Hibah vs Waris buat Bagi Tanah Warisan, Salah Pilih Bisa Picu Perang Saudara!

Hibah vs Waris buat Bagi Tanah Warisan, Salah Pilih Bisa Picu Perang Saudara!

Wildan Alghofari - detikProperti
Senin, 08 Des 2025 09:37 WIB
Hibah vs Waris buat Bagi Tanah Warisan, Salah Pilih Bisa Picu Perang Saudara!
Ilustrasi (Foto: Getty Images/izusek)
Jakarta -

Dalam menentukan mekanisme peralihan aset tanah dan bangunan, kerap kali banyak orang justru merasa kebingungan antara melalui hibah atau menunggu proses waris. Padahal, perbedaan mekanisme ini dapat menentukan apakah keluarga akan aman secara hukum atau justru berakhir dalam sengketa.Hibah dan waris sering dianggap serupa karena sama-sama melibatkan pemberian aset dalam keluarga. Namun secara hukum, keduanya memiliki konsekuensi, prosedur, dan tingkat risiko konflik yang berbeda.

Tak jarang, keputusan memilih hibah atau waris juga dipengaruhi faktor usia orang tua, kondisi hubungan antar anggota keluarga, hingga urgensi untuk menata kembali aset yang telah dimiliki. Banyak keluarga yang berpikir bahwa menunda pembagian tidak menjadi masalah, padahal tanpa mekanisme yang jelas, pembagian aset justru bisa memicu ketegangan. Karena itu, memahami perbedaan mendasar antara hibah dan waris menjadi langkah penting sebelum masuk pada proses legal dan administratifnya.

Perbedaan Dasar Hibah dan Waris

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Ratih Diasari menyatakan bahwa perbedaan hibah dan waris terletak pada waktu terjadinya peralihan aset. Hibah adalah pemberian dari seseorang yang masih hidup, sedangkan warisan adalah pemberian dari seseorang yang sudah meninggal dunia. Perbedaan waktu pemberian inilah yang membuat mekanisme hukum dan proses administraifnya juga berbeda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syarat Keabsahan Hibah

Terdapat mekanisme pembuatan hibah yang disebut Hibah di Bawah Tangan. Adalah hibah yang dibuat tanpa melalui PPAT atau notaris. Biasanya, pemberi dan penerima hibah hanya menulis surat sendiri tentang pembagian aset, lalu menandatanganinya. Kadang surat itu juga diberi cap kepala desa sebagai penguat.

Namun, hibah jenis ini tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat. Suratnya tidak bisa langsung dipakai untuk balik nama sertifikat dan tetap harus dibuat ulang melalui akta notaris atau PPAT. Sementara itu, hibah yang dibuat dengan akta PPAT memiliki kekuatan pembuktian penuh dan langsung bisa diproses ke BPN untuk balik nama.

ADVERTISEMENT

Ratih menegaskan bahwa hibah hanya dianggap sah apabila dilakukan melalui prosedur resmi. Tanpa melalui prosedur tersebut, hibah tetap berpotensi dibatalkan di kemudian hari."Hibah harus dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta Tanah (PPAT), sebenarnya bukan hanya hibah tapi juga seluruh peralihan hak atas tanah yang merupakan benda tetap, harus dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta Tanah (PPAT) jika tidak mau ada tuntutan," ujar Ratih saat dihubungi oleh detikProperti, Jumat (5/12/2025).

Selain itu, meski Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata mengatur bahwa hibah maksimal hanya boleh 1/3 dari total aset, aturan ini sering kali tidak menjadi fokus utama dalam praktik. Di lapangan, proses hibah lebih bergantung pada pemenuhan aspek formal di PPAT dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Waris Lebih Rawan Sengketa, Ini Pola Konfliknya

Hibah tergolong lebih aman dari konflik karena proses penandatanganan peralihan aset dilakukan ketika pemberi aset atau orang tua masih hidup. Pada kondisi ini, keputusan dapat dibuat secara jelas dan disetujui langsung oleh semua pihak.

Sebaliknya, waris justru jauh lebih sering menimbulkan konflik keluarga dibanding hibah. Masalah waris biasanya disebabkan karena adanya ketidaksepakatan antar ahli waris, pembagian yang tidak merata, hingga penguasaan dokumen oleh salah satu ahli waris.

