Konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) mencatatkan tidak ada pasokan ruang kantor baru di daerah Central Business District (CBD) Jakarta pada kuartal kedua 2024. Pertambahan ruang kantor baru justru berada di luar CBD.
"Di kawasan Non CBD, terdapat beberapa gedung perkantoran yang akan dibangun pada tahun 2024, termasuk Menara Jakarta," kata Head of Research JLL Indonesia Yunus Karim dalam acara Jakarta Property Market Overview 2Q 2024, Jakarta pada Rabu (7/8/2024).
Meskipun daerah CBD Jakarta stok ruang kantor tidak bertambah, tetapi tren propertinya tetap positif karena tetap ada peminatnya. Sama seperti CBD, kawasan non-CBD juga menunjukkan tren perkantoran yang positif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tren positif yang berkelanjutan terlihat pada permintaan bersih untuk ruang kantor semua kelas pada kuartal kedua, yang luasnya sekitar 18.000 meter persegi. Mirip dengan CBD, permintaan bersih di wilayah non-CBD mencatat angka positif sekitar 5.100 meter persegi pada 2Q24," paparnya.
Kemudian, dari harga sewa perkantoran, selama kuartal kedua 2024, untuk kawasan CBD Jakarta terus mengalami penurunan sebesar -1,2% qoq (quarter on quarter). Di mana kisaran harga untuk perkantoran grade A dan premium berbeda tipis sekitar Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per meter persegi per bulannya.
Sementara itu, untuk perkantoran non-CBD harga sewa paling tinggi berlokasi di TB Simatupang sekitar Rp 140.000 hingga Rp 150.000 per meter persegi per bulannya. Kemudian disusul kawasan Jakarta Selatan sekitar Rp 140.000 per meter persegi per bulannya, Jakarta Utara sekitar Rp 100.000 per meter persegi per bulannya, Jakarta Barat sekitar Rp 100.000 per meter persegi per bulannya, Jakarta Pusat sekitar Rp 90.000 per meter persegi per bulannya, dan Jakarta Timur sekitar Rp 80.000 per meter persegi per bulannya.
"Tarif sewa di TB Simatupang relatif stabil. Secara umum, tarif sewa di seluruh wilayah Non-CBD Jakarta mengalami penurunan. Ini dapat dilihat sebagai kelanjutan dari tren yang telah membentuk pasar dua tahun terakhir, didorong oleh dinamika penawaran-permintaan," jelasnya.
Meskipun begitu, Yunus mengatakan TB Simatupang tetap menjadi pilihan pertama di luar CBD sebagai lokasi perkantoran yang diminati.
"Sebenarnya kalau kita lihat memang di TB Simatupang, jadi selain dari CBD, memang untuk non-CBD itu lokasi yang dilihat memang dari TB Simatupang, karena sebelum-sebelumnya juga banyaknya gedung-gedung perkantoran di sana. Dilihat dari fasilitasnya, infrastruktur contohnya jalan tol, aksesnya jadi terbuka, ditambah lagi sekarang ada MRT dari tengah kota ke stasiunnya. Kebetulan dekat dengan TB Simatupang yang sebelah ujung di Lebak Bulus. Membuat wilayah ini juga menjadi suatu wilayah yang dilirik oleh tenant sebagai alternatif," ungkapnya.
Selain itu, kawasan non-CBD bisa berkembang pesat saat ini dikarenakan beberapa tahun yang lalu, ada kesenjangan biaya sewa yang lumayan besar. Perusahaan-perusahaan yang tidak bisa membayar sewa besar, memilih kawasan di luar CBD, tetapi masih mudah untuk diakses. Namun saat ini, harga sewa antara kawasan CBD dan non-CBD tidak jauh berbeda. Maka, sekarang banyak perusahaan menengah menyanggupi untuk berkantor di kawasan CBD.
"Akhirnya sekarang sebenarnya nggak terlalu jauh berbeda, tetap ada perbedaan tapi mungkin nggak sejauh seperti dulu lagi," pungkasnya.
(aqi/dna)