Ahli Bidang Bandara dan Sistem Transportasi Terintegrasi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Sakti Adji Adisasmita menyambut baik usulan Wali Kota Ramdhan 'Danny' Pomanto agar rel kereta api di Kota Makassar dibuat melayang. Konstruksi rel yang dibuat melayang akan baik untuk jangka panjang Kota Makassar.
"Menurut saya apa yang disampaikan wali Kota (pembangunan rel melayang) sudah on the track dengan melihat jauh ke depan," ujar Prof Sakti kepada detikSulsel, Senin (11/4/2022).
Tentunya ada untung rugi dalam pemilihan desain pembangunan rel kereta api melayang di Makassar. Baik dari segi masalah sosial hingga kebutuhan anggarannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, menurut Prof Sakti banyak keuntungan jika pembangunan dilakukan secara elevated atau melayang. Salah satunya tidak terhambat dengan persoalan lahan yang akan digunakan.
"Pembebasan lahan tentu minimalis, dampak sosial juga minimalis, juga meminimalkan konflik lalu lintas sebidang, dan beberapa hal lainnya," jelasnya.
Lebih lanjut, Prof Sakti mengatakan risiko jangka pendek model at grade memang lebih kecil. Tetapi dalam pembangunan infrastruktur transportasi harus melihat keuntungan jangka panjang.
"Membangun infrastruktur transportasi harus melihat jauh ke depan, agar terintegrasi, komperhensif, efektif, dan efisien dengan perkembangan lalu lintas dan tata guna lahannya. Sehingga perencanaan, pembangunan, pengembangan infrastruktur tidak tumpang tindih," jelasnya.
Alasan Rel Kereta Api Perlu Dibangun Melayang di Makassar
Prof Sakti menjelaskan kawasan aglomerasi Makassar, Maros, Sungguminasa/Gowa, dan Takalar (Mamminasata) saat ini menuju kota megapolitan. Sehingga pengembangan transportasi harus beralih moda ke angkutan high density, yakni kereta api berbasis elevated.
"Saat ini penduduk di Kota Metropolitan Mamminasata sudah sekitar 2,6 juta, menuju 3 juta, dan dalam jangka pendek atau menengah akan menjadi kota megapolitan di atas 5 juta penduduk, maka dari sekarang sudah harus beralih moda angkutan massal yang sesuai dengan high density adalah moda kereta api berbasis elevated," jelasnya.
Menurut Prof Sakti, dengan teknologi saat ini kecepatan pembangunan rel berbasis elevated juga bisa cepat dilakukan. Bahkan bisa lebih cepat dibandingkan at grade yang akan terbentur dengan pembebasan lahan.
"Dengan teknologi saat ini pengerjaan layang bisa lebih efisien dalam segi waktu. Kalau dalam pengerjaan at grade bisa jadi lebih lama karena ada hambatan sosial, pembebasan lahan," tambahnya.
Adapun kekurangan dari pembangunan rel berbasis elevated, lanjut Prof Sakti yakni kebutuhan anggaran yang membengkak. Dari perencanaan awal berbasis at grade sebesar Rp600 miliar menjadi Rp1,6 triliun. Sehingga, perlu bantuan anggaran dari pihak ketiga.
"Butuh peran investor, bisa dengan KPBU dan model investasi lainnya, karena kalau berharap dari dana APBD atau APBN tentu tidak mencukupi," kata Prof Sakti.
Menurutnya, investor mau berinvestasi pada proyek Kereta Api ini dengan melihat analisis ekonomi dan finansial jika sesuai target revenue-nya.
"Tentu investor mau membangun, tetapi perlu memanfaatkan atau mengembangkan juga fasilitas komersial di sekitar lokasi prasarana dan sarana kereta api, agar revenue nya bisa sesuai target," paparnya.
Untuk diketahui, proyek kereta api Makassar-Parepare yang merupakan bagian dari rencana kereta api Trans Sulawesi ditargetkan beroperasi tahun ini. Rutenya yang akan melintasi Kota Makassar diusulkan memakai konstruksi rel melayang.
Desain konstruksi rel kereta api di Makassar masih belum diputuskan menyusul permintaan Wali Danny Pomanto berubah dari rencana awal. Danny berencana membujuk Menhub agar konstruksi rel melayang bukan di darat.
"Pak Wali (Danny) sudah menyampaikan bahwa beliau akan berkomunikasi langsung dengan Pak Menteri (Budi Karya Sumadi)," ungkap Kepala Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulsel, Andi Amanna Gappa usai rapat koordinasi dengan pihak Pemprov dan Pemkot di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (7/4).
Menurutnya, Danny punya acuan Perda Nomor 4 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Makassar sehingga meminta konstruksi rel melayang. Pembangunan rel di darat disebut Danny melanggar perda tersebut. Termasuk akan mengganggu rencana pembangunan dan tata kota bila rel tak melayang.
"Tadi sempat mengemuka terkait kebutuhan anggarannya (bila elevated). Jadi skemanya bisa jadi dipihakketigakan. Juga ada keinginan dari pak Wali Kota berbicara dengan Menteri untuk diberikan prioritas terkait anggaran mengingat ini sudah masuk wilayah perkotaan," jelasnya.
Andi menegaskan bila konstruksi disepakati melayang dipastikan pengerjaan tidak akan molor. Tahapannya tahun ini memang baru penetapan lokasi (penlok). Untuk pengerjaan konstruksi baru direncanakan tahun depan.
"Jadi secara prinsip sekarang tinggal kita clear kan dulu untuk lokasi tanahnya. Untuk trasenya sudah setuju. Hanya luasannya saja ini karena kalau elevated, cukup lebar 10 meter namun kalau desain sebelumnya (at grade) butuh sampai 50 meter," jelasnya.
Danny menuturkan permintaan agar rel dibuat melayang ini karena berbagai pertimbangan. Desain konstruksi rel di darat disebut Danny akan memberikan dampak buruk.
"Misalnya jalan akan menjadi lebih macet. Termasuk (aliran) air terhambat seperti yang terjadi di Barru," kata Danny dalam keterangan terpisah.
Bahkan dampak yang ditimbulkan bila konstruksi rel di darat jauh lebih besar yang harus ditanggung biayanya ketimbang biaya konstruksinya. Danny mengklaim ini sesuai dengan hitung-hitungannya sebagai perencana tata ruang.
"Saya ini dipilih rakyat, kesulitan rakyat memang belum dibayangkan tapi saya sudah tahu, karena saya perencanaan tata ruang. Saya tahu ini wilayah. Maka saya harus bela rakyat saya. Karena saya bela rakyat itulah saya minta elevated. Di Makassar semua elevated," tukasnya.
(nvl/nvl)