Batas maksimal harga jual rumah subsidi biasanya sudah ditentukan setiap tahunnya oleh pemerintah. Tahun ini, harga rumah subsidi masih sama seperti pada 2024 lalu.
Adanya perluasan cakupan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memperoleh rumah subsidi dengan naiknya batas maksimum penghasilan MBR, membuat pengembang mengusulkan agar harga jual maksimal rumah subsidi naik. Nantinya, pasar yang akan dengan sendirinya menyeleksi harga dan lokasi rumah yang bisa dibeli oleh MBR.
Ketika ditanya kemungkinan adanya kenaikan harga rumah subsidi tahun depan, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho mengatakan sedang dalam tahap proses evaluasi. Ia tidak bisa membeberkan kisaran harga rumah subsidi tahun depan karena masih dikaji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini lagi proses, kita juga termasuk support ya untuk evaluasi Peraturan Menteri PUPR lama terkait dengan harga rumah subsidi. Kalau ada penambahan fitur-fitur tertentu, seperti ya ada request untuk dudukan dapur, kemudian ada pohon di depan, mungkin juga sarana fasum yang harus tersedia lengkap. Tentunya itu kan menjadi bahan pertimbangan juga," katanya kepada wartawan di Perumahan Gran Harmoni Cibitung, Kec. Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat usai acara Serah Terima Kunci Program Rumah untuk Karyawan Industri Media, Selasa (6/5/2025).
"Kan harga tanah pasti naik dan sebagainya kan. Kita lakukan kajian bersama dengan Kementerian PKP. (Ada perubahan skema?) Ke depan, skemanya bisa juga untuk rumah vertikal dan sebagainya, FLPP bukan hanya rumah tapak. Itu kan salah satu upaya yang sedang kita kaji bersama," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah sudah mengusulkan agar harga maksimal rumah subsidi sampai Rp 250 juta. Nantinya, pasar akan dengan sendirinya menyeleksi harga dan lokasi rumah yang akan dapat dibeli oleh masyarakat.
Di sisi lain, ia mengingatkan terkait perluasan cakupan pendapatan MBR jangan sampai meninggalkan masyarakat yang penghasilannya di bawah Rp 8 juta per bulan.
"Apersi mengusulkan bagaimana kalau itu dibagi, artinya 30 persen untuk penghasilan yang sampai Rp 14 juta. Yang 70 persen adalah penghasilan yang Rp 6 juta ke bawah atau Rp 8 juta, sehingga jangan sampai nanti yang masyarakat kecil nggak dapat, justru malah (penghasilan) ke atas," ujar Junaidi kepada awak media di MΓΆvenpick Hotel Jakarta Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
Ia menyebut kondisi tersebut membuat visi subsidi hilang. Para pengembang berharap subsidi benar-benar bisa dinikmati oleh masyarakat yang kurang mampu.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/das)