Pemerintah berencana memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100 persen di sektor properti hingga akhir 2025. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengatakan telah berkirim surat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai hal ini.
"Saya sudah ngomong langsung ke Ibu Sri Mulyani. Saya sudah kirim surat ke Ibu Sri Mulyani. Kenapa? Bukan kewenangan saya (buat memutuskan). Kita harus menghormati kewenangan daripada Ibu Sri Mulyani, itu kewenangan beliau," kata Ara di Kantor Blue Bird, Mampang Prapatan V, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
Ia menjelaskan banyak di antara pengembang yang telah meminta adanya perpanjangan insentif PPN DTP 100 persen hingga akhir 2025. Sebab, jika melihat dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2025 (PMK-13/2025) yang mulai berlaku tanggal 4 Februari 2025, insentif PPN DTP 100 persen hanya berlaku hingga Juni 2025. Setelahnya pada Juli-Desember 2025 pembebasan pajaknya hanya berlaku 50 persen atau setengahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita berusaha dong (sampe akhir Desember), kenapa? Karena dari pengembang ada masukan. Saya juga menampung masukan dari pengembang. Pengembang berkirim kepada saya bahwa kita minta diperpanjang," ungkapnya.
Selain itu, ia mengakui jika insentif PPN DTP 100 persen sangat membantu untuk mendongkrak daya beli masyarakat di sektor perumahan.
"Karena (PPN DTP menyangkut) soal daya beli, mempercepat dan memperbesar daripada pembelian. Ada yang bagus, saya perjuangin dong," terangnya.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan pada awal tahun ini telah menetapkan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun yang Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk tahun anggaran 2025. Kebijakan ini telah berjalan sejak 2023 dan berlaku kembali hingga tahun ini.
Syarat penerima insentif PPN DTP adalah rumah yang dibeli harganya di bawah Rp 2 miliar.
"Contohnya jika Tn.A membeli rumah seharga Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, maka seluruh PPN-nya ditanggung Pemerintah. Contoh lain jika Ny.B membeli rumah seharga Rp2,5 miliar pada 15 Februari 2025, maka PPN yang harus ditanggung Ny.B adalah efektif 11% dikali Rp500 juta atau sebesar Rp55 juta," jelas Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, seperti yang dikutip detikcom dari itus Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan, Rabu (18/6/2025).
Dwi juga menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku bagi rumah tapak atau satuan rumah susun yang telah mendapat fasilitas pembebasan PPN.
"Pemerintah berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki rumah sekaligus mendukung geliat ekonomi nasional sektor properti dan sektor-sektor pendukungnya," ujar Dwi.
(aqi/zlf)