Matahari Tak Singgah ke Kampung Tongkol Jakarta Utara

Matahari Tak Singgah ke Kampung Tongkol Jakarta Utara

ilham fikriansyah - detikProperti
Selasa, 30 Sep 2025 06:02 WIB
Di tengah hiruk pikuk ibu kota, ada sebuah kawasan padat bernama Kampung Tongkol di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Namun, berbeda dengan permukiman lain di Jakarta, kampung ini dijuluki sebagai β€œkampung tanpa cahaya matahari”.
Potret aktivitas warga Kampung Tongkol. Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Di antara gedung pencakar langit, ternyata masih banyak permukiman padat penduduk di Jakarta, salah satunya adalah Kampung Tongkol. Saking padatnya bangunan, banyak rumah warga yang tidak terpapar sinar matahari.

Kampung tongkol terletak di di RT 07/RW 01, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Permukiman ini berada di samping rel kereta api. Setiap 2-5 menit sekali melintas KRL Commuter Line Bekasi/Cikarang-Kampung Bandan.

Bagi warga Kampung Tongkol, mereka tak punya pilihan lain untuk tinggal di rumah yang tak tersentuh matahari itu. Sebab, sebagian warga yang tinggal di kampung ini kesulitan mencari hunian yang layak karena terbentur ekonomi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Evi, salah satu warga Kampung Tongkol harus rela tinggal di rumah kontrakan yang luasnya cuma 4 x 2 meter. Bersama sang suami, ia menyewa rumah tersebut dengan biaya Rp 650.000 per bulan, sudah termasuk listrik dan air.

Rumah kontrakan yang dihuni Evi terdiri dari dua lantai. Di lantai bawah ada ruangan untuk dapur, kamar mandi, dan ruang keluarga. Sedangkan di lantai atas digunakan untuk area menjemur baju dan kamar tidur.

ADVERTISEMENT

Jangan bayangkan ruangan dapur yang luas. Pada kenyataannya, dapur milik Evi sangat kecil sekali. Kamar mandinya bahkan tidak memiliki kloset sehingga tak bisa digunakan untuk buang air besar (BAB).

"Kalau buang air biasanya ke MCK di situ. Bayarnya Rp 2.000 buat mandi dan buang air. Tapi kalau sekadar mandi dan cuci baju saya di rumah. Jadi saya mau Rp 650 ribu soalnya bisa mandi di dalam," kata Evi kepada detikcom, Kamis (25/9/2025).

Tantangan muncul ketika Evi ingin buang air di tengah malam karena WC umum di dekat rumahnya sudah tutup. Alhasil, ia harus berjalan cukup jauh karena ada satu WC umum yang buka 24 jam.

Nasib lebih baik dialami oleh Edi Susanto. Ia memiliki kamar mandi dan kloset di dalam rumah, sehingga tidak perlu menggunakan WC umum untuk buang air. Susanto juga memiliki mesin cuci, sehingga tak perlu repot mencuci di depan gang.

Meski begitu, Susanto sedikit kesulitan saat menjemur pakaian yang telah dicuci karena rumahnya bukan tingkat dua. Alhasil, ia harus menjemur pakaian di depan gang yang minim cahaya matahari.

"Kalau jemur baju di sini di depan rumah, kena matahari sih enggak terlalu ya tapi karena udaranya panas jadi bisa kering," ujar Susanto.

Tak Ada Sinar Matahari, Lampu di Kampung Tongkol Terus Menyala 24 Jam

Di kawasan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, terdapat sebuah permukiman padat bernama Kampung Tongkol yang dijuluki Foto: Pradita Utama/detikcom

Padatnya rumah dan bangunan di Kampung Tongkol membuat matahari terhalang masuk. Beberapa rumah memang ada yang terpapar sinar matahari, tapi jumlahnya bisa dihitung jari.

Tak ada cahaya matahari yang masuk membuat beberapa sudut gang di sana gelap. Warga pun berinisiatif untuk memasang lampu di depan rumah dan gang setapak yang benar-benar tertutup bangunan.

Pada umumnya, lampu rumah akan menyala saat malam hari agar tidak gelap. Namun lain halnya di Kampung Tongkol, lampu rumah warga terus menyala selama 24 jam agar tidak gelap.

Tak hanya di dalam rumah, lampu juga dipasang di sepanjang gang Kampung Tongkol agar memudahkan warga saat berjalan kaki. Selain menyala di malam hari, lampu tersebut juga menerangi lorong gang saat siang.

Dalam penelusuran tim detikProperti, terdapat beberapa sudut gang di Kampung Tongkol yang tidak ada lampu. Alhasil, saat melaluinya harus perlahan dan hati-hati agar tidak tersandung.

Bagi warga yang rumahnya sama sekali tidak tersentuh sinar matahari, mau tak mau lampu harus menyala setiap waktu. Jika dimatikan, suasana justru gelap dan menyulitkan warga untuk beraktivitas.

"Lampunya menyala terus, kalau nggak dinyalain gelap jadinya. Apalagi kalau mati lampu, mau nggak mau orang keluar semua karena gelap dan panas di dalam rumah," ungkap Evi.

Lampu yang terus menyala tentu membutuhkan daya listrik yang besar. Hal ini dapat memengaruhi biaya listrik yang dikeluarkan oleh warga Kampung Tongkol.

Susanto mengatakan tagihan listrik di rumahnya bisa berbeda-beda setiap bulannya. Namun, rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membayar listrik yakni sebesar Rp 350.000 per bulan untuk daya 1.300 VA.

