DPC Loyalis IAS Kembali Persoalkan Cara AHY Pilih Ketua Demokrat Sulsel

DPC Loyalis IAS Kembali Persoalkan Cara AHY Pilih Ketua Demokrat Sulsel

Tim detikSulsel - detikSulsel
Kamis, 02 Jun 2022 06:56 WIB
Logo Partai Demokrat.
Partai Demokrat. Foto: Istimewa
Makassar -

Ketua DPC Demokrat Maros Amirullah Nur Saenong mengkritik cara DPP Demokrat yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam memilih Ketua Demokrat Sulsel. Loyalis Ilham Arief Sirajuddin (IAS) ini menuturkan, pemilihan ketua di Musda Demokrat mestinya tak perlu digelar bila DPP sudah punya kandidat pilihan sejak awal.

"Harusnya dari awal disebutkan bahwa DPP (Demokrat) sebenarnya masih menghendaki Pak Ni'matullah. Jadi tidak perlu lagi ada pemilihan, supaya jangan kita terpecah belah begini," kata Amirullah kepada detikSulsel, Rabu (1/6/2022).

Amirullah menuturkan Kepala BPOKK DPP Demokrat Herman Khaeron tidak transparan menyampaikan calon ketua Demokrat yang diinginkan DPP. Sehingga Herman yang menjadi utusan DPP saat Musda Demokrat Sulsel disebutnya menjadi penyebab timbulnya perpecahan di internal Demokrat Sulsel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Biang kekisruhan Demokrat di Sulsel ini adalah Kepala BPOKK. DPP harus mengevaluasi ini," ungkapnya.

Dia menyebut musda akhirnya menjadi semacam formalitas saja sehingga membuat DPC pendukung IAS menjadi kecewa. Imbasnya Ketua DPC loyalis IAS juga berniat hengkang dari Demokrat. Padahal ada dinamika di Musda yang tidak disampaikan Herman Khaeron secara gamblang kepada Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sekjend Teuku Riefky Harsya.

ADVERTISEMENT

"Seharusnya BPOKK (Herman Khaeron) menjelaskan ke Ketum (AHY) dan Sekjend (Teuku Riefky Harsya) bahwa 16 DPC menolak LPJ Ni'matullah. Kalau ditolak tidak boleh maju (calon ketua) lagi, karena ada catatan," tukasnya.

Sistem Ini Bikin Musda Demokrat Sulsel Kisruh

Musda Demokrat di beberapa daerah menjadi kisruh. Penyebabnya DPP menjadi penentu Ketua DPD bukan berdasarkan banyaknya dukungan yang diberikan DPC ke kandidat ketua.

Ada tahap fit and proper test yang dilalui sebagai rangkaian musda. Di tahap akhir ini, tim 3 DPP dipimpin Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dibantu Sekjend Teuku Riefky Harsya, serta Ketua Badan Pembinaan Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK) Herman Khaeron yang menjadi penentu.

Kader di daerah merasa tak adil karena tim 3 DPP mengabaikan dukungan mayoritas DPC saat musda. DPP malah memilih kandidat yang dukungan dari DPC jauh lebih sedikit.

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menuturkan pelaksanaan musda berjalan sesuai AD/ART Partai Demokrat tahun 2020. Kader yang mengantongi 20% suara bisa maju bertarung di Musda.

"Lalu nanti 3 suara terbanyak diusul ke DPP untuk fit and proper test. Bakal calon yang memiliki dukungan terbanyak, tidak menjadi jaminan lolos fit and proper tes, juga tidak otomatis menjabat sebagai ketua DPD. Kalau begitu, itu mekanisme dulu, sebelum AD/ART 2020," jelasnya.

Herzaky menyebut perubahan AD/ART ini esuai kesepakatan pemilik suara saat Kongres Partai. Ini lantaran partai ingin calonnya terbaik dari semua aspek.

"Karena pada saat fit and proper test, dukungannya sudah 0 semua. Tapi dukungan itu menjadi salah satu indikator calon ketua saja. Bukan indikator utama dan penentu. Yang menjadi penentu yaitu saat fit and proper test, bagaimana rekam jejaknya, komitmennya, dan visi-misinya," tutup Herzaky.

