Pemilik tanah wajib menggunakan dan memelihara lahannya agar tidak ditetapkan sebagai tanah telantar. Sebab, pemerintah memiliki kebijakan yang mengatur bahwa tanah telantar selama dua tahun akan diambil alih negara.
Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar. Peraturan tersebut mendefinisikan tanah telantar sebagai tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.
Tanah yang menjadi objek peraturan tersebut adalah tanah kosong yang dibiarkan tanpa ada aktivitas. Jadi, tanah tersebut tidak dibuat bangunan, pagar, maupun kebun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam PP Nomor 20 Tahun 2021, disebutkan objek penertiban tanah telantar meliputi tanah hak milik (SHM), hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pakai, hak pengelolaan (HPL), dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah.
Alasan pemerintah menerapkan kebijakan tersebut agar setiap orang yang telah diberikan hak atas tanah wajib menjaga fungsi sosial dari tanah tersebut. Hal itu termasuk menjaga pemanfaatannya sebagaimana sudah dijanjikan sejak awal pembuatan hak.
"Maksud utamanya membuat tanah itu jangan sampai tidak produktif. Jangan sampai tanah-tanah itu dibiarkan idle. Jangan sampai tanah-tanah itu direbut oleh orang yang tidak semestinya karena tidak diusahakan, tidak dikuasai, dikira bukan tanah orang, padahal sudah punya tanah orang," kata Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Harison Mocodompis kepada detikcom, Rabu (16/7/2025).
Peraturan ini bertujuan positif untuk menegaskan pemilik lahan agar mengusahakan dan memanfaatkan tanahnya. Selain itu, pemilik juga bisa terhindari dari masalah tanah seperti perampasan dan sengketa tanah.
Menanggapi kebijakan tersebut, pengamat perkotaan Yayat Supriatna menilai jika pemerintah harus membuat aturan yang jelas mengenai tanah telantar. Menurut Yayat, tidak semua tanah telantar alasannya karena ditelantarkan begitu saja oleh pemiliknya. Dengan begitu, tak semua tanah telantar selama dua tahun langsung diambil alih negara.
"Gini, banyak tanah-tanah telantar bukan karena persoalan ditelantarkan saja. Tapi ada persoalan hukum di atasnya, ada sengketa, ada masalah aspek-aspek waris, atau aspek keterbatasan modal dan sebagainya," kata Yayat saat dihubungi detikcom, Minggu (20/7/2025).
Di sisi lain, masih banyak tanah-tanah milik pemerintah yang telantar dan tidak diurus hingga saat ini. Bahkan, Yayat menyebut ada beberapa tanah pemerintah yang kini sudah dikuasai oleh masyarakat.
"Objek tanah telantar itu status kepemilikannya siapa? Karena kalau hanya mengejar target pada kelompok-kelompok masyarakat yang menelantarkan tanah, harusnya pemerintah juga berkaca diri bahwa pemerintah pun banyak menelantarkan tanah-tanah milik mereka," ujarnya.
Selain itu, Yayat mengimbau pemerintah juga perlu mengetahui apa alasan di balik tanah telantar, sehingga tak langsung diambil oleh negara. Meski tujuannya baik agar pemilik dapat memanfaatkan tanahnya, tapi harus memiliki aturan dan kebijakan yang jelas.
"Makanya saya mengatakan harus jelas kenapa tanah itu telantar, dicari akarnya. Mengapa tanah telantar? Apakah ada unsur kesengajaan? Apakah ada unsur ekonomi? Apakah ada unsur-unsur persoalan hukum? Kalau di kawasan-kawasan perkotaan yang punya nilai lahan yang tinggi, itu enggak ada tanah telantar, jarang pasti," pungkas Yayat.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu kasih jawaban. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(ilf/ilf)