Ratih menyatakan beberapa pola konflik yang sering terjadi dalam masalah waris, diantaranya sebagai berikut:

  • Sulit mendapatkan persetujuan ahli waris karena adanya perbedaan pemikiran, warisan mau dibagi ataukah tidak.
  • Pembagian waris yang dinilai tidak merata oleh sebagian pihak. Hal ini biasanya disebabkan karena sebelumnya sudah ada kesepakatan yang bulat tanpa persetujuan. Hingga akhirnya pembagian waris bisa tidak dilakukan karena salah satu ahli waris yang manipulatif, mengambil lebih banyak dari bagian yang seharusnya.
  • Masalah waris kadang sulit diselesaikan karena para ahli waris tidak bisa mengurus, baik dari segi dana maupun waktu.
  • Penggelapan surat tanah oleh salah satu ahli waris

Karena semua keputusan dilakukan setelah pemilik aset meninggal, proses waris sering terhambat oleh dinamika internal keluarga. Hibah cenderung lebih aman dari konflik karena penandatanganan peralihan aset dilakukan saat pemberi masih hidup. Dengan begitu, semua pihak dapat hadir, menyetujui, dan mengesahkan prosesnya secara langsung.

Hibah Tetap Dikenakan Biaya

Ratih menyampaikan untuk hibah dalam satu garis keluarga dekat, seperti orang tua ke anak, anak ke orang tua, atau antar saudara kandung, penerima hibah hanya dikenakan BPHTB sebesar 5 persen. Namun, jika hibah diberikan kepada pihak keluarga yang tidak termasuk hubungan tersebut, barulah muncul tambahan kewajiban berupa PPh 2,5 persen selain BPHTB 5 persen.

Sementara itu, biaya balik nama untuk hibah akan mengikuti nilai NJOP dari aset yang dialihkan. Honorarium PPAT umumnya berada di angka 1 persen, meski bisa berbeda jika nilai objek sangat kecil dan biasanya disesuaikan dengan standar biaya yang berlaku di wilayah notaris atau PPAT tersebut.

Untuk Menghindari Konflik, Keterbukaan adalah Kunci

Ratih menilai hibah lebih dianjurkan bagi orang tua yang sudah lanjut usia. Dengan cara ini, proses peralihan aset dapat berjalan lebih tertib dan jelas.

"Hibah malah disarankan untuk orang tua yg memiliki aset tanah atau bangunan dan usianya sudah cukup maghrib (lansia)," ujarnya.

Tidak ada tolok ukur khusus yang menentukan apakah suatu keluarga cocok atau tidak dalam mengalihkan aset menggunakan hibah. Setiap keluarga memiliki dinamika yang berbeda, sehingga kebutuhan dan pendekatannya pun bisa bervariasi. Namun, dalam banyak kasus, membagi aset melalui hibah justru lebih disarankan daripada menunggu proses waris. Pembagian hibah dapat dilakukan secara jelas dan terkontrol saat orang tua masih hidup. Dengan begitu, potensi konflik bisa lebih diminimalkan.

Agar hibah benar-benar aman, keterbukaan dalam keluarga adalah hal yang utama. Selain itu, memastikan seluruh dokumen sesuai dan tidak ada kesalahan.

"Semua anggota keluarga harus tau kebijakan dari orang tua, dan tidak perlu ada hal yg disembunyikan. Pembagian dilakukan secara adil kepada segenap anggota keluarga. Semua data pendukung untuk melakukan hibah dicek kembali, tidak ada yang salah penulisan, atau tidak sinkron dalam KTP, KK, buku nikah, akta lahir dan sertifikat itu sendiri, pastikan hibah dilakukan dihadapan PPAT dan segera lakukan proses balik nama hibah tersebut," pungkasnya.

Pada akhirnya, baik hibah maupun waris memiliki mekanisme, risiko, dan manfaat yang berbeda bagi setiap keluarga. Pilihan yang paling tepat sepenuhnya kembali pada kebutuhan, kondisi hubungan keluarga, serta kesiapan masing-masing pihak dalam menjalani proses legalnya. Dengan pemahaman yang benar dan komunikasi yang terbuka, kedua mekanisme ini dapat dijalankan secara aman dan minim konflik.

(das/das)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads