Review Film Ranah 3 Warna: Belajar Arti Sabar dan Bersyukur

Review Film Ranah 3 Warna: Belajar Arti Sabar dan Bersyukur

Al Khoriah Etiek Nugraha - detikSulsel
Sabtu, 02 Jul 2022 14:59 WIB
Jadwal Film XXI Kuta 30 Juni 2022, Terbaru Ranah 3 Warna-Madu Murni
Foto: Istimewa
Makassar -

Review film Ranah 3 Warna merupakan sekuel dari trilogi cerita Negeri 5 Menara. Film Ranah 3 Warna yang tayang sejak 3 Juli 2022 di sejumlah bioskop Makassar ini mengajarkan arti sabar dan syukur dalam mengejar impian.

Ranah 3 Warna ini mengisahkan seorang santri rantau berdarah Urang Awak yakni Alif Fikri yang diperankan Arbani Yasiz sebagai tokoh utama. Review film Ranah 3 Warna akan memberikan gambaran kisah Alif dalam menggapai mimpinya ke Amerika.

Pada Negeri 5 Menara, Alif berbekal mantra 'man jadda wa jada' yang artinya "barangsiapa bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil". Dalam review film Ranah 3 Warna mantra Alif adalah 'man shabara zhafira' yang artinya "siapa yang bersabar akan beruntung".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Review film Ranah 3 Warna menceritakan bagaimana perjuangan Alif untuk mempertahankan kesabaran di tengah berbagai persoalan. Serta bagaimana Alif menghadapi setiap situasi terburuknya.

Review Film Ranah 3 Warna

Pada review film Ranah 3 Warna, awalnya penonton akan disajikan mimpi buruk Alif Fikri yang diremehkan karena bercita-cita untuk pergi ke Amerika. Dia harus mendengar ocehan sahabat, Randai yang telah merantau dan menempuh pendidikan tinggi sebagai Mahasiswa Teknik di ITB.

ADVERTISEMENT

Segala upaya dilakukan Alif hingga dapat menempuh pendidikan tinggi dan merantau ke tanah Jawa sebagai awal langkahnya. Ia pun diterima sebagai mahasiswa di Universitas Padjadjaran (Unpad).

Di sisi lain Alif mendapat dukungan penuh dari keluarga untuk menggapai cita-cita nya meskipun memiliki keterbatasan ekonomi. Sang Ayah memberikan sepatu yang terbuat dari kulit sapi sebagai bekal perjalanan Alif menggapai mimpinya.

Pada adegan-adegan yang disuguhkan di awal film, telah ditampilkan dari pesan 'siapa yang bersabar akan beruntung'. Alif harus bersabar dengan perjuangannya namun di sisi lain Ia beruntung mendapat keluarga yang selalu mendukung upayanya.

Sepatu kulit dari sang ayah inilah yang akan menemani lika liku perjalanan Alif untuk menggapai mimpinya untuk menapakkan kaki di Amerika.

Alif memiliki sikap kritis dalam menjalani kehidupan kampus. Apalagi dirinya memutuskan untuk bergabung dalam lembaga pers kampus.


Alif yang berasal dari Minang memiliki teman dari berbagai suku, seperti Sunda, Jawa dan Ambon. Hal ini sangat menggambarkan keberagaman dan persatuan yang ada di dalam kampus.

Kehidupan Alif sama seperti mahasiswa pada umumnya yang berkutat dengan tugas termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler. Hingga musibah datang beruntun kepadanya.

Musibah terberat yang dihadapinya ketika sang Ayah meninggal. Bahkan Alif ingin menghentikan perjalanannya menggapai mimpi namun Ibu nya bersikeras menolak keputusan tersebut.

Alif pun memutuskan kuliah sembari kerja untuk mencari nafkah. Tetapi kemalangan Alif tidak sampai di situ, Ia dirampok dan dihajar.

Pada saat Alif menjalani masa-masa ini penonton akan dibuat berurai air mata. Kesedihan Alif kehilangan orang tua dan mencoba menggantikan tugas sang Ayah menciptakan rasa iba dan sedih.