IAS Didukung 16 DPC-Ulla 8 DPC Saat Musda

Musda Demokrat Susel digelar pada Rabu, 22 Desember 2021 lalu. Ada dua kandidat yang bertarung di arena musda yakni mantan Ketua DPD Demokrat Sulsel Ilham Arief Sirajuddin (IAS) dan ketua demisioner Ni'matullah atau Ulla.

Kedua kandidat memperebutkan total 26 suara. Ini terdiri dari 24 suara DPC, 1 DPD dan 1 DPP. Saat musda, DPP diwakili Kepala BPOKK DPP Demokrat Herman Khaeron.

Saat dilakukan voting, IAS meraih 16 suara DPC. Kemudian Ulla meraih 9 suara (8 DPC dan 1 DPD) sementara 1 suara DPP abstain. Musda ini sempat berdinamika dengan sikap 16 DPC pendukung IAS yang menolak laporan pertanggungjawaban (LPJ) ketua demisioner Ni'matullah.

Kedua kandidat selanjutnya menjalani uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test pada Rabu (26/1/2022). Uji ini dilakukan tim 3 DPP yang dipimpin AHY.

Figur Ketua Demokrat Sulsel terpilih diumumkan dua bulan berikutnya. Ketum AHY memutuskan Ni'matullah kembali menjabat untuk periode keduanya.

"Ya benar (Ni'matullah) kembali terpilih," ungkap Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra kepada detikSulsel, Rabu (30/3).

DPC Loyalis IAS Gugat Hasil Musda ke Mahkamah Partai

Usai Ni'matullah atau Ulla diputuskan menjadi Ketua DPD Demokrat Sulsel terpilih, terjadi riak di internal Demokrat Sulsel. Tiga DPC mewakili 16 DPC pendukung IAS menggugat hasil musda.

"Kami ajukan gugatan ke Mahkamah Partai. Ada sejumlah keganjilan saat Musda Demokrat Sulsel," ungkap Ketua DPC Demokrat Maros Amirullah Nur Saenong kepada detikSulsel, Senin (16/5).

Salah satu alasan menggugat karena DPP tetap mengakomodir Ni'matullah sebagai kandidat bahkan kembali terpilih menjadi Ketua DPD Demokrat Sulsel padahal laporan pertanggungjawaban (LPJ)-nya ditolak 16 DPC pendukung IAS.

"Gimana kalau LPJ (Ni'matullah) ditolak, terus diangkat lagi jadi ketua. Apa dasarnya kan?," jelasnya.

Pihaknya juga memprotes LPJ dari pengurus demisioner Demokrat Sulsel yang tidak dibagikan saat musda. LPJ saat Musda disebutnya hanya berupa selembar kertas.

"Tidak ada dibagikan di forum. LPJ itu kan mestinya dibagi, berlembar-lembar. Ini apa mau dievaluasi. Tidak ada LPJ dibagikan," bebernya.

Sayangnya, gugatan DPC loyalis IAS kandas. Mahkamah Partai memutuskan proses jalannya musda sudah sesuai dengan AD/ART.

"Sudah diputus itu. Sudah ada keputusan memenangkan DPP. Dari Mahkamah Partai sudah memeriksa dan memutuskan bahwa proses dan prosedur (Musda Demokrat Sulsel) kemarin, sudah sesuai AD/ART Partai Demokrat," ujar Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra kepada detikSulsel, Kamis (16/5).

Herzaky kemudian menjelaskan AD/ART dan aturan organisasi yang dimaksud. Kata dia, dalam AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 disebutkan, proses pemilihan Ketua DPD di setiap daerah, melalui beberapa tahapan.

Pertama, pengusulan bakal calon di Musda. Kader yang mengantongi dukungan suara 20%, bisa diajukan di Musda.

"Di Musda berproses lagi. Bakal calon yang mengantongi suara 20% ini, 3 calon dengan suara terbanyak, lalu kemudian diusulkan di DPP untuk masuk ke tahapan selanjutnya, yaitu fit and proper test," ungkapnya.

Sehingga Herzaky meluruskan, bakal calon yang memiliki dukungan terbanyak, tidak menjadi jaminan lolos fit and proper tes dan otomatis menjabat sebagai ketua DPD. Penentunya di tim 3 DPP.




(tau/nvl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads