Produk properti yang banyak dilirik setiap tahunnya adalah produk hunian seperti rumah tapak dan apartemen. Namun, ternyata nasib kedua produk tersebut berbeda menurut laporan Colliers per kuartal kedua 2024 meskipun sama-sama mendapat insentif PPN DTP. Jumlah peminat apartemen tidak mengalami peningkatan sejak awal tahun.
Head Research Department Colliers, Ferry Salanto mengatakan banyak pengembang mengurangi pembangunan apartemen akhir-akhir ini. Mereka memilih fokus pada rumah tapak karena dinilai waktu pembangunannya lebih cepat.
"Setiap kuartal ada perubahan dari para pengembang. Yang mau saya highlight adalah mereka ingin menahan untuk membangun apartemen. Mereka lebih memilih rumah tapak. Salah satu alasannya bisa diselesaikan dalam waktu dekat sehingga insentif PPN DTP bisa dikejar," kata Ferry dalam acara Colliers Virtual Media Briefing pada Rabu (3/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang diketahui PPN DTP adalah bentuk kebijakan pemerintah untuk bantuan pembelian rumah tapak dan rumah vertikal. Insentif ini akan berlaku hingga akhir 2024 di mana jumlah akan semakin kecil dari yang sebelumnya 100% menjadi 50% mulai Juli-Desember 2024.
Menurutnya, masyarakat lebih banyak berbelanja properti pada akhir tahun meskipun insentif PPN DTP hanya setengahnya.
"Bisa saja transaksi di akhir-akhir kuartal ini, last minute," ujarnya.
Selain itu, insentif PPN DTP ini tidak berlaku untuk bangunan yang tidak siap huni atau dalam tahap pembangunan. Sementara pembangunan apartemen bisa membutuhkan lebih dari 1 tahun. Apabila pembangunan apartemen baru dimulai tahun ini, konsumen tidak bisa mendapat insentif PPN DTP kecuali periodenya diperpanjang. Dari sisi konsumen, kebanyakan masyarakat Indonesia lebih percaya membeli properti yang siap huni.
"Selain ada kepercayaan dari konsumen membeli proyek yang sudah jadi. Mereka juga memanfaatkan insentif yang diberikan. Insentif PPN DTP ini (apartemen) tidak setinggi dari transaksi landed houses (rumah tapak)," ujarnya.
"Mereka melihat banyak pembeli memanfaatkan PPN DTP. Untuk apartemen ada beberapa apartemen yang tidak mengejar itu, kami belum tau kenapa nggak langsung dimanfaatkan oleh pengembang apartemen," tambahnya.
Colliers juga melaporkan dari kuartal pertama hingga kuartal kedua belum ada proyek pembangunan apartemen yang akan diresmikan. Pada kuartal pertama pengembang memilih menahan penjualannya karena kondisi politik di Indonesia, sementara di kuartal kedua didominasi oleh proyek yang telah beroperasi. Jumlah permintaan apartemen menurut data Colliers pada kuartal kedua 2024 hanya mencapai 330 unit.
"Hanya 330 unit permintaan apartemen (pertengahan tahun), PR besar untuk mengejar angka sebelumnya 1.375 unit," imbuh Ferry.
Untuk pertumbuhan harga apartemen juga tidak terlihat perbedaannya sejak 2018. Rata-rata harga apartemen di Jakarta sekitar Rp 35,6 juta per meter persegi. Kenaikan harga apartemen di Jakarta biasanya dipengaruhi oleh proyek yang tengah dibangun di sekitar area hunian.
"Pergerakan harganya tidak terlalu signifikan. Ini mencerminkan market secara keseluruhan harga pasar tidak bergerak sehingga tidak perlu ada kenaikan harga," pungkasnya.
(aqi/dna)