Tingkat keterisian kamar hotel di Jakarta mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya adalah adanya efisiensi anggaran pemerintah yang membatasi perjalanan dinas dan penyelenggaraan acara resmi.
Menurut laporan dari Cushman & Wakefield yang berjudul Marketbeat Jakarta Hotel H1 2025, tingkat hunian hingga Juni 2025 mencapai 57 persen, turun 0,4 persen dalam total penyerapan kamar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024. Tingkat hunian berdasarkan kategori hotel yaitu hotel bintang 3 sebesar 56 persen, hotel bintang 4 sebesar 58,4 persen, hotel bintang 5 sebesar 59,0 persen, dan hotel mewah sebesar 54,7 persen.
Dalam laporan itu disebutkan, turunnya permintaan kamar dan ruang pertemuan salah satunya karena efisiensi anggaran pemerintah yang yang membatasi perjalanan dinas dan penyelenggaraan acara resmi. Dampak ini terasa signifikan pada pasar yang sangat bergantung pada aktivitas terkait pemerintah, seperti Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, banyaknya akhir pekan panjang pada semester pertama, seperti pada bulan Januari (Isra Mi'raj, Tahun Baru Imlek), Maret (Nyepi dan Idulfitri), April (Paskah), Mei (Waisak dan Kenaikan Isa Almasih), serta Juni (Iduladha dan Tahun Baru Islam), mendorong warga Jakarta untuk bepergian keluar kota. Hal ini semakin mengurangi aktivitas pertemuan di hotel-hotel, terutama pada hari kerja di minggu-minggu tersebut.
Ada pun, penurunan okupansi terbesar terjadi pada hotel bintang 4 yang memiliki banyak fasilitas meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE) yang umumnya banyak digunakan oleh instansi pemerintah dan perusahaan milik negara. Pada periode yang sama tahun 2024, tingkat okupansi hotel bintang 4 sebesar 62,6 persen, sementara saat ini ada di angka 58,4 persen. Sementara itu, penurunan terkecil terjadi pada segmen mewah, yang sebagian besar menargetkan tamu individu dari segmen atas, pelaku perjalanan bisnis, serta acara korporat dan privat.
Di sisi lain, rata-rata tarif kamar per Juni 2025 (ADR per malam) meningkat, yaitu pada hotel bintang 3 Rp 490.800 (1,1 persen year-on-year atau YoY), bintang 4 Rp 858.980 (4,5 persen YoY), bintang 5 Rp 1.864.400 (4,5 persen YoY), dan hotel mewah Rp 2.448.420 (5,8 persen YoY).
Untuk total kumulatif Total kumulatif pasokan kamar hotel dari kelas menengah hingga mewah hingga akhir semester satu tahun 2025 tercatat sebanyak 44.016 kamar. Rinciannya, hotel bintang 3 sebesar 27,2 persen, bintang 4 sebesar 41,6 persen, bintang 5 sebesar 20,1 persen, dan kelas mewah sebesar 11,1 persen.
Ke depan, sektor hotel Jakarta diperkirakan akan membaik secara bertahap meskipun menghadapi tantangan seperti kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dan perang dagang global. Sebagai respons terhadap kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, para pelaku usaha hotel di Jakarta kini berfokus pada diversifikasi pasar serta inovasi produk dan layanan.
Hotel-hotel yang sebelumnya berfokus pada tamu dari institusi pemerintah dan badan usaha milik negara kini mulai meningkatkan layanan dan produk mereka untuk menarik tamu dari perusahaan swasta, asosiasi profesional, komunitas, dan partai politik.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberikan insentif pajak kepada pengelola hotel di ibu kota dalam bentuk potongan sebesar 50% untuk dua bulan pertama, yang kemudian dilanjutkan dengan potongan sebesar 20% pada bulan-bulan berikutnya. Ini merupakan bagian dari insentif fiskal pemerintah untuk mendorong pemulihan sektor perhotelan dan meningkatkan kepatuhan pajak.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/das)