Jumlah backlog yang tinggi di Indonesia masih menjadi permasalahan utama bagi perumahan rakyat di masa mendatang. Oleh sebab itu, Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) mendukung wacana pemisahan Kementerian PUPR menjadi Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera).
Sekretaris Jenderal GAPENSI, La Ode Safiul Akbar pemisahan Kementerian Perumahan bukanlah hal baru. Sejak tahun 1978 bidang perumahan telah ditangani oleh kementrian tersendiri. Baru pada masa pemerintahan Jokowi, bidang Perumahan Rakyat dilebur dengan bidang Pekerjaan Umum dalam satu kementrian yaitu PUPR.
"Kini saat orientasi pembangunan infrastruktur pemerintahan Prabowo menitik beratkan pada peningkatan kualitas dan daya saing manusia Indonesia secara inklusif dan berkelanjutan, maka memisahkan keduanya merupakan keniscayaan (sudah semestinya), karena rumah merupakan sarana utama kualitas hidup manusia," kata dia seperti yang dikutip dari pernyataan tertulis pada Selasa (8/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun dia menilai pemisahan kementerian bisa menjadi solusi mengatasi backlog, La Ode mengapresiasi kinerja Kementerian PUPR di bawah komando Basuki Hadimuljono. Menurutnya, kinerja PUPR layak dijadikan percontohan oleh Kementerian lain dalam percepatan realisasi anggaran hingga menjadi Barang Milik Negara (BMN).
"Anggaran terserap cepat dalam dua bidang besar pembangunan infrastruktur. Pertama; Infrastruktur sebagai sarana produksi dan penunjang pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, jalan tol, energi, dan bendungan. Kedua; infrastruktur sebagai pemenuhan layanan dasar, seperti penyediaan air minum, jalan dan jembatan, perumahan, sanitasi, dan irigasi," ujarnya.
Dia melihat pembangunan infrastruktur di masa Basuki, ditujukan untuk meningkatkan Global Competitiveness Index. Meskipun belum terjadi lompatan, kerja keras ini membuahkan hasil peningkatan posisi Indonesia dari ranking 54 dunia menjadi 51 dunia.
"Ini merupakan sebuah prestasi yang layak untuk diapresiasi tinggi dalam persaingan global yang semakin progressive dan penuh tantangan," imbuhnya.
Jelang berlakunya masa pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto, salah satu program yang ditunggu oleh mereka adalah pembangunan tiga juta rumah yaitu masing-masing satu juta rumah di pedesaan, perkotaan, hingga daerah pesisir. Janji pembangunan rumah itu termasuk ke dalam salah satu rencana besar yang diusung bersama Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, yang diberi nama Strategi Transformasi Bangsa.
Merujuk pada program tersebut, La Ode berpendapat prioritas utama bagi Kementerian PU adalah pembangunan infrastruktur kebutuhan mendasar kualitas daya saing manusia. Di dalamnya terkait infrastruktur pangan, pendidikan, kesehatan hingga fasilitas ekonomi kerakyatan.
"Untuk infrastruktur konektivitas prioritasnya adalah menuntaskan kerja besar yang sudah hampir mencapai tujuannya," paparnya.
Sementara, untuk Kementrian Perumahan Rakyat prioritasnya adalah melampaui tujuan mengejar backlog (Kesenjangan jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat) sebanyak 12,7 juta rumah. Sebab, pembangunannya juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang terus tumbuh, bukan hanya bagi keluarga yang belum punya berumah.
"Untuk itu target pemerintahan Prabowo untuk membangun 3 juta rumah bagi Rakyat (2 juta di pedesaan dan 1 juta di perkotaan) adalah angka yang sesuai dengan kebutuhan dan harus diprioritaskan realisasinya," jelasnya.
Baca juga: Jokowi Bangun 10,2 Juta Rumah Dalam 10 Tahun |
La Ode berharap, dengan pemisahan ini, tujuan utama dari program transformasi bangsa bisa terwujud. Kementerian PU diharapkan mengedepankan variable profesionalisme, dimana Key Performance Index (KPI) menitik beratkan pada pengelolaan postur anggaran dan instrument kerja melampaui efektifitas dan efisiensi.
"Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum, dituntut untuk semandiri mungkin dalam pembiayaan dari sumber-sumber nasional. Termasuk di dalamnya sesegera mungkin mengentaskan tujuan pembangunan infrastruktur yang ada sebagai sumber ekonomi baru sekaligus sumber pembiayaan pembangunan," terangnya.
Sementara itu, Kementerian Perumahan Rakyat, dituntut untuk mengelola 53 triliun anggaran yang telah disetujui RAPBN 2025 dengan memaksimalkan kerjasama dengan BUMN terkait serta pemberdayaan UMKM dan BUMDes sebagai mitra kerjanya.
"Tak kalah pentingnya adalah mendesain system stimulus melalui program subsidi dan intervensi negara lainnya serta Kerjasama dengan ekosistem pembiayaan, agar 3 juta rumah yang dibangun setiap tahunnya mampu dimiliki oleh rakyat dengan cara yang ringan," pungkasnya.
(aqi/zlf)