Rumah mendiang Lee Kuan Yew, Perdana Menteri Pertama Singapura, kini ditetapkan sebagai monumen nasional Singapura ke-77. Status ini telah ditetapkan oleh Kementerian Kebudayaan, Komunitas dan Pemuda (MCCY) dan Dewan Warisan Nasional (NHB).
Pelaksana Tugas Menteri Kebudayaan, Komunitas dan Pemuda, David Neo, mengatakan pemerintah Singapura telah mengeluarkan perintah pelestarian untuk menetapkan situs tersebut di bawah Undang-Undang Pelestarian Monumen 2009. Aturan tersebut berlaku sejak 13 Desember 2025.
Meskipun putra bungsu Lee Kuan Yew, Lee Hsien Yang, sudah melayangkan surat keberatan kepada Kantor Perdana Menteri dan NHB pada tanggal 17 November, tetapi pemerintah Singapura memiliki alasan tersendiri terhadap nasib baru rumah tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam surat keberatannya, Lee Hsien Yang menyatakan keberatan dengan pelestarian situs tersebut, dengan menyatakan, antara lain, bahwa Lee Kuan Yew 'jelas dan tegas' sepanjang hidupnya bahwa ia ingin rumahnya di 38 Oxley Road dihancurkan," tulis Kementerian Kebudayaan, Komunitas dan Pemuda (MCCY) dan Dewan Warisan Nasional (NHB) dalam keterangan tertulis seperti dikutip dari Channel News Asia, pada Minggu (14/12/2025).
"Sesuai dengan proses yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Pelestarian Monumen, NHB telah meninjau surat keberatan tersebut dan mempertahankan keputusannya bahwa situs tersebut layak dilestarikan sebagai Monumen Nasional karena signifikansi historis dan kepentingan nasionalnya," lanjut pernyataan tersebut.
Alasan pihak kementerian tidak mengikuti permohonan Lee Hsien Yang adalah dalam surat tersebut tidak mempertimbangkan perihal sejarah dan kepentingan nasional. Padahal menurut pemerintah, rumah tersebut sangat berpotensi menjadi monumen nasional.
Keputusan Singapura ini juga tidak melawan isi surat wasiat karena hasil penilaian Dewan Penasihat Pelestarian Situs dan Monumen bahwa Lee Kuan Yew memperbolehkan untuk tidak dirobohkan asal rumah tersebut harus direnovasi agar tampilannya tetap layak huni.
"Dalam Laporan Komite Menteri tahun 2018 tentang 38 Oxley Road telah didokumentasikan dengan jelas bahwa meskipun preferensi pribadi Lee Kuan Yew adalah agar bangunan di 38 Oxley Road dihancurkan, beliau bersedia menerima opsi selain penghancuran, asalkan dibuat pengaturan yang sesuai untuk merenovasi bangunan dan menjaganya agar tetap layak huni, serta melindungi privasi keluarganya," terang kementerian tersebut.
Dalam pernyataan resmi itu juga pemerintah Singapura menjelaskan alasan mereka bersikeras mengubah properti pribadi tersebut menjadi aset milik negara. Salah satu faktornya adalah nilai sejarah bangunan tersebut.
Rumah ini telah menjadi saksi peristiwa-peristiwa penting pada1950-an yang menandai perjalanan Singapura menuju kemerdekaan. Oleh karena itu, pemerintah Singapura melihat rumah tersebut lebih dari sekadar rumah sosok penting pendiri Singapura modern, Lee Kuan Yew.
"Tempat ini juga menjadi lokasi percakapan, kegiatan, dan pengambilan keputusan oleh para pemimpin pendiri kita dan tokoh-tokoh kunci lainnya yang secara mendalam membentuk arah gerakan kemerdekaan Singapura dan sejarah nasional kita selanjutnya," ujar mereka.
"Situs ini menjadi saksi diskusi di mana tokoh-tokoh kunci ini merumuskan visi dan rencana mereka untuk Singapura yang mengarah pada pemerintahan pertama Singapura yang sepenuhnya merdeka setelah pemilihan Majelis Legislatif tahun 1959. Hal ini menjadikan situs ini bagian yang unik dan mendasar dari kisah kemerdekaan Singapura," tambahnya.
Jika melihat ke belakang, rumah mendiang Lee Kuan Yew ini sudah bertahun-tahun menjadi aset konflik antara anak-anaknya dan Singapura. Pada Oktober 2024, sengketa ini sempat membuat heboh dunia karena perbedaan pendapat mengenai nasib rumah tersebut.
Bermula dari Lee Hsien Yang mengungkapkan dalam Facebooknya bahwa sejak 2022 lalu, dirinya berusaha mencari suaka di Inggris. Setelah penantian panjang, ia mendapatkan izin tinggal di negara tersebut pada Agustus 2024.
Ia harus angkat kaki dari Singapura karena merasa mendapat tekanan dari sang kakak, Lee Hsien Loong dan Singapura akibat konflik rumah orang tua mereka.
Konflik antara Lee Hsien bersaudara ini dipicu perbedaan pendapat di antara keduanya. Lee Hsien Yang ingin rumah warisan ayahnya dihancurkan seperti isi surat wasiat. Sementara itu, Lee Hsien Loong yang merupakan mantan Perdana Menteri Singapura ketiga, berpendapat keputusan atas nasib rumah tersebut harus diputuskan oleh pemerintah Singapura. Ada kemungkinan pula, rumah tersebut bisa menjadi bangunan bersejarah nantinya.
Saksikan Live DetikPagi :











