Di tepi jurang putus asa Alif menyerah pada jargon penyemangatnya 'siapa yang bersabar akan beruntung'. Kesabarannya di ambang batas karena merasa kehilangan semuanya.

Namun, ada sebuah keberuntungan yang dilupakan oleh Alif dan tidak disyukurinya. Hal itu adalah Ia masih selamat setelah peristiwa tersebut.

"Nyawa kamu masih ada kan?" kalimat ini yang digunakan kawan Alif bernama Raisa ketika mencoba menasehatinya.


Setelah berusaha bersyukur dan kembali bersemangat, Alif mendapatkan sebuah kesempatan ke Benua Amerika. Kesempatan itu adalah program pertukaran pelajar ke Kanada, meskipun bukan seperti mimpinya awal yang ingin ke Amerika.

Kesabaran Alif berkali-kali diuji dalam proses program pertukaran pelajar. Awalnya, telepon pemberitahuan kelulusannya dalam program tersebut terhalang oleh ibu kos yang asyik bergosip.

Rintangan selanjutnya Alif dan dua orang temannya harus mengalami peristiwa mengerikan saat singgah di Yordania. Setelah itu, surat penugasan selama di Kanada tertukar sehingga ia yang seharusnya bekerja di stasiun TV malah berakhir di sebuah peternakan sapi.

Saat menjalani kehidupan yang tidak diinginkan selama pertukaran pelajar Alif lagi-lagi merasa putus asa. Ia kembali menyerah pada mantra "siapa yang bersabar akan beruntung".

Saat kembali berada di tepi jurang putus asa, Alif dihadapkan kembali dengan kata-kata nasehat "tajam" dari Raisa. Raisa menganggap Alif sabar tanpa melakukan apapun untuk mengatasi masalah yang ada.

Alif kembali bersemangat menjalani kehidupan pertukaran pelajar di peternakan dengan sabar. Bahkan peluang untuk kembali bekerja di stasiun TV ditolaknya.

Setelah melewati berbagai rintangan Alif akhirnya bisa menyelesaikan program pertukaran pelajar hingga mengantongi penghargaan.

Sayangnya persoalan yang dihadapi Alif bukan hanya perjalanannya menggapai cita-cita ke Benua Amerika. Alif juga dihadapkan dengan persoalan asmara.


Pada narasi di akhir film, Alif mengatakan bahwa kendaraan hidup adalah kesabaran. Selain itu, pelajaran lainnya yang dipetik adalah mengatasi segala permasalahan dengan cara yang sebaik-baiknya.

Review film Ranah 3 Warna terlihat lebih menitik beratkan pada perjalanan Alif dalam menggapai cita-citanya. Kisah romantis disajikan tipis, bahkan mungkin membuat anak muda greget melihat akhir kisah romansa Alif.

Meski begitu banyak pesan moral yang dapat diperoleh dalam film ini. Seperti yang dinarasikan Alif pada akhir film.

Film ini mengambil latar suku Minangkabau. Dimana Alif kerap menggunakan bahasa Minang, yakni bahasa asli suku Minangkabau di semua scene bersama keluarga dan teman sekampusnya, Randai.
Bahkan, pada pentas budaya di Kanada, Raisa yang diperankan oleh Amanda Rawles menampilkan Tari Piring yang merupakan tari tradisional Minangkabau.

Ranah 3 Warna merupakan ungkapan untuk tiga negara yang ditapaki oleh sepatu kulit pemberian ayah Alif. Ketiga negara tersebut adalah Indonesia, Yordania dan Kanada.

Alif Fikri sang pemeran utama diperankan oleh Arbani Yasiz. Film ini juga dibintangi oleh Amanda Rawles, Teuku Rasya, Lukman Sardi, Maudy Koesnaedi, David Chalik, Tanta Ginting dan Asri Welas.

Halaman 2 dari 4
(tau/nvl)

Hide Ads