Saat ini semakin marak ditemui keluhan dari konsumen yang tidak kunjung mendapatkan rumah yang dibelinya. Alasannya bermacam-macam, ada yang pembangunannya mangkrak, pengembangnya kabur dan uang konsumen tidak dikembalikan, hingga pembangunan rumah yang asal-asalan.
Semua masalah tersebut muncul setelah konsumen sepakat untuk membeli atau telah mengajukan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) sehingga konsumen tidak dapat membatalkan pembelian secara sepihak.
Menurut pengamat properti dan Direktur PT Global Asset Management Steve Sudijanto kejadian tersebut biasa dilakukan oleh pengembang nakal, yakni developer yang ingkar janji dan tidak menepati kesepakatan yang sudah dibuat dengan konsumen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian tersebut kebanyakan tidak terlihat di awal karena kebanyakan masalah muncul di tengah proses pembangunan. Namun, ada pula pengembang nakal yang memang sejak awal sudah memasang perangkap hendak menipu konsumen.
Steve mengatakan alasan semakin maraknya pengembang nakal adalah karena keterbatasan modal sehingga sulit bagi mereka untuk mengurus perizinan, pembebasan lahan, hingga membangun rumah. Oleh karena itu, semakin banyak pengembang yang menjual rumah padahal belum dibangun.
"Banyak sekarang developer atau pengembang yang nggak bermodal. Kita disuruh beli dulu, nanti sudah terima uang muka atau cicilan, baru mereka mengurus izin. Kan nggak benar kalau begitu. Developer harus bermodal paling nggak Rp 100 miliar dari total proyeknya atau dia harus bermodal 30 persen dari total biaya proyeknya. Itu rule of thumbnya," jelas Steve saat dihubungi detikcom, pada Sabtu (11/10/2025).
Meskipun di awal tak terlihat, konsumen tetap bisa lebih waspada dengan belajar dari kasus-kasus pengembang nakal yang pernah terungkap sebelumnya. Salah satunya dengan melihat iming-iming yang pernah diberikan pengembang sehingga konsumen bersedia untuk membeli rumah tersebut.
Direktur FWA Law Office, Febrian Willy Atmaja mengungkapkan beberapa iming-iming dari pengembang yang mungkin harus diwaspadai.
1. Spesifikasi Rumah di Brosur Tidak Sesuai dengan Kenyataan
Modus penipuan yang sering ditemui adalah pengembang tidak jujur memberikan informasi terkait rumah tersebut. Terlalu banyak spesifikasi rumah yang dilebih-lebihkan yang tidak sesuai dengan kenyataan hanya demi konsumen tertarik membeli rumah tersebut.
Dalam hal ini, pengembang umumnya menawarkan rumah dengan harga yang menarik, fasilitas, keunggulan yang tampak menggiurkan. Namun, pada kenyataannya informasi di brosur di awal pembelian tidak sesuai.
Bukan hanya soal spesifikasi rumah, berdasarkan catatan detikcom dari kasus yang pernah terjadi, ada pengembang yang berbohong mengenai riwayat banjir. Ada pengembang yang mengatakan perumahan tersebut aman dari banjir, tetapi setelah konsumen tersebut menempati rumah tersebut, banjir datang dan merendam hingga setinggi atap.
Ada pula yang membuat iming-iming jika area rumah tersebut bebas macet dan hanya 5 menit menuju stasiun KRL terdekat. Ketika dilakukan uji coba oleh tim detikcom, area perumahan tersebut terdapat beberapa titik kemacetan dan membutuhkan lebih dari 20 menit untuk sampai ke stasiun KRL terdekat.
Semua informasi yang tak sesuai tersebut, kata Febrian, melanggar undang-undang dan pengembang bisa dikenakan denda hingga Rp 5 miliar atau dijatuhi pidana tambahan, berupa membangun kembali perumahan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang sesuai di brosur.
"Banyak kasusnya yang baru berumah tangga, yang ingin mempunyai rumah, ternyata kena tipu. Jadi, jangan tertipu dan tergiur dengan selebaran yang tidak sesuai dengan spesifikasi, baik itu bentuk rumah tunggal, rumah berderet, ataupun rumah susun," katanya kepada detikcom pada Kamis (28/3/2024).
2. Pengembang Tidak Menyelesaikan Pembangunan Awal Pembelian Tanah
Saat ini banyak pengembang yang menawarkan rumah yang belum dibangun atau masih dalam pembangunan. Biasanya pengembang yang seperti sudah memiliki cluster yang sudah terbangun. Keberhasilan pada penjualan sebelumnya membuat pengembang berani untuk menjual rumah lebih dahulu meski belum ada fisiknya.
Pengembang nakal ada yang memanfaatkan kepercayaan konsumen ini dengan bermain di belakang. Mereka menjual rumah padahal saat itu belum menyelesaikan pembebasan tanah.
Padahal dalam peraturan yang berlaku pengembang tidak boleh menjual rumah sebelum minimal 20 persen bangunan dibangun.
Hal tersebut akan melanggar UU Nomor 1 Tahun 2011 yang mengatur tentang perumahan dan kawasan pemukiman.
"Di dalam pasal 42 UU No. 1 Tahun 2011 ada aturan bahwa pembangunan rumah tunggal, rumah deret, ataupun rumah susun harus dipasarkan sesuai dengan sistem perjanjian yang dikeluarkan. Pengembang juga harus memenuhi persyaratan, kapasitas, dan status kepemilikan tanah. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) induk pun harus tersedia prasarana, sarana, dan fasilitas umum," ungkapnya.
Terpisah, Steve menambahkan ada pula pengembang yang berbohong memiliki tanah di lokasi proyek, padahal mereka tidak pernah mengurus kepemilikan atau membelinya. Mereka asal membangun rumah dan menjualnya dengan harga yang murah. Otomatis pembeli rumah tersebut membeli bangunan ilegal di atas tanah orang lain.
3. Meminta Rumah Dibayar Lunas Padahal Belum Terbangun
Kemudian, ada juga modus pengembang nakal yang meminta rumah dibayar lebih dari 80 persen dari total harga rumah padahal banyak persyaratan pembangunan yang masih belum diurus atau janggal.
Oknum pengembang yang melanggar undang-undang tersebut, bisa dikenakan ancaman. Saksinya yaitu pidana kurungan satu tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
"Jadi ini sudah jelas kalau mengacu kepada undang-undang. Ini yang kadang kan masih banyak masyarakat dan juga para developer kategori oknum yang nakal, ini kadang tidak memahami," kata Febrian.
Dalam catatan detikcom, ada pengembang yang membantu pengajuan KPR konsumen yang terkendala skor kreditnya dengan dibuatkan KTP palsu agar dapat pinjaman dari bank.
(aqi/zlf)