Kasus pencurian di Museum Louvre, Paris menggemparkan dunia. Muncul pertanyaan besar mengenai keamanan Museum bersejarah tersebut.
Pada Minggu, 19 Oktober 2025, delapan perhiasan bernilai tinggi dilaporkan hilang dari Galeri Apollo, salah satu area pameran paling ikonik di museum tersebut. Sebagai langkah awal, pihak pengelola Museum Louvre langsung menutup sementara properti galeri untuk kepentingan penyelidikan dan bekerja sama dengan otoritas keamanan setempat.
Hingga saat ini, tim penyidik masih menelusuri rekaman sistem pengawasan (CCTV) serta mengevaluasi kemungkinan adanya kelalaian dalam manajemen keamanan fisik bangunan. Padahal selama ini Museum Louvre dikenal memiliki standar proteksi tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Modus Sederhana yang Menyebabkan Kerugian Besar
Berdasarkan laporan dari Independent News, pencuri masuk melalui bagian sisi luar museum yang terletak di samping. Pencuri masuk menggunakan perancah sementara (scaffolding) untuk mendapatkan akses masuk dengan mudah.
Perampokan di Museum Louvre menjadi bukti nyata bahwa keamanan fisik tetap menjadi kunci utama dalam perlindungan museum. Di era digital yang serba canggih, banyak lembaga sibuk meningkatkan keamanan siber mereka. Akan tetapi, lupa bahwa akses fisik seperti pintu, jendela, atap, dan dinding masih menjadi titik rawan yang utama.
Berbeda dari gambaran perampokan dalam film yang dipenuhi teknologi tinggi dan strategi rumit, pencurian di Museum Louvre justru dilakukan dengan cara yang sederhana. Para pelaku diduga hanya memanfaatkan alat-alat dasar dan memanfaatkan celah keamanan untuk memanjat dinding luar museum.
Menurut rekaman CCTV yang dikutip situs Le Parisien, Jumat (24/10/2025), awalnya pencuri gagal membuka kotak perhiasan dengan menggunakan gerinda. Tidak menyerah di situ saja, pelaku kembali mencoba dengan membuat lubang kecil di kotak display dengan alat lain hingga berhasil, dan mengambil perhiasan secara manual.
Titik Buta CCTV Jadi Jalur Bebas Pencuri
Direktur Museum Louvre, Laurence des Cars, menyatakan dalam kesaksiannya di Senat Prancis bahwa para pencuri juga memanfaatkan titik buta sistem CCTV untuk melakukan aksi tersebut. Ia mengakui bahwa area dinding luar yang digunakan pelaku tidak terpantau kamera pengawas.
Sebagai langkah tanggap darurat, Laurence Des Cars mengumumkan beberapa rencana sebagai berikut.
- Mendirikan kantor polisi di dalam kawasan Louvre
- Membatasi area parkir di sekitar museum agar kendaraan tidak bisa berhenti tepat di samping bangunan
- Memperluas jaringan CCTV untuk menutup titik-titik buta di seluruh kompleks museum
Langkah ini diambil mengingat Museum Louvre merupakan museum paling banyak dikunjungi di dunia, dengan jutaan wisatawan datang setiap tahunnya. Sehingga sistem keamanan harus selalu diperbarui mengikuti perkembangan situasi.
Kasus pencurian di Museum Louvre menjadi peringatan keras bagi museum dan lembaga budaya di seluruh dunia untuk tidak hanya berfokus pada keamanan digital saja. Perlindungan terhadap aset juga harus mencakup aspek keamanan fisik yang sering kali diabaikan.
Pengawasan di area sekitar museum, pengaturan akses pintu darurat, serta penyimpanan alat perancah sementara (scaffolding) perlu dilakukan dengan lebih ketat agar tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, penataan ulang tata letak kamera CCTV juga penting untuk memastikan tidak ada titik buta yang dapat membuka peluang bagi terjadinya kelalaian keamanan.
(das/das)










































