Kelurahan Menteng tak hanya diisi hunian yang elite, tetapi juga permukiman padat penduduk dan kumuh, bahkan ada rumah tak layak huni. Beberapa upaya pun dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup di permukiman kumuh.
Lurah Menteng Indrawan Prasetyo mengatakan pemerintah belum terlalu menyentuh perbaikan rumah kumuh atau rumah tidak layak huni di Kelurahan Menteng. Hanya ada sedikit kuota untuk bedah rumah, yakni sebanyak 3 unit rumah saja per RW melalui program BAZNAS. Beberapa regulasi pemerintah pun menghambat bantuan, misalnya rumahnya harus bersertifikat hak milik.
Meski demikian, pemerintah tetap memberi bantuan dengan memperbaiki sarana prasarana permukiman. Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Gubernur No. 33 tahun 2024 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"MCK-nya kadang mereka buangnya masih sembarangan yang tidak ada septic tank. Ada juga yang namanya rumah-rumah yang petakan gitu, hanya untuk mandi, WC-nya tidak ada. Makanya dibangunlah intervensi dari Pemprov, itu adalah dari pergub itu peningkatan kualitas permukiman, dibangunnya MCK," jelasnya.
Untuk Kelurahan Menteng sendiri terdiri dari 10 Rukun Warga (RW). Sebanyak 4 RW (RW 04, 05, 06, 07) merupakan kawasan elite yang berisi 5.473 orang. Lalu, 6 RW lainnya (01, 02, 03, 08, 09, 10) cenderung padat, bahkan kumuh, dihuni oleh 24.142 orang.
Menurutnya, permukiman padat di Kelurahan Menteng sebenarnya tidak begitu parah karena cenderung lebih tertata dibandingkan sebagian kelurahan lainnya. Ia menyebut sejumlah RW di Kelurahan Menteng tingkat permukiman kumuh tergolong sedang hingga sangat ringan.
"Karena perbandingannya, Kelurahan Menteng kan ingetnya orang elite ya, ingetnya rumahnya gede-gede. Jadi normal sih kalau dibicarakan kesenjangan," katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Provinsi DKI Jakarta Kelik Indriyanto mengakui memang belum ada anggaran untuk membenahi rumah kumuh atau tidak layak huni di Kelurahan Menteng. Namun pemerintah pusat sudah memiliki program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) buat merenovasi rumah yang dilaksanakan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
Sementara itu, Dinas PRKP DKI menangani permukiman padat dari segi sarana prasarana rumah. Lalu, akan ada evaluasi baru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang bisa menjadi acuan untuk menangani kawasan kumuh.
"Jadi itu nanti untuk perumahannya, yang rumahnya nanti yang memperbaiki dari Kementerian (PKP), kami sarana prasarananya, jalan, saluran. Kemarin kita membangun juga pos RW, MCK komunal, kemudian vertical garden, itu yang dikejarkan dari Dinas," kata Kelik.
Untuk diketahui, BSPS adalah program bantuan dari pemerintah untuk merenovasi rumah tidak layak huni. Pada 2026 kuota untuk BSPS ditetapkan sebanyak 400.000 unit rumah.
Nantinya setiap orang yang mendapatkan BSPS akan diberikan uang Rp 20 juta. Rinciannya, sebanyak Rp 17,5 juta dipakai untuk membeli bahan bangunan dan Rp 2,5 juta untuk upah tenaga kerja.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mendatangi dua rumah tak layak huni di RT 015 RW 001 Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Ia mendapati rumah tersebut rusak, terutama pada bagian atap dan lantai. Pihaknya pun akan merenovasi dua rumah itu secara gotong royong tanpa menggunakan uang negara.
"Ini kelurahan menteng yang daerah kesenjangannya tinggi sekali. Saya juga tinggal di sini, Wapres tinggal di sini, Gubernur tinggal di sini, Panglima TNI di sini. Begitu banyak orang hebat tinggal di sini, kita mulai lah berbuat sesuatu," ujar Ara di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).
detikProperti sudah mengunjungi rumah pertama milik Rukmini (81). Ia sudah tinggal di sana sejak rumah itu dibangun pada 1968. Rumah seluas 74 meter persegi itu dihuni oleh 8 orang. Terdapat 3 kamar tidur dan satu kamar mandi.
Rukmini mengatakan rumahnya sering bocor ketika hujan sehingga terpaksa tidur di atas kasur yang basah. Untuk menadah tetesan air hujan, ia menggunakan panci dan mangkuk penanak nasi.
"Saya kalau hujan, kehujanan, tidur sampai digelar pakai karpet. Tempat tidur, lemari, jalanan basah," kata Rukmini kepada detikcom, di Jl. Menteng Jaya, Menteng, Jakarta Pusat.
Terpisah, rumah kedua adalah milik Tatang (71). Rumahnya dua tingkat berukuran 3x4 meter tanpa kamar dan dihuni oleh 10 orang.
Ia mengeluh rumahnya sering kali bocor saat hujan dan kepanasan saat terik. Atap dan dindingnya terbuat dari seng dan dilapisi triplek.
"Rumah keadaannya begini, biasanya pada bocor di atas," ucap Tatang.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)










































