Pengembang Takut Industri Properti Jadi Korban Moratorium Sawah

Pengembang Takut Industri Properti Jadi Korban Moratorium Sawah

ilham fikriansyah - detikProperti
Kamis, 20 Nov 2025 09:30 WIB
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto saat ditemui di kantor DPP REI, Rabu (19/11/2025).
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto. Foto: Ilham Satria Fikriansyah/detikcom
Jakarta -

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mengeluarkan kebijakan untuk moratorium alih fungsi lahan sawah. Langkah ini diambil untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Dengan keluarnya kebijakan moratorium lahan sawah maka lahan tersebut tidak bisa dialihfungsikan, termasuk digunakan untuk perumahan. Namun, kebijakan ini justru bisa menciptakan masalah baru.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan sangat mendukung kebijakan moratorium lahan sawah demi mendukung program ketahanan pangan. Namun, kebijakan LSD ini perlu dipertimbangkan kembali karena bisa mengganggu industri lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun kita juga melihat kemarin Menteri Pertanian Pak Amran (Andi Amran Sulaiman) itu kan sudah menyatakan sudah swasembada. Kalau itu sudah swasembada pangan, mestinya ada potret yang bisa dilakukan saat ini karena LSD itu kan dipotretnya dengan satelit tempo dulu. Itu bisa difinalisasi mana-mana (lahan sawah) yang existing saat ini," kata Joko saat ditemui di kantor DPP REI, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).

Apabila memang sudah mencapai swasembada pangan, Joko berujar agar pemerintah juga fokus terhadap program atau industri lainnya, termasuk industri properti. Sebab, angka backlog perumahan di Indonesia masih sangat tinggi.

ADVERTISEMENT

"Ketahanan pangan memang sangat penting, tetapi program yang lain ataupun industri yang lain, salah satunya industri properti ini kan juga harus tetap berjalan. Karena apa? backlog (perumahan) kita 9,9 juta unit," paparnya.

Joko menyebut saat ini ada 16 DPD REI dengan total 306 proyek yang terhenti karena masalah perizinan. Tidak hanya karena LSD saja, tapi juga menyangkut perizinan lainnya.

Dari 306 proyek yang terhenti, total sebanyak Rp 34,5 triliun investasi juga ikut mandek. Apabila seluruh data di DPD sudah masuk, diperkirakan total investasi yang terhenti mencapai Rp 55 triliun.

"Jadi ada Rp 34,476 triliun atau sebesar Rp 34,5 triliun saat ini berhenti karena permasalahan perizinan yang belum bisa berjalan. Kalau kita average Rp 34,5 triliun dibagi 16 itu kan ibaratnya rata-rata per DPD itu kan Rp 2 triliun, kalau misalnya sisa DPD ada 21 dan dihitung sekitar Rp 1 triliun lah ya, itu masih ada potensi Rp 21 triliun. Artinya bisa sampai Rp 55 triliun investasi yang mengendap," paparnya.

Guna menangani masalah ratusan proyek yang terhenti, Joko berujar akan mengirim surat kepada pemerintah dan kementerian terkait. Langkah ini diambil agar investasi di bidang properti senilai puluhan triliun rupiah tidak terhambat.

"Kita juga akan berkirim surat kepada pemerintah, ada Kementerian PKP, ada Kementerian ATR/BPN, Kementerian BKPN, dan Kementerian Keuangan. Semuanya kita laporkan bahwa kita punya Rp 34,5 triliun saat ini, ada 306 proyek nih saat ini yang berhenti. Sayangkan? Karena ini adalah bagian dari mekanisme pasar untuk memberikan kontribusi ekonomi," imbuh Joko.

(ilf/das)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads