Memiliki tempat hunian sendiri, baik itu rumah maupun apartemen adalah sebuah kebutuhan semua orang. Untuk memiliki rumah, salah satu cara pembeliannya bisa dilakukan melalui developer atau pengembang. Pembelian ini bisa menggunakan fasilitas KPR dari pihak bank.
Namun, sebagian orang ada yang menganggap KPR bank seperti konvensional atau syariah silit dan merepotkan, sehingga adakalanya mereka memilih menggunakan skema KPR pribadi, yaitu cicilan langsung ke pihak developer atau pengembang.
Pengamat dan ahli properti independen, Steve Sudijanto mengatakan, KPR pribadi adalah proses transaksi jual beli yang dilakukan langsung antara developer dengan konsumen tanpa melibatkan pihak lain. Proses cicilan KPR pribadi ini memiliki masa pinjaman selama 60 bulan dengan uang muka atau cicilan DP sekitar 30% hingga 40%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terbilang lebih mudah dan sederhana ketimbang mengajukan KPR ke Bank, namun KPR pribadi juga punya risiko tersendiri bagi konsumen.
Sebelum memutuskan untuk menerapkan sistem ini, konsumen harus mempelajari produk dan kualitas pihak pengembang itu sendiri agar terhindar dari penipuan.
Sebab jenis ini tidak seperti bank yang membutuhkan proses seleksi dan verifikasi yang teliti terhadap pengembang perumahan tersebut. Selain itu, jenis KPR ini tidak ada perlindungan oleh undang-undang Perbankan.
Walaupun jenis KPR ini mudah diterapkan dan tidak perlu melalui proses seleksi oleh pihak lain seperti bank, kemungkinan jika KPR pribadi yang ditawarkan oleh developer tersebut tidak kredibel maka pihak konsumen berpotensi akan merasakan kerugian yang sangat besar, misalnya tidak kunjung serah terima rumah padahal terlanjur sudah melakukan pembayaran DP yang lumayan tinggi.
"KPR pribadi atau fasilitas angsuran langsung via developer atau pengembang itu tidak dilindungi oleh UU Perbankan. Biasanya kalau developer atau pengembang tersebut wanprestasi atau ingkar janji, maka yang dirugikan adalah pihak pembeli. Karena sudah bayar DP 30% sampai dengan 40%, dan rumah yang dipesan atau dibeli tidak kunjung diserahterimakan dan bermasalah," ucap Steve langsung kepada detikcom (Senin, 11/9/2023).
Tidak semua orang yang menggunakan sistem KPR pribadi akan mengalami penipuan tetapi untuk menghindari potensi kerugian ini, tentunya pihak konsumen harus melakukan berbagai pertimbangan seperti pengecekan dan survey mengenai kredibilitas pihak pengembang tersebut.
Berbeda dengan KPR konvensional atau syariah yang sudah melalui proses hukum dan berada dalam pengawasan, sehingga konsumen akan lebih terjamin menghindari bibit-bibit penipuan.
"Dari sisi konsumen, ya KPR dari bank lebih terjamin. Karena bank akan melakukan verifikasi hukum terlebih dahulu terhadap developer dan properti yang akan mereka fasilitasi KPR nya. Menurut saya semua KPR melalui Bank itu mengikuti UU Perbankan dan diawasi oleh OJK. Memang lebih terjamin bagi konsumen KPR via Perbankan," ujarnya.
Dari pernyataan tersebut, Steve menyatakan bahwa pihak konsumen bisa memperoleh hak sesuai dengan perjanjian yang disepakati bersama developer bila adanya pelanggaran hukum, sebab ada proses pertanggung jawaban yang diurus oleh pihak bank jika menggunakan fasilitas KPR dari bank.
"Kalau terjadi Wanprestasi oleh pihak developer atau pengembang, maka pihak bank yang akan membantu konsumen dalam mendapatkan hak yang telah disepakati dalam perjanjian yang ditandatangani. Karena setiap perjanjian KPR pasti ada tertulis obyek hutang yang menjadi tanggungan," tambah Steve.
(dna/dna)