Sulsel Wajib Waspada, COVID-19 di 5 Provinsi di Jawa Mulai Ngegas

Sulsel Wajib Waspada, COVID-19 di 5 Provinsi di Jawa Mulai Ngegas

Al Khoriah Etiek Nugraha - detikSulsel
Jumat, 10 Jun 2022 13:21 WIB
Beda Pandemi dengan Endemi, Peralihan Transisi yang Disiapkan Pemerintah
Foto: Ilustrasi COVID-19 di Indonesia. (Edi Wahyono/detikcom)
Makassar -

Satuan tugas (Satgas) penanganan COVID-19 mencatat tren kasus positif di 5 Provinsi pada wilayah Jawa mengalami peningkatan. Sulawesi Selatan (Sulsel) wajib waspada di tengah penerapan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1 dan jumlah kasus COVID yang tengah landai.

Untuk diketahui, kasus positif mingguan di Indonesia tercatat mengalami kenaikan 571 kasus atau 31 persen, dari 1.814 kasus pada tanggal 22 Mei 2022 menjadi 2.385 kasus pada 9 Juni 2022. Sedangkan kasus aktif harian juga tercatat naik 328 atau 10 persen, dari 3.105 kasus pada 2 Juni menjadi 3.433 kasus.

Kenaikan kasus aktif pada periode 29 Mei hingga 5 Juni 2022 paling banyak disumbang oleh 5 provinsi, antara lain DKI Jakarta yang naik 30 persen, Banten naik 38 persen, Jawa Barat naik 18 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) naik 4 persen, dan Jawa Timur naik 37 persen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian, BOR di kelima provinsi ini terjaga di bawah 3 persen. Sementara untuk peningkatan angka kematian, hanya terjadi di DIY yakni dari 1 kasus menjadi 3 kasus dalam seminggu terakhir.

Juru bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan peningkatan kasus terjadi di wilayah pulau Jawa, karena penduduk Indonesia terpusat di pulau Jawa. Adapun faktor penyebabnya yakni karena pembatasan kegiatan telah dilonggarkan dan aktivitas masyarakat kembali normal.

ADVERTISEMENT

"Dapat dilihat kelima provinsi berasal dari Pulau Jawa. Hal ini sejalan dengan penduduk Indonesia yang terpusat di Pulau Jawa dan aktivitas masyarakat yang saat ini sudah kembali normal bisa memicu kenaikan kasus aktif," ujar Prof Wiku Adisasmito yang dilansir dari detikhealth pada Jumat (10/6/2022).

Melihat kondisi ini, Sulsel patut meningkatkan kewaspadaan meskipun kasus COVID-19 tengah landai. Apalagi, saat ini seluruh daerah di Sulsel tengah menerapkan PPKM level 1, dimana aktivitas masyarakat kembali berjalan normal.

Kabid P2P Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel dr Erwan Tri Sulistyo mengatakan kasus aktif COVID di Sulsel sisa 22 orang pada 6 Juni 2022.

"Data per 5 Juni 21 orang positif. Ditambah 1 orang di tanggal 6 Juni, jadi ada 22 orang yang saat ini masih positif," ungkapnya kepada detikSulsel pada Selasa (7/6).

Rata-rata kasus baru COVID-19 di Sulsel berada di angka 5 ke bawah, bahkan pada 2 Juni 2022 tercatat zero case, atau tidak ada kasus baru. Adapun kumulatif kasus baru COVID di Sulsel periode 1 hingga 6 Juni tercatat hanya 11 kasus dengan 17 kasus sembuh.

Erwan menambahkan, saat ini pihaknya fokus untuk menggenjot vaksinasi dosis kedua dan juga booster.

"Kami saat ini fokus untuk mengejar vaksinasi kedua dan booster atau dosis ketiga," imbuhnya.

Satgas COVID-19 Wanti-wanti Muncul Mutasi Baru

Kabid Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19 Alexander K Ginting mengungkapkan kemungkinan munculnya banyak mutasi dengan karakteristik berbeda jika penularan terus terjadi. Mutasi yang muncul bisa saja lebih ganas.

"Masalah-nya semakin tinggi penularan maka terjadinya mutasi semakin banyak. Ada mutasi yang semakin lemah, tapi ada pula mutasi membuat strain semakin virulent, semakin ganas daripada varian sebelumnya," sebut Alex dilansir dari detikHelath, Jumat (10/6).

Alex menerangkan, penularan yang berlangsung saat ini disebabkan varian Delta dan Omicron. Namun, di tengah antibodi tinggi pasca vaksinasi COVID-19, gejala klinis yang timbul di masyarakat relatif ringan.

"Penularan di masyarakat masih berlangsung baik yang Delta atau Omicron, dengan sub-sub varian-nya. Hanya, karena pencapaian imunisasi yang tinggi, sehingga klinis tidak menonjol," kata Alex.

Pakar Dorong Booster dan Tingkatkan Prokes

Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengatakan antibodi masyarakat yang tinggi didapatkan karena sudah mendapat vaksinasi booster. Sehingga Ia mendorong pemerintah untuk melakukan program vaksinasi booster kepada masyarakat.

"Pemerintah harus segera melakukan program vaksinasi booster lagi, menjaga imunitas masyarakat, terutama yang booster kita lihat antibodinya tinggi sekali terbukti," ujar Pandu dilansir dari detikHealth, Jumat (10/6).

Sementara menurut Epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane, antibodi masyarakat terbentuk bukan hanya dari vaksinasi, tapi juga dari infeksi COVID-19. Sehingga Ia mengimbau agar tetap menjaga pola hidup sehat agar antibodi terjaga.

"Begitu didapat antibodinya sangat tinggi, maka kita pastikan itu bukan dari vaksin tapi dari infeksi. Jadi waspada saja terus pakai masker dan tetap terapkan 3M," kata Masdalina.




(nvl/nvl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads