Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengungkapkan harga rumah bisa saja turun hingga 50 persen. Itu bisa terjadi jika rumah dibangun di atas tanah negara.
Awalnya, Fahri bercerita bahwa Presiden Prabowo Subianto sempat memintanya untuk membangun rumah rakyat atau rumah subsidi di tanah milik negara agar harganya lebih murah.
"Saya ingat betul waktu pengarahan pertama dari Presiden 'Fahri kamu nggak bisa bangun rumah rakyat di atas tanah pengusaha, kamu hanya bisa bangun rumah rakyat di atas tanah negara' itu ide awalnya," kata Fahri dalam acara Konferensi Pers The Hud Institute dalam rangka memperingati Hapernas 2025 dan Penandatanganan Nota Kesepahaman dan gelar wicara Pembangunan Perumahan dan Perkotaan yang berkelanjutan di Intro Jazz Bistro, BSD, Tangerang Selatan, Senin (25/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri bahkan menyebutkan harga rumah bisa turun hingga 50 persen kalau dibangun di atas tanah negara. Sebab, pengembang hanya perlu membayar biaya konstruksi saja.
Ia mencontohkan seperti House Development Board (HDB) yang ada di Singapura di mana negara meminta pengembang untuk membangun rumah murah yang kemudian disewa oleh masyarakat.
"Kalau sudah kayak gitu Pak, tanah itu, harga rumah tinggal 50 persen. Bapak-bapak pasti mengerti ternyata bikin rumah kalau sekadar konstruksi itu nggak mahal," tuturnya.
Di sisi lain, Fahri juga mengusulkan untuk menangani masalah perumahan dengan penguatan database serta dibentuknya lembaga off taker. Apabila database sudah baik, tidak akan ada lagi penyaluran bantuan perumahan yang tidak tepat sasaran. Lembaga off taker ini ada untuk mengamankan pasokan rumah.
"Sebenarnya kalau kita bagi itu cuma 2 Pak masalah, di sisi supply itu adalah tanah. Masalah di sisi demand yang paling penting adalah data dan off taker. Kalau pembiayaan saya nggak terlalu khawatir karena begitu ada off takernya dan itu dipegang oleh pemerintah, pasti pemerintah yang memikirkan pembiayaannya," ungkapnya.
Peringatan Hari Perumahan Nasional The Hud Institute
Sebagai informasi, dalam kegiatan yang sama, Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto mengungkapkan pihaknya akan melakukan rangkaian acara yang dipusatkan di Bandung, Jawa Barat pada Kamis 28 Agustus 2025 dengan dua agenda utama yaitu:
- β Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara The HUD Institute dan City University, Malaysia bersama 25 perguruan tinggi swasta di Indonesia.
- Gelar Wicara Nasional dengan tiga subtopik utama yang berkaitan dengan agenda reformasi kebijakan perumahan dan pembangunan perkotaan nasional.
Penandatanganan MoU antara institusi pendidikan tinggi Indonesia dan Malaysia ini mengusung motto: "Dari Nusantara ke Persada Dunia: Memajukan Pendidikan Bersama". MoU ini mencakup berbagai bentuk kerja sama seperti riset bersama, pertukaran dosen dan mahasiswa, pengembangan teknologi, serta diseminasi pengetahuan di bidang perumahan dan perkotaan yang berkelanjutan dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Acara ini kerjasama antara The HUD Institute, IAP Jawa Barat, dan MAPID. Sebagai mitra strategis dalam acara ini, MAPID berperan menghadirkan platform geospasial berbasis AI yang mendukung pengambilan keputusan berbasis data lokasi.
"Dalam program 3 Juta Rumah dan pembangunan kawasan urban berkelanjutan, MAPID menyediakan analisis spasial tentang demografi, harga tanah, akses infrastruktur, dan risiko bencana, yang mendukung perencanaan yang lebih tepat sasaran," tambahnya.
Kajian dan pemikiran yang dihasilkan oleh The HUD Institute selama ini lanjut Zulfi ditopang oleh lima pilar utama, yaitu kampus/akademisi, dunia usaha/perbankan, birokrat, jurnalis dan komunitas.
(das/das)