Benarkah Asbes buat Atap Rumah Berbahaya? Begini Penjelasan Ilmuwan UI

Benarkah Asbes buat Atap Rumah Berbahaya? Begini Penjelasan Ilmuwan UI

Sekar Aqillah Indraswari - detikProperti
Jumat, 19 Sep 2025 06:15 WIB
Atap asbes via strandek
Atap asbes. Foto: via strandek
Jakarta -

Asbes merupakan material yang kerap digunakan pada atap rumah. Material satu ini banyak dipilih karena dikenal tahan terhadap api dan panas.

Di balik kegunaannya yang cocok sebagai komponen rumah, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah menyatakan asbes merupakan material yang bersifat karsinogen atau dapat memicu kanker. Penggunaannya sebagai bangunan berpotensi berisiko bahkan setelah bertahun-tahun atau puluhan tahun dipakai.

Menanggapi hal ini, Guru Besar Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Doni Hikmat Ramdhan, membenarkan bahwa asbes memang bersifat karsinogen. Hal ini terjadi apabila serat yang terhirup tidak dapat dimusnahkan dalam jangka waktu lama, lebih dari setahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, mengenai klaim WHO perihal pemakaian asbes dapat memicu penyakit asbestosis, sejenis penyakit paru-paru dan kanker, Doni mengatakan dalam beberapa eksperimen yang pernah ia lakukan belum ditemukan kasus tersebut.

"Saya sebagai akademisi atau ilmuwan agak harus hati-hati juga ya bahwa itu berbahaya atau tidak. Kita terus mencari, memastikan (asbestosis). Yang saya tahu, saya mengkaji yang itu, nggak menemukan. Belum, belum. Kita wallahualam ya," kata Doni di FKM UI, beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya ia telah melakukan eksperimental pada 2019 di permukiman padat Karet Tengsin dan pekerja pabrik yang memproduksi lembar semen bergelombang (asbes). Mereka mencari tahu apakah ada efek dari paparan asbes lewat udara. Hasilnya adalah kondisi serat chrysotile di udara masih di bawah nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan pemerintah di RI, yakni 0,1 fiber per cc.

Jika melihat dari efek kesehatan, hasilnya menunjukkan tidak ada yang mengarah ke penyakit asbestosis. Mereka memang mendapati beberapa orang mengalami penyakit pernapasan, tetapi penyebabnya bukan dari asbes, melainkan pengaruh dari gaya hidup.

"Jadi, untuk menegakkan bahwa itu asbestosis, agak susah. Kalaupun ditemukan satu kasus, dua kasus, itu kalau dari segi riset epidemiologi, itu agak susah, ya. Kenapa? Dia kan kasusnya yang sakit cuma satu atau dua. Nah, kalau seperti itu, apakah debu asbesnya pilih-pilih? Apakah artinya faktor hanya acak saja atau memang sistematis? Kalau dari penelitiannya di masyarakat, kita harus memperhatikan antara pajangan dan efeknya apakah berkaitan atau tidak," jelasnya.

Uji Coba Kadar Konsentrasi Serat Asbes Putih dari Atap yang Dihancurkan

Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan Kesehatan Kerja (PKTK3) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) kembali melakukan eksperimen memakai produk asbes putih atau chrysotile bernama atap fiber semen. Uji eksperimental ini dilakukan bersama dengan Fiber Cement Manufacturers Association (FICMA), kumpulan pengusaha yang memproduksi produk menggunakan asbes putih 7-8 persen sebagai bahan baku.

"(Sebelum eksperimental Agustus 2025) kita sudah lakukan uji coba oleh FKM UI dan kita menggunakan (asbes) yang aman, yang baik. Karena asbes itu banyak, ada asbes putih, asbes biru, asbes abu-abu. Tetapi yang chrysotile (asbes putih) ini aman, beda. Jadi bahan bakunya aman, diprosesnya juga aman," jelas Executive Director FICMA Jisman Hutasoit di lokasi yang sama.

Serupa, Doni menambahkan produk atap fiber semen atau yang saat ini dikenal sebagai asbes, hanya memakai 7-8 persen asbes di dalamnya. Jenis yang dipakai adalah asbes putih atau chrysotile. Jenis asbes ini masih aman dipakai sebagai atap fiber semen.

"Lembar asbes itu sebenarnya ada 2 jenis. Ada jenis asbes yang kelompok chrysotile (asbes putih), ada juga kelompok amphibole atau asbes biru. Karakteristik dari kedua asbes tersebut juga berbeda. Kalau chrysotile waktu larutnya lebih singkat 10 hari. Kalau asbes debu sekitar 500 hari, hampir 1 atau 2 tahun," jelas Doni.

