Di tengah permintaan akan perumahan yang terus meningkat, kasus penipuan oleh pengembang terhadap masyarakat pun semakin marak. Baru-baru ini, banyak aduan masyarakat terkait pengembang properti nakal yang melakukan penipuan.
Modusnya pun beragam mulai dari membangun perumahan tanpa menyelesaikan pembelian tanah, hingga menjual rumah yang tidak sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan.
Hal ini diungkapkan oleh Febrian Willy Atmaja selaku Direktur dari FWA Law Office yang mendapatkan banyak aduan dari masyarakat mengenai kasus penipuan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus yang paling sering terjadi saat ini adalah banyaknya pengembang yang tidak menyelesaikan awal pembelian tanah, tetapi sudah dibangun dan dijual kepada konsumen.
Banyak juga dari developer yang terkadang menjual bangunan yang masih tanah kosong. Padahal sesuai dengan peraturan yang berlaku, pengembang harusnya membangun minimal 20% bangunan terlebih dahulu sebelum menjualnya.
Hal ini tentunya melanggar UU Nomor 1 Tahun 2011 yang mengatur tentang perumahan dan kawasan pemukiman.
"Di dalam pasal 42 UU No. 1 Tahun 2011 ada aturan bahwa pembangunan rumah tunggal, rumah deret, ataupun rumah susun harus dipasarkan sesuai dengan sistem perjanjian yang dikeluarkan. Pengembang juga harus memenuhi persyaratan, kapasitas, dan status kepemilikan tanah. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) induk pun harus tersedia prasarana, sarana, dan fasilitas umum," jelas Febrian saat berbincang dengan detikcom via telepon seluler, Kamis (28/3/2024).
Selanjutnya, oknum-oknum pengembang nakal ini biasanya juga menarik dana dari konsumen lebih dari peraturan yang sudah ditetapkan yaitu 80%.
Baca juga: 10 Cara Terhindar dari Penipuan Beli Rumah |
Para pengembang nakal ini biasanya menarik pembayaran langsung lunas padahal belum memenuhi persyaratan yang disebutkan di atas, hal inilah yang kemudian membuat masyarakat rugi.
Oknum pengembang yang dengan jelas melanggar undang-undang ini pun bisa dikenakan ancaman pidana kurungan satu tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
"Adapun kalau memang terjadi hal seperti itu, di pasal 155 ini pun sudah ada, baik itu dari denda dan untuk ancamannya yang dengan pidana kurungan 1 tahun dan denda 1 Miliar. Jadi ini sudah jelas kalau mengacu kepada undang-undang. Ini yang kadang kan masih banyak masyarakat dan juga para developer kategori oknum yang nakal, ini kadang tidak memahami," ungkap Febrian
Kasus lainnya adalah banyak pengembang yang memberikan brosur dengan spesifikasi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Hal ini juga melanggar undang-undang dan pengembang bisa dikenakan denda hingga Rp 5 miliar dan dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan spesifikasi yang sesuai di brosur.
Oleh karena itu, Febrian mengimbau masyarakat untuk tidak tidak tertipu dan tergiur dengan selebaran yang tidak sesuai dengan spesifikasi, baik itu bentuk rumah tunggal, rumah berderet, ataupun rumah susun.
"Nah, jadi saya memberikan edukasi dan pandangan seperti ini untuk seluruh masyarakat Indonesia, haruslah hati-hati. Kasian sekali. Banyak kasusnya yang baru berumah tangga, yang ingin mempunyai rumah, ternyata kena tipu. Jadi, jangan tertipu dan tergiur dengan selebaran yang tidak sesuai dengan spesifikasi, baik itu bentuk rumah tunggal, rumah berderet, ataupun rumah susun," pungkasnya.
(dna/dna)