Pemerintah tengah mengembangkan konsep baru dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Jika biasanya FLPP identik dengan KPR subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kali ini masyarakat yang gajinya lebih dari Rp 10 juta juga diwacanakan bisa mendapatkan manfaat dari FLPP ini.
Komisioner BP Tapera Haru Pudyo Nugroho mengungkapkan saat ini tengah mendiskusikan mengenai konsep FLPP perkotaan yang pasarnya adalah masyarakat kelas menengah.
"Dari sisi sistem FLPP, kita terus diskusikan ke depan, kami sudah mengusulkan juga yang membuat skema adanya fitur-fitur baru untuk FLPP perkotaan. Ini yang sudah kita diskusikan juga dengan teman-teman perbankan secara intens untuk menjaring masyarakat yang penghasilannya mungkin Rp 10 juta ke atas dan fokus di perkotaan," kata Heru dalam acara Konferensi Pers Pre-Event 'Rencana Pelaksanaan Akad Massal 25 ribu Unit Rumah Bersama RI-1', di Wisma Mandiri II, Jakarta Pusat, pada Jumat (26/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencananya model rumah yang akan dibangun di perkotaan tidak hanya rumah tapak, melainkan akan ada rumah vertikal seperti rumah susun sederhana milik (Rusunami).
"Baik untuk rumah tapak yang rentang harganya bisa Rp 200-500 juta ataupun untuk rumah vertikal dengan harga rusunami perkotaan," ungkapnya.
Adanya pembahasan mengenai FLPP perkotaan ini dimaksudkan untuk memperluas jangkauan manfaat dari FLPP yang biasanya untuk MBR dengan penghasilan maksimal Rp 12 juta bagi yang masih single dan maksimal Rp 14 juta untuk yang sudah menikah. Menurut data dari BP Tapera juga menunjukkan masyarakat yang menikmati manfaat dari FLPP saat ini masih MBR dengan penghasilan Rp 1-8 juta per bulan dan 70 persen di antaranya adalah pegawai swasta.
"Yang di atas Rp 8 juta ini peminatannya kurang, sangat minim. Dan itu preferensinya kemungkinan karena masyarakat tinggal di perkotaan dan aktivitas pekerjaan di perkotaan, sementara FLPP ini kan penyediaan lahannya sudah semakin susah ya di perkotaan ya. Kalau di Jabodetabek mungkin sudah di daerah-daerah penyangga, seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, Serang," tuturnya.
Masalah keterjangkauan ini, kata Heru, memerlukan solusi. Oleh karena itu, pemerintah mencoba menggodok skema FLPP baru dengan segmen pasar masyarakat perkotaan yang membutuhkan rumah dekat tempat kerja dan tempat kegiatannya, tetapi tidak mampu membeli rumah dengan harga terlalu tinggi.
"Nah ini perlu adanya solusi, bahwa ada segmen masyarakat yang berpenghasilan menengah seperti itu, yang itu perlu juga diafirmasi oleh Bank BTN melalui skema FLPP yang dikelola," imbuhnya.
Heru menegaskan wacana ini masih dalam tahap diskusi dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Kementerian Keuangan, dan kementerian terkait.
"Kita harapkan ini bisa menjadi perluasan fitur FLPP ke depannya ya. Untuk menjangkau penyediaan rumah atau fasilitasi perumahan bagi MBR yang ada di perkotaan, khususnya MBR yang berpenghasilan menengah di atas Rp 10 juta, kan sekarang ada perluasan (batas penghasilan MBR)," katanya.
(aqi/das)










































