya harus diisi cepat dengan melakukan penjaringan," ucapnya.
Setta menyebut, perangkat desa yang lama ada yang mengundurkan diri. Meski dia tak menampik ada juga yang diberhentikan.
"Ada sebagian saya berhentikan. Tentunya ada alasan-alasan tersendiri kenapa mereka diberhentikan, yang pertama kekuatannya di daftar hadir tidak ada tanda tangan. Kemudian saya perintahkan untuk mendata warga yang divaksin, namun tidak ada yang mendata dan semua itu ada hitam di atas putih," jelasnya.
Sementara mantan Kepala Dusun Takku, Desa Waji, Pardi membantah pernyataan Kepala Desa Waji. Pardi mengutarakan, sejak bulan Januari aktif terus berkantor bersama perangkat desa lainnya.
"Tidak benar itu yang na bilang Pak Desa. Sejak Januari kerja sama dengan perangkat desa yang lain, mulai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dan RPJMDES. Semua kita terlibat biar cepat proses pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) tersebut," bebernya.
Pardi juga membantah soal perangkat desa yang tidak menjalankan perintah untuk mendata warga yang telah melakukan vaksin Covid-19. Selama ini pihaknya tidak pernah mendapat perintah baik secara langsung maupun tertulis.
"Yang turun mendata itu adalah kader posyandu, itu perintah kepala desa. Itupun kader posyandu yang baru, karena kader lama langsung diberhentikan," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, tiga kepala dusun dan Plt Sekretaris Desa Waji, Bone, Sulsel mengaku dipaksa kepala desa bernama Setta agar mundur dari jabatannya. Setta dituding memaksa empat bawahannya mundur usai aksinya mencoret 40 warga penerima bantuan langsung tunai (BLT) diprotes.
"Iye betul ada surat pengunduran diri na bawakan ka anggotanya Pak Desa kemarin," kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekdes Waji Sabriani kepada detikSulsel Sabtu (4/6).
(sar/asm)