Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) membatalkan rencana penurunan batas minimal luas rumah subsidi menjadi 18 meter persegi. Keputusan tersebut pun disambut baik oleh pengembang.
Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (Apernas Jaya) Andriliwan Muhamad menilai sikap Ara membatalkan wacana tersebut sudah tepat untuk mendukung Program 3 Juta Rumah. Sebab, rumah bisa tetap dibangun secara manusiawi dan layak huni.
"Dengan dibatalkannya ini adalah kabar yang sangat baik bagi kami sebagai pengembang dan kami sebagai dari asosiasi," ujar Andri saat dihubungi detikProperti, Kamis (10/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan sejak awal para pengembang sudah menyampaikan pendapat bahwa ukuran rumah tersebut tidak layak huni. Menurutnya, rumah 18 meter persegi terlalu sempit untuk dihuni sebuah keluarga.
Andri menjelaskan rumah kecil itu bisa saja dihuni oleh kaum milenial yang masih lajang. Namun, ke depannya ketika pemilik menikah dan berkeluarga, rumah akan sulit buat dihuni.
"Pada saat itu kami melontarkan bahwa ini tidak layak, terutama dari sisi layak huninya kan, tidak layak. Terus dari sisi layak kesehatan itu tidak layak juga," ucapnya.
Selain itu, ia mengatakan memperkecil rumah agar bisa dibangun di tengah kota tidak cukup untuk menyiasati harga tanah yang mahal. Ia menjelaskan rumah subsidi biasanya dibangun di atas tanah seharga Rp 200-300 ribu per meter persegi di luar perkotaan besar. Sementara, harga tanah di kota jauh di atas harga tersebut.
"Harga tanah di sana, di kota itu sudah mahal. Jadi meskipun dipersempit tetap tidak menutupi," kata Andri.
Baca juga: Wacana Rumah Subsidi 18 Meter Batal! |
Daripada memperkecil ukuran rumah, ia lebih menyarankan hunian vertikal berupa apartemen atau rumah susun (rusun) sebagai solusi tanah mahal di perkotaan. Dengan begitu, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau anak muda bisa tinggal di tengah kota.
"Apartemen itu solusinya paling. Kan banyak apartemen-apartemen seperti rumah susun gitu. Contoh yang kemarin-kemarin kan di Klender, itu kan tinggal diperkecil aja kan luasnya," imbuhnya.
Di sisi lain, Andri mengapresiasi keputusan Ara untuk mencabut ide rumah subsidi 18 meter persegi serta menerima masukan berbagai pihak. Langkah tersebut sejalan buat mewujudkan Program 3 Juta Rumah yang menyediakan rumah berkualitas dan layak huni.
Terpisah, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah juga mengapresiasi langkah pemerintah untuk tidak melanjutkan wacana memperkecil rumah subsidi. Menurutnya, Ara telah merespon keinginan masyarakat untuk tidak merealisasikan peraturan tersebut.
"Pertimbangan Pak Menteri (Ara) atas masukan itu udah benar sekali, sangat benar," ucap Junaidi.
Soal luasan rumah, menurutnya ukuran 18 meter persegi tidak masalah asalkan dapat diperluas nantinya. Akan tetapi, tanah bila berukuran kecil tidak memungkinkan buat memperluas rumah.
"Kalau tanahnya kecil, nggak bisa untuk dibesarkan lagi. Saya pikir ini salah satu pertimbangan Bapak Menteri mendengar suara-suara terkait tipe rumah dan luasan tanah," katanya.
Kemudian, ia menyebut rumah subsidi yang harganya murah tidak mungkin dibangun di perkotaan. Mengingat, tanah merupakan komponen terbesar dari harga rumah.
Menurut Junaidi, memperkecil ukuran rumah tidak akan mempengaruhi harga rumah secara signifikan. Ia menyebut harga tanah di perkotaan mahal, minimal Rp 10 juta per meter persegi.
Ia mengatakan solusi terbaik adalah membangun rumah susun di perkotaan. Dengan catatan, pemerintah perlu memberikan subsidi tanah untuk menekan harga jual. Hal ini akan memudahkan kaum milenial buat tinggal di kota dan dekat tempat kerja.
"Mewujudkan Program 3 Juta Rumah itu sekarang yang paling khusus adalah masalah penyediaan tanah. Nah, konsep-konsep pemerintah yang rencana membangun di tanah-tanah aset pemerintah saya pikir itu harus segera diwujudkan," ucapnya.
Simak Video "Video: Batalkan Wacana Rumah Subsidi 18 Meter, Menteri Ara Minta Maaf"
[Gambas:Video 20detik]