.webp)
Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil menandatangani Kontrak Politik dengan pengembang Real Estate Indonesia (REI). Kontrak Politik ini adalah bentuk kerjasama antara REI dan Ridwan Kamil apabila nanti ia terpilih sebagai Gubernur dalam pembangunan perumahan di Jakarta.
Tanda tangan Kontrak Politik ini berlangsung dalam acara Rapat Kerja Daerah (Rakerda) yang bertajuk Jakarta menuju Kota Global Berkelanjutan; Tantangan dan Peluang untuk Sektor Realestat di Jakarta pada Kamis (7/11/2024.
"Kontrak politiknya hanya 3 poin, menjadikan REI sebagai mitra utama. Saya kira nggak ada masalah. Kemudian memudahkan perizinan, mungkin dirasakan masih banyak hal dan lain sebagainya kita akan bereskan. Yang ketiganya sama-sama membangun kota yang layak huni berkelanjutan," kata Ridwan Kamil seusai acara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai untuk membangun banyak proyek perumahan dan bentuk properti lainnya Pemprov Jakarta tidak bisa bekerja sendiri. Mereka harus bekerja sama dengan pengembang yang memang berpengalaman di bidangnya. Salah satunya adalah proyek hunian di atas pasar. Ridwan Kamil telah mendata, ada 150 pasar yang dipilih untuk disulap menjadi hunian di bagian atasnya.
"Saya mohon ada mitra, kita bangun perumahan di atas pasar, di Tanah Abang satu hektare," ungkap cagub nomor urut 1.
"Saya bilang 5 tahun ke depan kita akan sibuk, saya akan bermitra dengan REI," sebutnya.
Selain mengurusi hunian, Ridwan Kamil membeberkan ia sempat ditanya oleh Menteri BUMN, Erick Thohir mengenai nasib gedung-gedung yang akan dikosongkan karena perpindahan ke IKN.
"Pak Erick Thohir, pak kalau itu bangunan-bangunan kosong karena IKN, gimana? Saya bilang serahin ke saya. Saya obrolin dengan REI DKI, siapa yang mau hotel bintang 6 di sini, siapa yang mau bikin?" lanjutnya.
Selain pembangunan rumah, Ridwan Kamil juga ingin membenahi tata kota Jakarta yang dinilai terasa tidak manusiawi. Menurutnya tata kota berbentuk kavling dengan pagar-pagar membuat ruang di Jakarta sempit.
"Karena salah satu kekurangan Jakarta itu adalah kavling. Selalu ada pagar, selalu ada jarak dari pagar ke bangunan, habis oleh sirkulasi, dikalikan ribuan bangunan, itulah yang membuat hidup di Jakarta terasa kurang manusiawi," jelasnya.
"Kalau kota-kota di Dubai, kota-kota di luar negeri, yang saya pahami, nggak ada kavling-kavling, pagar itu hampir nggak ada. Antara bangunan itu seamless, belakang gedung, ketemu gedung lagi, samping gedung, ketemu gedung lagi," tambahnya.
(aqi/zlf)
