Tarif tol mengalami kenaikan, khususnya Tol BSD dan akan disusul dengan Tol Dalam Kota. Kenaikan tersebut menambah deretan beban pengeluaran masyarakat, sehingga berpotensi membuat masyarakat menunda membeli rumah.
Pengamat properti dari Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan saat ini daya beli masyarakat sedang rendah. Naiknya tarif tol akan memberatkan masyarakat golongan menengah.
"Dengan melihat kondisi saat ini daya beli rendah, kebijakan pemerintah saat ini salah sasaran karena yang akan terdampak adalah golongan masyarakat menengah. Naiknya tarif tol relatif tidak akan memberatkan golongan atas, namun golongan menengah yang saat ini tertekan," ujar Ali kepada detikPropeti dalam keterangan tertulis, Kamis (19/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pemerintah juga perlu memberikan perhatian berupa insentif kepada golongan menengah. Sebab, golongan ini sering kali terlupakan.
"Pemerintah harusnya lebih bijak tidak hanya memberikan insentif kepada menengah bawah namun juga golongan menengah yang nyaris terabaikan," katanya.
Ali menilai kenaikan harga seperti bahan pokok hingga transportasi dapat menekan daya beli hingga membuat masyarakat sulit membeli rumah. Orang-orang pun akan menunda beli rumah, sehingga memperlambat aktivitas penjualan rumah.
"Pada akhirnya kalangan menengah ini yang makin kesulitan membeli rumah karena sebagian besar penghasilan terbesarnya adalah dari konsumsi makanan, biaya perumahan dan transportasi," imbuhnya.
Terpisah, Pengamat Properti Anton Sitorus menyampaikan hal serupa. Kenaikan tarif tol menambah biaya hidup masyarakat pengguna jalan tol. Terlebih lagi akan ada tambahan dan kenaikan pengeluaran lainnya seperti bahan pokok, BBM, premi asuransi, hingga pendidikan.
"Kalau ada kenaikan seperti tarif jalan tol ini pastinya akan menambah biaya hidup masyarakat terutama yang menggunakan jalan tol. Orang-orang yang bepergian naik kendaraan pribadi yang setiap hari lewat tol pasti istilahnya pengeluaran bulanannya akan meningkat," kata Anton.
Dengan biaya-biaya semakin naik sedangkan pendapatan tetap sama, masyarakat akan semakin berhitung. Alhasil, ada potensi penurunan penjualan rumah karena masyarakat akan mendahulukan kebutuhan yang lebih mendesak.
"Orang akan lebih selektif dalam pengeluarannya. Pasti akan mengutamakan pengeluaran yang pokok yang kayak makanan, kesehatan, pendidikan. Jadi rencana pembelian rumah dan sebagainya bisa saja ditunda dulu sampai menunggu kondisi ekonominya membaik," jelasnya.
Bukan hanya end user, investor juga akan menunda pembelian melihat kondisi terkini untuk memutuskan investasi rumah. Pada akhirnya, transaksi penjualan properti pun bisa menurun.
"Istilahnya aktivitas transaksi penjualan bisa menurun. Intinya akibat dari tingginya meningkatnya pengeluaran rutin masyarakat yang bisa berpotensi melemahkan masyarakat, dampaknya kepada bisnis seperti properti bisa mengalami penurunan volume penjualan," terangnya.
Di samping itu, kenaikan harga-harga termasuk tarif tol menambah biaya logistik bahan bangunan. Maka, tarif tol tersebut secara tidak langsung menaikan harga material hingga membuat harga rumah lebih mahal nantinya.
"Dampaknya nggak secara langsung, misalnya pabrik bata kalau dia akibat dari kenaikan tarif tol, armada dia buat distribusi barang juga meningkat biaya operasionalnya. Kalau biaya operasional meningkat, biasanya dampaknya akan ke harganya (bahan bangunan)," pungkasnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/dhw)