Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Ungkapan ini dialami nakhoda KM Ladang Pertiwi Supriadi dan pemilik kapal Syaiful yang tenggelam di Selat Makassar, lalu kini ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya dianggap melakukan unsur kelalaian dalam pengoperasian kapal sehingga tenggelam dan menyebabkan 50 penumpang jadi korban. Kapal yang karam itu juga tidak memiliki izin layar.
"Sudah naik ke penyidikan dan benar dua orang (nakhoda-pemilik) resmi ditetapkan tersangka atas tenggelamnya KM Ladang Pertiwi," kata Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Widoni Fedri kepada detikSulsel, Rabu (1/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas insiden itu, penyidik Polda Sulsel kemudian menjerat tersangka Supriadi dengan Pasal 323 UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Pelayaran. Sementara Syaiful dijerat Pasal 310 UU nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
"Kalau ini kan kelalaian si juragan (nakhoda) ini kan. Tidak ada izin berlayarnya itu," tambahnya.
Masing-masing tersangka terancam hukuman berbeda. Hukuman terberat bisa diterima Supriadi yakni pidana penjara paling lama lima tahun dan denda Rp 600 juta. Sedangkan Syaiful terancam pidana paling lama dua tahun.
"Tersangka Supriadi dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta. Sementara Syaiful mempekerjakan awal kapal tanpa memenuhi syarat kualifikasi dan kompetensi dipidana paling lama dua tahun," jelasnya.
Sejauh ini, polisi masih mendalami ada atau tidaknya tersangka lain. Ferdi masih menunggu pengembangan penyidikan yang sementara berlangsung. Polisi juga sudah memeriksa 15 saksi.
"Untuk saat ini nakhoda dan pemilik dulu (jadi tersangka). Penyidikan masih bisa berkembang lagi," jelas Widoni.
Kapal Tenggelam Usai Alami Mati Mesin-Dihantam Ombak
KM Ladang Pertiwi tenggelam di Selat Makassar usai mengalami mati mesin. Kapal yang terombang ambing di lautan kemudian dihantam ombak hingga karam.
"Tiba-tiba mati mesin, pompa mati, mati semua pompa dua, jadi tidak bisa hidup mesin. Baku lawan ombak kapal (dihantam ombak)," ujar nakhoda kapal Supriadi dalam jumpa pers di Terminal Petikemas Makassar, Selasa (31/5).
Supriadi menuturkan, KM Ladang Pertiwi berangkat dari Pelabuhan Paotere Makassar. Saat berangkat, kondisi cuaca sedang teduh sampai di daerah Butung-butungan.
"Dilewati Kalukuang sekitar 8 mil di Pamantauang baru kencang angin. Setelah itu mau tenggelam kapal," ucap dia.
Sang nakhoda lantas berteriak setelah mengetahui kapal akan tenggelam. Selanjutnya memerintahkan anak buah kapal (ABK) untuk menyiapkan alat-alat keselamatan.
"Saya berteriak sama ABK, sama penumpang kasih sedia alat-alat pelampung, gabus," imbuhnya.
KM Ladang Pertiwi Angkut 50 Penumpang
Basarnas mulai melaporkan KM Ladang Pertiwi membawa 43 penumpang pada Sabtu (28/5). Rinciannya adalah terdapat 17 korban di antaranya ditemukan selamat dan 26 lainnya dinyatakan hilang.
Hanya saja, memasuki pencarian hari kedua, Minggu (29/5), Basarnas mengklarifikasi manifes KM Ladang Pertiwi menjadi 42 orang. Rinciannya adalah 21 korban selamat dan 21 lainnya masih dalam pencarian.
Selanjutnya di hari ketiga, Senin (30/5), Basarnas melaporkan sebanyak 10 korban KM Ladang Pertiwi ditemukan selamat. Para korban dievakuasi nelayan Mandar menuju ke kediaman korban di Pulau Pamantauang, Pangkep. Dengan demikian sudah ada 31 korban selamat dan 11 lainnya masih hilang.
Namun memasuki pencarian hari keempat, Selasa (31/5), Basarnas kembali mengklarifikasi manifes penumpang KM Ladang Pertiwi menjadi 50 orang. Akibatnya jumlah korban hilang bertambah menjadi 19 orang dan jumlah korban selamat sama dengan hari sebelumnya, yakni 31 orang.
Jenazah Diduga Korban Ditemukan Nelayan
Seorang nelayan menemukan jenazah saat sedang melaut di sekitar lokasi tenggelamnya KM Ladang Pertiwi. Jenazah itu diduga salah satu korban KM Ladang Pertiwi.
Analis Pencarian dan Pertolongan Basarnas Makassar Wahid DJ mengungkapkan jenazah berjenis kelamin wanita itu ditemukan Rabu (1/6) sekitar pukul 16.00 Wita. Jenazah diduga atas nama Siti Hajrah.
"Informasi terakhir kita terima pukul 16.00 Wita dari keluarga korban, dari H Ma'ruf bahwa jenazah yang ditemukan dia yakini salah satu orang tua bernama Siti Hajrah (72)," ujar Wahid DJ kepada detikSulsel di Posko Induk Basarnas, Rabu (1/6).
Jenazah korban lantas langsung dibawa keluarga ke Pulau Pamantauang, Pangkep. Korban merupakan warga asli Pamantauang.
"Jenazah ini tetap di Pulau Pamantauang untuk diurus dari keluarga karena dia termasuk keluarga Pamantauang," ujar Wahid.
Korban Sitti Hajrah dikenali keluarga berdasarkan cincin di jari korban. Keluarga lantas meyakini bahwa jenazah yang ditemukan adalah Sitti Hajrah.
"Menurut pengakuan HMa'ruf, dia pakai cincin di jari dan jari tangannya ada patah," katanya.
(asm/sar)