"Sebenarnya fluktuatif ya, tergantung kebutuhan juga, kadang naik turun tagihannya. Tapi rata-rata per bulan Rp 350 ribu," ujarnya.

Warga Kampung Tongkol Sudah Akrab dengan Hawa Pengap

Di tengah hiruk pikuk ibu kota, ada sebuah kawasan padat bernama Kampung Tongkol di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Namun, berbeda dengan permukiman lain di Jakarta, kampung ini dijuluki sebagai Foto: Pradita Utama

Selain bersahabat dengan gelap, warga Kampung Tongkol juga sudah akrab dengan hawa pengap. Lantaran padatnya bangunan di sana membuat udara segar tak bisa mengalir dengan lancar.

Evi sudah terbiasa dengan hawa pengap di dalam rumah. Hawa pengap bisa bertambah dua kali lipat saat memasak karena panas dari api tak bisa keluar secara maksimal. Untuk mengatasinya, Evi membuka pintu belakang yang berukuran kecil agar udara panas yang terperangkap bisa keluar.

"Sudah biasa tau (pengap dan panas). Apalagi kalau musim kemarau memang panas banget di sini," ungkap Evi.

Kondisi yang gelap dan minim udara menimbulkan bau tak sedap di beberapa sudut gang Kampung Tongkol. Meski begitu, masih ada beberapa rumah yang masih terpapar sinar matahari dan tidak berbau.

Tidak hanya lampu, kipas angin juga terus menyala setiap waktu di rumah warga. Jika tidak ada kipas angin, rumah akan terasa panas dan membuat penghuninya merasa kegerahan.

Beberapa warga juga memasang exhaust fan, terutama bagi mereka yang tinggal di rumah yang sempit dan gelap. Exhaust fan sangat berguna untuk membuang udara panas dari dalam rumah, sehingga tidak terasa pengap.

Lampu, kipas angin, dan exhaust fan sudah menjadi bagian dari kehidupan warga Kampung Tongkol. Tanpa kehadiran benda tersebut, mereka tidak akan nyaman untuk beraktivitas dan tidur di malam hari.

Duka Kampung Tongkol yang Pernah Kebanjiran dan Kebakaran

Di tengah hiruk pikuk ibu kota, ada sebuah kawasan padat bernama Kampung Tongkol di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Namun, berbeda dengan permukiman lain di Jakarta, kampung ini dijuluki sebagai Foto: Pradita Utama

Tinggal di permukiman padat penduduk memiliki banyak risiko besar. Selain kurang mendapatkan udara segar dan sinar matahari, ada bahaya lain yang juga selalu mengintai, yakni kebakaran.

Evi mengatakan Kampung Tongkol pernah mengalami kebakaran hebat pada 2021. Kebakaran itu telah menghanguskan banyak bangunan yang kala itu masih semi permanen.

"Waktu itu pernah kebakaran, dari sini (tempat tinggal Evi) sampai depan sungai habis terbakar. Paling besar itu kebakarannya," ujarnya.

Usai dilahap api, para warga kemudian kembali membangun rumah untuk tempat tinggal. Evi menyebut sebagian ada yang menggunakan kayu, lalu ada juga yang membangun secara permanen menggunakan bata ringan.

Selain kebakaran, Kampung Tongkol ternyata juga pernah mengalami masa suram lainnya, yakni kebanjiran. Ketika hujan deras selama beberapa jam, biasanya genangan air akan muncul karena saluran air sudah meluap.

"Kalau lagi hujan sebenarnya banjir, tapi sebentar doang. Lewat doang airnya, terus lama-lama surut karena mengalir ke kali. (Seberapa tingginya?) Nggak tinggi, paling semata kaki doang," ujar Tati, salah satu warga Kampung Tongkol yang sudah tinggal selama lebih dari 30 tahun.

Namun, Tati menyebut pernah sekali terjadi banjir besar yang menenggelamkan Kampung Tongkol. Ia lupa banjir tersebut terjadi pada tahun berapa, tapi yang masih Tati ingat banjir sudah mencapai dada orang dewasa atau sekitar 1,5 meter lebih.

"Pernah dulu sekali banjir, banjirnya sampai se dada orang dewasa. Waktu itu warga pada ngungsi akhirnya ke atas rel. Gara-gara warga mengungsi ke rel akhirnya kereta nggak bisa jalan selama beberapa hari tuh," tuturnya.

Meski pernah mengalami masa suram, kini Kampung Tongkol perlahan sudah mulai berbenah. Warga saling gotong royong demi menjaga lingkungan kampung tetap bersih dan nyaman, meski tidak terkena sinar matahari dan minim mendapatkan udara segar.

Tempat tinggal Evi juga sudah jarang kebanjiran saat turun hujan deras. Meski begitu, Evi menyebut masih ada beberapa area di Kampung Tongkol yang masih tergenang air saat hujan deras karena saluran airnya belum diperbaiki.

Evi sebenarnya sudah nyaman tinggal di Kampung Tongkol, terutama karena harga sewa kontrakan yang masih mampu dibayar oleh suaminya. Di sisi lain, ia masih berharap agar bisa pindah ke tempat tinggal yang lebih nyaman dan aman.

"Siapa sih yang nggak pengen tinggal di rumah yang enak? Tapi ya di sini sebenarnya sudah nyaman, terus harganya ya Alhamdulillah masih bisa (dibayar) terus insya Allah, masih bisa dibayar sama suami dengan gajinya," imbuhnya.

(ilf/das)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads