Usulan Rel Melayang Kereta Api Makassar, Mahal Tapi Baik untuk Jangka Panjang

Usulan Rel Melayang Kereta Api Makassar, Mahal Tapi Baik untuk Jangka Panjang

Tim detikSulsel - detikSulsel
Selasa, 12 Apr 2022 05:30 WIB
Pemerintah sedang membangun proyek kereta Trans Sulawesi untuk rute Makassar-Parepare. Pembangunan saat ini berfokus pada pembebasan lahan serta konstruksi fisik.
Proyek Kereta Api Makassar-Parepare yang saat ini sudah terbangun (Foto: Pool)
Makassar -

Usulan konstruksi rel kereta api Makassar untuk kepentingan jangka panjang dinilai lebih baik meskipun biayanya lebih mahal. Usulan rel melayang ini sebelumnya diajukan Wali Kota Makassar Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto.

"Menurut saya apa yang disampaikan wali Kota (pembangunan rel melayang) sudah on the track dengan melihat jauh ke depan," ujar Ahli Bidang Bandara dan Sistem Transportasi Terintegrasi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Sakti Adji Adisasmita kepada detikSulsel, Senin (11/4/2022).

Pembangunan rel dengan konstruksi melayang tentu ada kajian untung dan rugi. Terutama terkait masalah sosial dan anggaran yang dibutuhkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun Prof Sakti menilai konstruksi melayang membuat pembebasan lahan lebih mudah karena lahan yang dibutuhkan tidak sebanyak lahan di darat (at grade).

"Pembebasan lahan tentu minimalis, dampak sosial juga minimalis, juga meminimalkan konflik lalu lintas sebidang, dan beberapa hal lainnya," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Dia menuturkan pengembangan kawasan Makassar, Maros, Sungginasa/Gowa dan Takalar (Mamminasata) kedepan akan menuju ke kota megapolitan. Tentu dengan perkembangan kota, kepadatan penduduk (high density) maka mestinya arah pengembangan transportasi menggunakan model elevated.

"Kota Metropolitan Mamminasata sudah sekitar 2,6 juta, menuju 3 juta, dan dalam jangka pendek atau menengah akan menjadi kota megapolitan di atas 5 juta penduduk, maka dari sekarang sudah harus beralih moda angkutan massal yang sesuai dengan high density," jelasnya.

Kelebihan lain dengan model rel melayang pada kecepatan pembangunan. Apalagi selama ini banyak proyek infrastruktur cukup lamban rampung karena terhambat pembebasan lahan.

"Jadi lebih efisien dari segi masa pengerjaan kalau melayang. Kalau dalam pengerjaan at grade bisa jadi lebih lama karena ada hambatan sosial, pembebasan lahan," tambahnya.

Namun diakui Prof Sakti, pembangunan dengan konstruksi melayang akan membuat anggaran yang dibutuhkan jauh lebih besar daripada relnya didesain di darat atau at grade.

Bila menggunakan rel di darat anggaran hanya Rp 600 miliar namun bila dibuat melayang kebutuhannya menjadi RP 1,6 triliun. Namun soal anggaran ini bisa didanai dengan investasi pihak ketiga atau swasta.

"Butuh peran investor, bisa dengan KPBU dan model investasi lainnya, karena kalau berharap dari dana APBD atau APBN tentu tidak mencukupi," kata Prof Sakti.

Namun tentu untuk menarik investor juga tidak mudah. Mesti ada hitung-hitungan dari sisi ekonomi dan finansial karena investor tentu mengejar mendapat keuntungan dari investasi yang dilakukan.

"Tentu investor mau membangun, tetapi perlu memanfaatkan atau mengembangkan juga fasilitas komersial di sekitar lokasi prasarana dan sarana kereta api, agar revenue nya bisa sesuai target," jelasnya.

Sebagai informasi, proyek kereta api Makassar-Parepare yang merupakan bagian dari rencana kereta api Trans Sulawesi ditargetkan beroperasi tahun ini. Rutenya yang akan melintasi Kota Makassar diusulkan memakai konstruksi rel melayang.

Desain konstruksi rel kereta api di Makassar masih belum diputuskan menyusul permintaan Wali Danny Pomanto berubah dari rencana awal. Danny berencana membujuk Menhub agar konstruksi rel melayang bukan di darat.

"Pak Wali (Danny) sudah menyampaikan bahwa beliau akan berkomunikasi langsung dengan Pak Menteri (Budi Karya Sumadi)," ungkap Kepala Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulsel, Andi Amanna Gappa usai rapat koordinasi dengan pihak Pemprov dan Pemkot di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (7/4).

Menurutnya, Danny punya acuan Perda Nomor 4 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Makassar sehingga meminta konstruksi rel melayang. Pembangunan rel di darat disebut Danny melanggar perda tersebut. Termasuk akan mengganggu rencana pembangunan dan tata kota bila rel tak melayang.

"Tadi sempat mengemuka terkait kebutuhan anggarannya (bila elevated). Jadi skemanya bisa jadi dipihakketigakan. Juga ada keinginan dari pak Wali Kota berbicara dengan Menteri untuk diberikan prioritas terkait anggaran mengingat ini sudah masuk wilayah perkotaan," jelasnya.

Andi menegaskan bila konstruksi disepakati melayang dipastikan pengerjaan tidak akan molor. Tahapannya tahun ini memang baru penetapan lokasi (penlok). Untuk pengerjaan konstruksi baru direncanakan tahun depan.

"Jadi secara prinsip sekarang tinggal kita clear kan dulu untuk lokasi tanahnya. Untuk trasenya sudah setuju. Hanya luasannya saja ini karena kalau elevated, cukup lebar 10 meter namun kalau desain sebelumnya (at grade) butuh sampai 50 meter," jelasnya.

Danny menuturkan permintaan agar rel dibuat melayang ini karena berbagai pertimbangan. Desain konstruksi rel di darat disebut Danny akan memberikan dampak buruk.

"Misalnya jalan akan menjadi lebih macet. Termasuk (aliran) air terhambat seperti yang terjadi di Barru," kata Danny dalam keterangan terpisah.

Bahkan dampak yang ditimbulkan bila konstruksi rel di darat jauh lebih besar yang harus ditanggung biayanya ketimbang biaya konstruksinya. Danny mengklaim ini sesuai dengan hitung-hitungannya sebagai perencana tata ruang.

"Saya ini dipilih rakyat, kesulitan rakyat memang belum dibayangkan tapi saya sudah tahu, karena saya perencanaan tata ruang. Saya tahu ini wilayah. Maka saya harus bela rakyat saya. Karena saya bela rakyat itulah saya minta elevated. Di Makassar semua elevated," tukasnya.




(tau/tau)

Hide Ads