Keterbatasan lahan di perkotaan telah menjadi masalah yang mendalam dan kompleks. Meningkatnya jumlah penduduk dan pesatnya perkembangan infrastruktur, harga tanah dan hunian di kota-kota besar melambung tinggi, jauh melampaui kemampuan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah.
Fenomena ini menciptakan jurang yang semakin lebar antara golongan kaya dan miskin, di mana hanya sebagian kecil orang yang mampu memiliki rumah atau bahkan menyewa hunian dengan harga wajar. Banyak keluarga yang tidak mampu mengikuti arus harga ini terpaksa mencari solusi alternatif yang sering kali tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Akibatnya beberapa individu dan keluarga dengan keterbatasan ekonomi memutuskan untuk mengambil langkah ekstrem dengan menyerobot tanah negara.
Area-area yang biasanya tidak digunakan, seperti tanah kosong di dekat rel kereta api atau lokasi lain yang dianggap tidak produktif, menjadi sasaran utama bagi mereka yang ingin mencari tempat tinggal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tindakan ini sering kali dilakukan dengan harapan dapat memperoleh sedikit ruang untuk hidup meskipun dalam kondisi yang jauh dari layak.
Pertanyaannya, memang boleh mendirikan bangunan di atas tanah negara?
Menurut Advokat dari Muzakki Law Firm, Ismail Muzakki mendirikan rumah di atas tanah milik negara tidak diperbolehkan dan berisiko. Sebab, pemilik rumah atau bangunan tersebut bisa digugat secara pidana atau perdata. Ada pula denda hingga penggusuran oleh pengadilan yang bisa terjadi ke depannya.
"Secara perdata tentu bisa digugat yang namanya gugatan perbuatan melawan hukum karena menempati atau menguasai ya kayak sedianya gugatan sengketa tanah pada umumnya. Jadi antara pemerintah dengan seseorang jadi namanya gugatan perbuatan melawan hukum," jelas Ismail belum lama ini.
Terpisah, Pengacara Muhammad Rizal Siregar menjelaskan warga yang menempati bidang tanah milik PT KAI selama 30 tahun tetap tidak dapat mengubah status tanah tersebut menjadi milik mereka.
Balik nama untuk tanah terlantar setelah ditempati 30 tahun oleh seseorang hanya berlaku untuk lahan pertanian, peternakan, dan perkebunan saja.
"Tidak bisa dilakukan di area bidang tanah milik perkeretaapian, namun ketentuan tersebut dapat dijalankan dalam aturan tanah untuk pertanian, peternakan dan perkebunan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Tanah Terlantar," jelas Rizal pada Selasa (21/8/2024).
(aqi/dna)