Bisnis Properti China Krisis: Utang Pengembang Tembus Rp 228 T

Bisnis Properti China Krisis: Utang Pengembang Tembus Rp 228 T

ilham fikriansyah - detikProperti
Rabu, 27 Agu 2025 10:02 WIB
A man walks past unfinished residential buildings developed by China Evergrande Group in the outskirts of Shijiazhuang, Hebei province, China February 1, 2024. REUTERS/Tingshu Wang
Salah satu blok apartemen yang dikembangkan Evergrande tampak terbengkalai. Foto: REUTERS/TINGSHU WANG
Jakarta -

Bisnis properti di China sedang mengalami krisis. Pasalnya, banyak raksasa pengembang properti yang mengalami krisis keuangan hingga terlilit utang mencapai ratusan triliun rupiah.

Salah satunya dialami Evergrande. Pengembang properti terbesar di China itu mengalami krisis keuangan sejak 2021 yang membuat perusahaan gagal membayar kewajiban utang.

Buntut krisis keuangan yang terus berlanjut, Evergrande kemudian didepak dari daftar pencatatan Bursa Efek Hong Kong pada Senin (25/8/2025). Perusahaan itu gagal membayar sejumlah obligasi dan menghentikan pembangunan ribuan apartemen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir BBC, penyebab Evergrande bisa mengalami krisis keuangan karena melakukan ekspansi secara masif di bidang properti. Perusahaan itu meminjam lebih dari US$ 300 miliar dan sempat dicap sebagai raksasa properti China.

Namun pada 2020, pemerintah China menerapkan aturan baru untuk mengendalikan jumlah pinjaman yang diambil pengembang properti. Langkah tersebut mendorong Evergrande menawarkan propertinya dengan diskon besar agar memastikan ada uang masuk dan bisnisnya tetap bertahan.

ADVERTISEMENT

Krisis keuangan membuat Evergrande kesulitan memenuhi pembayaran bunga sehingga gagal membayar sebagian utang luar negerinya. Bahkan sejak dimulainya krisis pada 2021, saham Evergrande terus merosot dan kehilangan lebih dari 99% nilainya.

Pada Januari 2024, Evergrande resmi menerima perintah likuidasi dari Pengadilan Tinggi Hong Kong. Saham perusahaan lalu ditangguhkan dari perdagangan.

Terbaru, Bursa Hong Kong mencabut pencatatan saham Evergrande per 25 Agustus. Likuidator menyebut telah menjual aset senilai US$ 255 juta, jauh dari total klaim kreditor yang mencapai US$ 45 miliar.

Tak Hanya Evergrande, Banyak Pengembang Lain Juga 'Berdarah-darah'

Selain Evergrande, ternyata masih banyak pengembang properti lainnya yang juga mengalami krisis. Sejumlah pengamat menilai bisnis properti di China tengah menghadapi tantangan besar.

Direktur konsultan Eurasia Group Dan Wang mengatakan krisis besar yang dialami pengembang turut berdampak pada perekonomian. Sebab, industri tersebut menyumbang sekitar sepertiga perekonomian China sekaligus sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah.

"Penurunan harga properti juga turut menjadi hambatan terbesar bagi perekonomian dan alasan utama mengapa bisnis ini tertekan," kata Wang.

Pada awal Agustus, China South City Holdings menerima perintah likuidasi dari Pengadilan Tinggi Hong Kong, menjadikannya pengembang terbesar yang dipaksa dilikuidasi setelah Evergrande.

Sementara itu, raksasa properti Country Garden tengah berusaha menjalin kesepakatan dengan para kreditornya untuk menghapus utang luar negeri lebih dari US$ 14 miliar (Rp 228 triliun; kurs Rp 16.303) yang belum dibayar.

Krisis di industri properti juga menyebabkan PHK besar-besaran oleh pengembang yang terlilit utang besar. Sedangkan karyawan yang bertahan harus rela gajinya dipotong cukup besar agar perusahaan tetap berjalan.

Bisnis properti di China yang sedang krisis juga berdampak besar pada banyak rumah tangga. Sebab, mereka cenderung menaruh tabungannya ke dalam properti. Dengan harga rumah yang turun hingga 30%, banyak keluarga di China yang mengalami penurunan nilai tabungan.

"Seluruh sektor properti sedang mengalami kesulitan. Lebih banyak perusahaan properti di China yang akan bangkrut," ujar Profesor Qiao dari Duke University.

Untuk mencegah krisis terus berkepanjangan, pemerintah mengumumkan sejumlah program yang bertujuan untuk menghidupkan kembali pasar properti, mendongkrak angka penjualan, dan meningkatkan perekonomian.

Namun, langkah tersebut hanya mendukung perekonomian bagi masyarakat. Sedangkan pemerintah China belum turun tangan secara langsung untuk menyelamatkan para pengembang yang terlilit utang.

Belum lagi sektor industri di Negeri Tirai Bambu yang mulai beralih ke hal lain. Presiden China Xi Jinping dinilai lebih fokus pada industri teknologi, robotika, energi terbarukan, dan mobil listrik.

"China memang tengah dalam masa transisi untuk menuju era pembangunan baru. Hal ini membuat pasar properti China ikut terdampak dan diprediksi akan mencapai titik terendah sekitar 2 tahun lagi," pungkas Wang.

(ilf/das)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads