Dharavii merupakan salah satu kampung terkumuh di dunia. Untuk mengubahnya atau mengembangkannya ternyata membutuhkan dana yang cukup besar.
Dilansir dari India Times, Rabu (2/8/2023), biaya yang diperlukan untuk keseluruhan proyek mencapai 200.000.000.000 rupee atau sekitar Rp 36,7 triliun (kurs Rp 183). Adapun, proyek pengembangan akan berlangsung hingga 7 Tahun lamanya.
Adapun, perusahaan yang memenangkan bid atau penawaran pertama untuk mengembangkan Dharavi adalah Adani Realty, perusahaan milik miliarder asal India, Gautam Adani. Penawaran yang ditawarkan adalah 50,7 miliar rupee atau sekitar Rp 9,3 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari Bloomberg, meskipun rencana Adani untuk membangun kembali Dharavi masih buram, kemungkinan ia akan mengubah daerah kumuh menjadi apartemen, kantor, dan mal modern. Jika berhasil, Adani akan mendapatkan pijakan besar di ibu kota keuangan India, di mana ia telah menjalankan salah satu bandara tersibuk di negara itu.
Perombakan Dharavi - salah satu proyek pembaruan perkotaan terbesar di dunia - dapat menawarkan cetak biru atau blueprint tentang cara memacu investasi ke permukiman informal yang lebih luas.
Sebagai informasi, ada 8 perusahaan dari India, Timur Tengah, dan Korea Selatan yang ikut pertemuan pre-bid atau sebelum penawaran. Setelah banyak kegagalan memulai selama beberapa dekade, Adani Realty akhirnya mendapatkan proyek ini dengan penawarannya pada November 2022.
Dharavi memiliki luas sekitar 2,6 kilometer persegi di tengah Kota Mumbai, berada di antara bandara internasional dan distrik kaya Bandra Kurla Complex (BKC). BKC merupakan tempatnya para konsulat luar negeri, hotel bintang 5, dan kantor pusat perusahaan multinasional dan bank.
Terdapat 1 juta penduduk di Dharavi, menjadikannya daerah dengan populasi terpadat di India. Meski demikian, Dharavi juga menjadi pusat aktivitas kegiatan bisnis.
Dilansir dari Al Jazeera, Selasa (1/8/2023), ada sekitar 12.000 UMKM di Dharavi. UMKM ini bergerak di bidang garmen, tembikar, dan daur ulang.
Di sisi lain, para penduduk Dharavi hidup secara berdempetan, seringkali apa adanya, dengan bangunan 2 atau 3 lantai yang disatukan dengan lembaran logam bergelombang, papan kayu, dan bahan bekas lainnya. Bangunan tersebut, tentunya berdiri tanpa izin dan para penduduk telah berjuang untuk mendapat pengakuan hukum selama beberapa dekade.
Sebagian besar rumah penduduk Dharavi tak punya toilet. Maka dari itu, mereka sangat bergantung pada toilet umum yang tersebar di berbagai tempat di kawasan itu.
(zlf/zlf)