Cerita Mahasiswi di Polman Berjuang Ekspor Sapu Lidi 25 Ton ke India

Sulawesi Barat

Cerita Mahasiswi di Polman Berjuang Ekspor Sapu Lidi 25 Ton ke India

Tim detikSulsel - detikSulsel
Minggu, 24 Apr 2022 06:00 WIB
Kisah pemuda Polman, Sadariah berhasil mengekspor 25 ton sapu lidi ke India (detikcom/Abdy Febriady)
Foto: Kisah mahasiswi di Polman, Sadariah berhasil mengekspor 25 ton sapu lidi ke India (detikcom/Abdy Febriady)
Polewali Mandar -

Keberhasilan mengekspor 25 ton sapu lidi ke India membuat mahasiswi bernama Sadariah (22) di Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) banyak diapresiasi orang. Sadariah menyimpan cerita perjuangan yang panjang untuk mewujudkan ekspor sapu lidi 25 ton tersebut.

Sadariah adalah seorang mahasiswi sekolah tinggi ilmu ekonomi di Surabaya. Kisahnya berawal saat dirumahkan karena situasi pandemi COVID-19.

Sadariah yang kembali ke kampung halaman harus putar otak agar kesehariannya tetap produktif. Maka Sadariah memutuskan untuk membuka sejumlah usaha.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita sempat buka bisnis olshop, karena tidak puas kita juga buka bisnis minuman, karena tidak puas akhirnya kita belajar lagi," kata Sadariah kepada wartawan, Jumat (22/4).

Sejumlah usaha yang tak memuaskan itu tak lantas menghentikan kiprah Sadariah di dunia bisnis. Dia justru menemukan jalan dalam bisnis sapu lidi.

ADVERTISEMENT

Sadariah yang awalnya hanya membuat promosi lewat sebuah website mendapat tawaran tak terduga. Sekali datang, pembeli memesan 25 ton sapu lidi dan pesanan datang jauh-jauh dari India.

"Kita dapat buyer (pembeli sapu lidi), kita tidak promosi awalnya, buyer yang datang setelah melihat website yang diakui cukup profesional," kata Sadariah.

Dia mengatakan, ekspor ini merupakan yang pertama ia lakukan. Sadariah kemudian mengumpulkan sapu lidi dari berbagai daerah di Polman.

"Target buyer untuk sekali pengiriman itu 25 ton dalam satu kontainer. Ini dikumpulkan tidak cukup sebulan," ungkapnya.

Sadariah, mahasiswi asal Polman yang sukses ekspor sapu lidi ke IndiaCerita Mahasiswi di Polman Berjuang Ekspor Sapu Lidi 25 Ton ke India Foto: Istimewa

Diremehkan Keluarga dan Warga

Sadariah mengatakan, saat awal menekuni bisnis sapu lidi ada banyak orang yang meragukannya. Keraguan tersebut juga datang dari keluarga Sadariah sendiri.

"Awalnya keluarga meragukan, baru ji ini men-support. Bapak yang tidak men-support, dia sempat meragukan apa yang saya kerjakan dan meminta saya fokus agar bisa menjadi guru," kata Sadariah.

Tantangan Sadariah selanjutnya karena banyak warga yang tak percaya kepadanya bahwa sapu lidi bisa diekspor. Kondisi ini membuat Sadariah harus bekerja ekstra dalam meyakinkan warga mau membuat sapu lidi.

"Pas pengiriman perdana kemarin, orang sudah banyak yang tahu kalau lidi kelapa itu bernilai, sudah banyak masyarakat yang percaya. Karena pas awal-awal kita edukasi masyarakat, kita edukasi mereka, tidak ada yang percaya," katanya.

Sementara salah satu rekan Sadariah, Azizah Timumun mengatakan kurangnya edukasi ke masyarakat juga menjadi salah satu kendala memenuhi permintaan sapu lidi untuk diekspor.

"Kendalanya, karena masih banyak masyarakat yang belum teredukasi, mereka masih belum percaya kendati kita sudah beri payment (pembayaran)," imbuh Azizah terpisah.