Eksperimental terbaru bertujuan untuk melihat ketahanan dan keamanan atap fiber semen yang mengandung asbes putih 7-8 persen setelah dipakai lebih dari 20 tahun. Caranya dengan mengetahui jumlah paparan serat asbes di udara setelah atap fiber semen dihancurkan. Eksperimental tersebut digelar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Depok, Jawa Barat.

"Kesempatan ini kita akan coba lihat seperti apa paparannya di udara, untuk bisa mengukur tingkat paparan di udara. Tentunya ini adalah simulasi bagaimana kalau lembar asbes, lembar semen bergelombang ini pecah atau hancur di permukiman atau saat renovasi rumah dan sebagainya," jelas Doni.

Atap fiber semen tersebut dihancurkan dengan alat khusus di dalam ruang akrilik transparan yang tertutup rapat segala sisi. Atap yang hancur tersebut akan menghasilkan serat-serat halus. Dengan bantuan blower atau penghasil angin kencang, serat halus tersebut didorong agar terus berada di udara dan tidak mudah ke bawah.

"Untuk menangkap paparan debu chrysotile tadi akan ditangkap dengan alat filter yang ditempatkan dengan ketinggiannya yang sejajar saat warga (kemungkinan) terpapar dengan debu asbes tersebut, yaitu ketinggian 150 cm. Kemudian itu (filter) akan ditempatkan atau diambil 4 titik di setiap pojok. Lalu yang kedua kita juga akan ukur pada ketinggian 100 cm. Sehingga akan dilakukan 2 kali pengukuran. Sekali pengukuran mengikuti kaedah dari OSHA (Occupational Safety and Health Administration) dan SNI," lanjut Doni.

Selain mengambil sampel di dalam ruang mika transparan, filter juga dipasang di ruang terbuka lingkungan FKM UI, tidak jauh dari kotak tersebut untuk mengukur kualitas udara sekitar yang tidak terpapar serat asbes.

Hasil uji coba ada di halaman berikutnya...

Hasil Uji Coba

Beberapa sampel yang sudah diambil akan diuji dalam kurung waktu 2 minggu di Laboratorium Pusat Higiene Perusahaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PHP-K3) Jakarta. Dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Kamis (18/9/2025), hasil uji coba menunjukkan kadar konsentrasi serat chrysotile hasil penghancuran pada atap fiber semen yang sudah dipakai lebih dari 20 tahun adalah di bawah NAB yang diatur dalam Permenaker No 5 tahun 2018, yakni 0.016 Β± 0.0035 f/cc untuk sampel yang diambil di filter setinggi 150 cm dan 0.014 Β± 0.0010 f/cc untuk filter setinggi 100 cm.

Nilai ambang batas (NAB) paparan chrysotile yang diatur dalam Permenaker No 5 tahun 2018 adalah 0.1 serat/ml atau 0.1 f/cc.

"Pengukuran konsentrasi serat chrysotile dilakukan dalam chamber pada ketinggian 150 cm (tinggi saluran pernapasan) dan 100 cm (distribusi serat). Hasilnya masing-masing 0.016 Β± 0.0035 f/cc dan 0.014 Β± 0.0010 f/cc, keduanya masih di bawah NAB Permenaker No. 5 Tahun 2018," tulis laporan berjudul 'Analisis Kadar Konsentrasi Serat Chrysotile dari Atap Fiber Semen yang Dihancurkan' yang ditulis oleh Doni Hikmat Ramdhan dan Sjahrul M Nasri.

"Dilakukan analisis terhadap sampel bulk dan hasilnya menunjukkan itu adalah serat chrysotile, sementara pengukuran ambien menunjukkan konsentrasi sangat rendah (<0.001 f/cc) dan sampel blanko negatif, sehingga hasil dapat dipastikan akurat," lanjutnya.

Dihubungi terpisah, Doni mengatakan hasil dari uji coba tersebut menunjukkan bahwa pemakaian asbes sebagai atap rumah masih aman digunakan.

"Untuk pemakaian masih dalam kategori aman," kata Doni saat dihubungi detikcom, Jumat (19/9/2025).

Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non-Logam di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Republik Indonesia Putu Nadi Astuti mengungkapkan penggunaan Chrysotile sebagai bahan baku produk tidak ada pelarangan di dalam negeri maupun internasional. Ada pun jenis asbes yang dilarang penggunaannya adalah asbes biru.

"Chrysotile itu sebenarnya bahan baku untuk menghasilkan papan semen bergelombang, nama produknya. Chrysotile itu asbes putih. Penggunaanya juga nggak terlalu banyak dalam papan asbes tersebut. Kalau asbes biru itu dilarang penggunaannya, pengelolaannya, sudah dilarang pemanfaatannya secara internasional. Kalau asbes putih tidak ada pelarangan pemanfaatannya secara internasional dan dalam negeri," ujarnya saat ditemui pada Agustus lalu di FKM UI.

Halaman 3 dari 2
(aqi/zlf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads