Negara maju seperti Jepang ternyata menemukan masalah properti yang cukup serius. Pada 2023, diperkirakan Jepang memiliki 9 juta rumah kosong atau biasa disebut Akiya. Di mana beberapa di antaranya bernilai US$10.000 atau Rp 157 juta (Kurs Rp 15.780).
Melansir dari CNBC, menurut Kepala Penelitian dan Konsultasi di Savills Jepang, Tetsuya Kaneko, meskipun harga jual akiya cukup murah, tetapi properti ini tidak cocok sebagai produk investasi jangka pendek. Sebab, rumah yang telah lama terbengkalai membutuhkan biaya renovasi dan perawatan yang cukup besar.
Terutama jika rumah tersebut memerlukan perbaikan struktural yang besar sehingga renovasinya hampir sama seperti pembangunan ulang. Selain itu, proses pembelian rumah juga akan lebih susah bagi orang asing karena terkendala bahasa, belum lagi perizinan ke otoritas setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini mungkin tidak ideal bagi investor institusi atau mereka yang mencari keuntungan cepat atau besar, karena tingginya biaya renovasi dan terbatasnya potensi penjualan kembali di beberapa daerah," kata Kaneko kepada CNBC Make It seperti yang dikutip pada Rabu (13/11/2024).
Akiya hanya cocok untuk pembeli yang memang ingin menempati rumah tersebut atau untuk sekadar merenovasinya dan disewakan.
"Akiya dapat menjadi investasi yang baik untuk kelompok tertentu, khususnya penghobi, ahli renovasi DIY, atau mereka yang mencari tempat peristirahatan di pedesaan yang tenang," ujar Kaneko.
Salah satu pemilik Akiya dari Swedia Anton Wormann, membagikan pengalamannya membeli Akiya. Dia telah merenovasi 3 properti untuk kemudian disewa. Satu properti ada yang biaya pembelian dan renovasinya mencapai US$110.000 atau Rp 1,7 miliar. Ia menghasilkan pemasukan dari sewa jangka pendek sebesar US$11.000 atau Rp 173 juta per bulan.
Sejak awal membeli Akiya hingga bisa menarik penyewa, ia berkomitmen untuk mengenal budaya Jepang dan berbaur. Hal ini menurutnya adalah sebuah kunci agar tidak merugi berbisnis properti dengan akiya.
"Kamu perlu menciptakan komunitas yang baik dan jaringan sosial yang baik di Jepang agar berhasil. Kamu tidak bisa datang tanpa memahami budayanya, tanpa memahami cara kerja Jepang. Itu hanya membuang-buang uang karena itu tidak akan menciptakan peluang," ungkapnya.
"Jika kamu mencoba untuk berbaur dan melakukannya dengan cara yang benar, saya pikir pasti ada banyak peluang. Tetapi lebih dari itu, saya pikir ada peluang untuk membeli real estate murah untuk benar-benar dimanfaatkan (untuk pribadi)," ucapnya.
Penyebab Munculnya Akiya di Jepang
Meningkatnya jumlah akiya di Jepang sebagian besar disebabkan karena krisis populasi. Tercatat tingkat kesuburan di Jepang merosot hingga 1,2 kelahiran per wanita 2023. Sementara itu, angka kematian lebih tinggi daripada angka kelahiran.
"Masalah akiya telah berkembang selama beberapa dekade, berakar pada ledakan ekonomi Jepang pascaperang, di mana terjadi lonjakan pembangunan perumahan," kata Tetsuya Kaneko.
"Masalah ini menjadi lebih parah pada tahun 1990-an seiring dengan perlambatan ekonomi Jepang. Semakin memburuk seiring dengan perubahan demografi," tambah Kaneko.
Selain masalah tingkat kelahiran, besarnya migrasi ke kota juga merupakan salah satu faktor penyebab banyaknya rumah kosong terbengkalai di Jepang.
"Ketika generasi muda pindah ke kota untuk bekerja, daerah pedesaan mayoritas ditinggali oleh populasi lansia yang mungkin meninggal atau tidak mampu mempertahankan rumah mereka," jelasnya.
(aqi/aqi)