Kisah pemuda Polman, Sadariah berhasil mengekspor 25 ton sapu lidi ke India (detikcom/Abdy Febriady)Foto: Kisah mahasiswi Polman, Sadariah berhasil mengekspor 25 ton sapu lidi ke India (detikcom/Abdy Febriady)

Pernah Ditipu Supplier Sapu Lidi

Perjuangan Sadariah juga berulang kali nyaris gagal karena pasokan sapu lidi dari supplier (penyuplai) tidak sesuai yang diharapkan. Kualitasnya di bawah ketentuan yang disepakati.

"Saya pernah ditipu oleh warga. Supplier begitu. Itu karena ada supplier yang mengaku siap memenuhi kebutuhan, namun setelah sapu lidi dibutuhkan karena kontainer harus segera berangkat, itu orang (supplier) tidak bisa dihubungi, akhirnya buyer marah-marah," kata Sadariah sambil tertawa.

Namun pengalaman buruk ini tidak membuat Sadariah putus asa apalagi menyerah. Dengan berbagai cara, Sadariah meyakinkan buyer jika dia tetap mampu memenuhi permintaan sapu lidi sesuai perjanjian.

"Intinya kita tetap berusaha meyakinkan buyer soal sapu lidi yang belum terkumpul semuanya. Makanya saya sering bermalam di jalan, karena harus mendatangi sejumlah daerah untuk mencari sapu lidi. Mudah sekali jika kita mau mengundurkan diri, tinggal mengembalikan uang, tapi itu artinya kita tidak bertanggung jawab," terang Sadariah.

Diapresiasi Pemda Polman-Sulbar

Keberhasilan Sadariah mengekspor sapu lidi tidak hanya mengundang perhatian warga, tetapi juga pemerintah setempat. Secara resmi pemerintah setempat yakni Pemprov Sulbar dan Pemkab Polman memfasilitasi Sadariah melakukan ekspor 25 ton sapu lidi ke India.

Ekspor komoditas pertanian sapu lidi ini berlangsung di pelataran Gedung Gabungan Dinas (Gadis) Polewali Mandar, Jumat (22/4). Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan pemerintah ke Sadariah.

Ditandai dengan pengguntingan pita serta pemecahan kendi, dilakukan sejumlah pihak diantaranya Gubernur Sulawesi Barat Ali Baal Masdar, Bupati Polewali Mandar Andi Ibrahim Masdar, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Wisnu Masisa, serta Sadariah selaku Direktur CV Coco Mandar Indonesia.

"Saya berharap, pengiriman yang kedua ini bisa lebih ditingkatkan lagi ke depan. Kalau sekarang hanya mengirim 25 ton, mudah-mudahan bisa ditingkatkan lagi," ujar Ibrahim.

Ibrahim mengatakan sejumlah wilayah di Sulbar merupakan sentra penghasil kelapa. Dia menilai potensi ini bisa dimaksimalkan untuk mendukung kelangsungan ekspor sapu lidi ini.

"Adek Sadariah ini baru bergerak sekitar (wilayah) Luyo, kalau dia sudah bergerak ke Tapango Barat, Katumbangan Lemo, masuk ke Limboro, itu semua sentra kelapa. Kalau ini bisa dibagi tugas, pasti saya yakin dalam sebulan dia (Sadariah) bisa mengirim lima kontainer, kalau ini bisa dimaksimalkan. Karena sayang kalau daun kelapa hancur begitu saja," imbuhnya.

Ia juga meminta agar ke depan sapu lidi bisa dikelola menjadi barang industri rumahan demi meningkatkan perekonomian warga setempat.

"Kalau sudah ada nilainya, bagaimana ananda Sadariah bisa membagi untuk dijadikan produk rumahan. Jadi bukan hanya makanan yang bisa dijadikan produk rumahan, ini sapu lidi bisa menjadi pekerjaan emak-emak, ibu-ibu, sambil ayun anaknya, sambil menyusui bisa mengolah lidi," tutur Ibrahim.




(hmw/nvl)

Hide Ads